Azaa
3 min readJun 20, 2023
Mao Isara

Warm Smile

Mao Isara X Mae Sheazaki

Keadaan yang sulit. Mao membawa setumpuk dokumen hari ini. Tetapi hujan deras membuatnya harus berteduh di dekat sebuah mesin minuman. Harusnya dia sudah berada di rumah dan menghangatkan dirinya sekarang. Tadinya, karena hujan tak kunjung reda.

Greek!

Tiba-tiba mesin minuman itu bergeser. Mao sedikit terkejut. Berharap pelakunya adalah kucing atau hewan lain telah membuatnya berpindah tempat. Si rambut magenta kemudian duduk menenangkan diri.

Sekali lagi, mesin minumannya bergeser. Kali ini cukup jauh dengan jarak awal. Mao panik, keringat dingin mulai memenuhi dahinya. Dia sendirian sekarang. Oh, Tuhan, apa yang harus Mao lakukan?

Mao akhirnya memberanikan diri untuk mendekati mesin minuman itu. Lagipula dia akan rugi jika tidak mengecek sedang terjadi apa di sekitarnya. Ayolah, Mao Isara bukan penakut.

“A-aku harap kamu adalah seekor kucing atau se-sejenisnya…!” Mao menyipitkan matanya sekejap.

Greek!!

Mesin itu bergeser lebih keras. Mao langsung membuka matanya.

Dilihatnya seorang gadis bersurai hitam basah kuyup dengan baju rumah sakit dan beberapa perban di kepalanya. Mao lega. Dia berfikir monster tadinya … Ah, mana mungkin ‘kan?

Mao mendekati gadis yang memeluk erat kedua kakinya. “Hei, kamu. Kamu gapapa?”

Gadis itu menatap sinis Mao. Memperlihatkan iris biru langitnya yang tajam melekat bertemu dengan hijaunya iris Mao, seakan memerintah “Menjauh dariku!”.

Mao kembali terkejut ketika gadis di sana mulai menunjukkan matanya. Bahkan Mao sampai mundur selangkah karena tatapan itu terasa mengintimidasinya. Namun Mao tetap berusaha mendekat, feelingnya berkata ‘gadis itu pasti baik’.

“Aku bisa mengantarmu pulang, kok”

Senyuman selembut mentari yang sedang tertutup hujan sore ini terpancar dari rautnya. Keahliannya adalah memberikan bantuan dengan suka rela. Meskipun Mao baru bertemu dengan orang itu, tetapi menurutnya, berbuat baik tidak perlu memandang siapa dan apa.

“Aku Mao Isara,”

Masih tidak ada respon. Bahkan gadis itu kembali meringkuk.

“Kamu tidak perlu percaya padaku. Aku juga tidak percaya padamu. Tetapi aku bisa menjamin kamu akan berada di tempat yang aman. Bolehkah aku membantumu?”

Senyuman itu terukir lagi.

Pandangan sang gadis mulai terpaku pada Mao. Sekilas mirip dengan sesuatu. Dia harus mengingat itu. Sesuatu yang berharga baginya,

“N-nii-san ... ?” gumamnya lirih.

Mao menggeleng. “Maaf, aku bukan Nii-san mu. Tapi mungkin aku bisa membuatmu bertemu Nii-san mu itu. Mari, aku bantu kamu pulang!”

Gadis itu tidak menjawab lagi. Sepertinya dia kecewa karena seseorang yang menolongnya bukan Kakak yang dia maksud. Mao hendak mengambil payung yang ia bawa, berniat memakainya agar gadis ini bisa pulang. Pasti Nii-san yang dia sebut sedang menunggunya di rumah. “Aku ambil payungku dulu — ”

Tangan dingin menyeka kaki lelaki di sampingnya. Menahannya dengan kuat. “Maafkan aku Nii-san ... ”

Reflek Mao menghentikan langkahnya. Melihat gadis tadi malah menangis saat menyuruhnya berhenti. Mao pun mendekat dan memeluk gadis ini.

“Maafkan aku Nii-san ... ” kalimatnya terulang lagi.

“Gapapa, Nii-san mu pasti memaafkan mu” kemudian tangis sang gadis makin pecah.

“Menangis saja. Hujan membuat tangisanmu tidak terdengar siapapun” tambah Mao.

“Maaf ... ” Mao membelainya perlahan.

"Maafkan Mae, Nii-san."