“Politik Dinasti di Indonesia: Antara Tradisi, Etika, dan Dampak Negatifnya terhadap Demokrasi”

Azisrezarrrr
8 min readDec 1, 2023

--

https://www.tempo.co/

Dinasti politik, sebuah istilah yang semakin merayap ke permukaan dalam konteks pemerintahan Indonesia. Fenomena ini melibatkan praktik politik yang mendasarkan kekuasaan pada hubungan keluarga, di mana posisi politik dan kepemimpinan diwariskan dari satu anggota keluarga ke anggota keluarga berikutnya. Dinasti politik dapat ditemui di berbagai lapisan masyarakat, dari tingkat lokal hingga nasional, memunculkan pertanyaan tentang demokrasi, hak politik, dan keberlanjutan sistem pemerintahan.

Kontroversi Hary Tanoesoedibjo dan Kaesang Pangarep: Mendukung atau Menentang Dinasti Politik?

Dalam beberapa waktu terakhir, sorotan publik tertuju pada langkah-langkah politik dari tokoh-tokoh seperti Ketua Umum Partai Perindo, Hary Tanoesoedibjo. Langkah kontroversialnya mengusung seluruh anggota keluarganya sebagai bakal calon anggota menimbulkan debat mengenai praktik demokrasi yang sehat. Tak hanya itu, putra dari Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep, juga turut ambil bagian dalam dunia politik dengan menjadi Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Keterlibatan keluarga Jokowi dalam politik kembali memicu pertanyaan tentang dinasti politik dan dampaknya terhadap dinamika demokrasi di Indonesia.

Permasalahan yang Dibahas: Hak Politik, Demokrasi, dan Ongkos Politik

Dalam konteks ini, artikel ini akan mengeksplorasi dua pokok bahasan utama. Pertama, bagaimana konsep dinasti politik memengaruhi hak politik masyarakat dan proses demokrasi di Indonesia. Kedua, kita akan menilik dampak kontroversial dari dinasti politik dengan merinci permasalahan terkait, termasuk ongkos politik yang tinggi, perubahan budaya politik, dan tantangan terhadap pemberdayaan kader yang potensial.

Melalui analisis mendalam terhadap fenomena dinasti politik, artikel ini bertujuan untuk memberikan wawasan holistik mengenai implikasi praktik politik yang berkutat pada ranah keluarga terhadap sistem demokrasi di Indonesia.

A. Definisi dan Perbedaan

Politik dinasti dan dinasti politik, dua istilah yang sering kali menciptakan kebingungan, memiliki perbedaan subtansial dalam praktik politiknya. Politik dinasti merujuk pada praktik kelompok orang yang terkait dalam hubungan keluarga yang memegang kekuasaan politik dan mewariskannya secara turun temurun. Di sisi lain, dinasti politik secara sengaja dibangun untuk memastikan bahwa kekuasaan hanya dipegang oleh satu keluarga tertentu.

Perbedaan inti di antara keduanya terletak pada sifat reproduksi kekuasaan. Politik dinasti melibatkan pewarisan kekuasaan berdasarkan hubungan darah tanpa adanya konstruksi sistematis untuk mempertahankan monopoli kekuasaan keluarga. Sementara itu, dinasti politik menunjukkan sebuah konstruksi sengaja di mana satu keluarga memiliki kendali mutlak atas kekuasaan dan berusaha mempertahankannya.

B. Konteks Sejarah dan Budaya di Indonesia

Untuk memahami lebih dalam kedua konsep ini, kita perlu menyelusuri konteks sejarah dan budaya di Indonesia. Sistem politik kerajaan yang pernah mendominasi Indonesia menciptakan fondasi untuk pola politik dinasti. Pewarisan tahta dari generasi ke generasi adalah norma, mempengaruhi cara masyarakat melihat kekuasaan.

Seiring waktu, tradisi politik dinasti ini membentuk pola pikir politik masyarakat Indonesia. Namun, dengan masuknya era demokrasi dan pemerintahan yang lebih terbuka, dinasti politik menjadi suatu bentuk transformasi. Sejarah dan budaya menjadi latar belakang penting untuk memahami bagaimana kedua konsep ini melibatkan dan membentuk politik Indonesia kontemporer.

Melalui pemahaman mendalam terhadap definisi dan perbedaan keduanya, serta memandangnya dalam konteks sejarah dan budaya Indonesia, kita dapat merinci dampak dan implikasi dari politik dinasti dan dinasti politik dalam dinamika pemerintahan dan demokrasi Tanah Air.

Dampak Negatif Dinasti Politik

A. Menjadikan Partai sebagai Mesin Kekuasaan Semata

Salah satu dampak negatif yang signifikan dari praktik dinasti politik adalah transformasi partai politik menjadi semata-mata mesin kekuasaan. Dalam konteks ini, partai tidak lagi menjalankan fungsi idealnya sebagai wadah rekruitmen kader berkompetensi, melainkan menjadi alat untuk memenuhi kepentingan kelompok keluarga yang menginginkan kelangsungan kekuasaan.

Rekruitmen dalam partai bukan lagi didasarkan pada meritokrasi, tetapi lebih cenderung pada popularitas dan kekayaan calon. Calon dari keluarga politik mendominasi, bahkan jika mereka tidak memenuhi kriteria kompetensi yang seharusnya menjadi prioritas dalam proses rekruitmen.

B. Terbatasnya Kesempatan untuk Kader Potensial

Dengan menjamurnya dinasti politik, kesempatan bagi kader potensial yang bukan berasal dari keluarga politik menjadi semakin terbatas. Dinasti politik menciptakan lingkaran tertutup kekuasaan di mana hanya keluarga atau individu yang memiliki ikatan darah dengan penguasa yang mendapatkan akses ke posisi penting dalam pemerintahan.

Hal ini merugikan bagi demokrasi karena menghambat sirkulasi kekuasaan dan menciptakan monopoli politik. Orang-orang yang memiliki kemampuan dan kapabilitas untuk memberikan kontribusi positif terhadap pemerintahan seringkali diabaikan karena tidak memiliki hubungan keluarga dengan penguasa yang berkuasa.

C. Sulitnya Mewujudkan Cita-cita Demokrasi

Praktik dinasti politik memberikan kontribusi signifikan terhadap kesulitan mewujudkan cita-cita demokrasi yang seharusnya mengutamakan prinsip kesetaraan dan keadilan. Dengan adanya dinasti politik, ruang partisipasi masyarakat umum yang memiliki potensi dan kompetensi untuk berkontribusi dalam proses demokratis menjadi semakin terbatas.

Demokrasi seharusnya memberikan peluang setara bagi setiap individu untuk ikut serta tanpa memandang latar belakang keluarga atau hubungan kekerabatan. Dinasti politik merusak esensi demokrasi dengan menciptakan kesenjangan dan membatasi keterlibatan masyarakat yang seharusnya menjadi pilar penting dalam proses pengambilan keputusan.

D. Risiko Korupsi dan Penyalahgunaan Kekuasaan

Dinasti politik juga membawa risiko tinggi terkait dengan korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Kondisi ini terjadi karena anggota keluarga yang terlibat dalam dinasti politik cenderung melihat kekuasaan sebagai milik pribadi atau kelompok tertentu, bukan sebagai amanah untuk melayani kepentingan masyarakat.

Dengan terbatasnya kontrol dan pertanggungjawaban, terbuka peluang untuk terjadinya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Keluarga yang menguasai berbagai posisi kunci dalam pemerintahan dapat dengan mudah memanfaatkan kekuasaan dan sumber daya negara untuk keuntungan pribadi, tanpa memperhatikan kebutuhan dan hak masyarakat umum.

Melalui pemahaman terhadap risiko ini, dapat disimpulkan bahwa dinasti politik tidak hanya mengancam integritas demokrasi, tetapi juga merugikan secara langsung rakyat yang seharusnya menjadi fokus utama dalam setiap sistem pemerintahan yang demokratis.

Perspektif Ahli: Dr. Lusi Andriyani, M.Si.

A. Dinasti Politik vs. Dinasti Politik

Dr. Lusi Andriyani, seorang ahli politik, membedakan antara “politik dinasti” dan “dinasti politik.” Politik dinasti mengacu pada kekuasaan politik yang dijalankan oleh sekelompok orang yang terkait dalam hubungan keluarga, di mana kekuasaan seringkali diwariskan dari generasi ke generasi. Sementara itu, dinasti politik merupakan konstruksi sengaja di mana kekuasaan hanya boleh dikuasai oleh satu keluarga tertentu.

B. Dampak Negatif dan Kritik Terhadap Dinasti Politik

Dalam pandangan Dr. Lusi Andriyani, dinasti politik lebih cenderung memiliki dampak negatif pada demokrasi. Hal ini disebabkan oleh upaya sengaja merekonstruksi kondisi keluarga untuk ditempatkan dalam kekuasaan tertentu demi kepentingan kelompoknya. Dampak negatif tersebut mencakup pembatasan peluang bagi individu non-dinasti untuk berpartisipasi aktif dalam pemerintahan.

Kritik juga ditujukan pada upaya memaksakan keluarga yang tidak memiliki kompetensi sesuai untuk melanggengkan kekuasaan. Dalam konteks ini, ketidaksesuaian kompetensi dapat merugikan tatanan demokrasi dan menciptakan ketidaksetaraan dalam persaingan politik.

C. Kondisi Demokrasi di Indonesia

Menurut Dr. Lusi, dinasti politik tumbuh subur di Indonesia karena beberapa faktor, termasuk tingginya ongkos politik dan budaya masyarakat. Demokrasi, yang seharusnya memberikan peluang setara, terkadang diwarnai oleh pemilik modal yang mencalonkan keluarganya. Kondisi ini menciptakan pemain dengan modal besar, baik ekonomi, intelektual, maupun jejaring, yang dapat mendominasi panggung politik.

Lusi menekankan bahwa melarang sepenuhnya praktik dinasti politik sulit dilakukan, tetapi tindakan pencegahan dapat diimplementasikan melalui pendidikan politik dan pembangunan budaya rasional. Masyarakat perlu memahami pentingnya aktif dalam proses politik dan memiliki pemahaman yang lebih baik tentang konsekuensi dari praktik dinasti politik terhadap demokrasi.

Legalitas dan Hak Politik

A. Argumen Mendukung Dinasti Politik

Dalam mendiskusikan legalitas dan hak politik terkait dinasti politik, sejumlah argumen mendukung praktik ini muncul, di antaranya:

  1. Kontinuitas Kepemimpinan: Dinasti politik dapat menyediakan kontinuitas dan stabilitas kepemimpinan karena pemimpin yang berasal dari satu keluarga dianggap mampu memahami visi dan kebijakan yang telah terwujud sebelumnya.
  2. Pengalaman yang Diteruskan: Anggota keluarga yang terlibat dalam politik seringkali membawa pengalaman dan pengetahuan dari generasi sebelumnya. Hal ini dianggap dapat menjadi nilai tambah dalam mengelola pemerintahan.

B. Hak Politik dan Kebebasan Memilih

Hak politik dan kebebasan memilih merupakan prinsip dasar demokrasi. Meskipun demikian, dalam konteks dinasti politik, beberapa pertimbangan perlu dipahami:

  1. Hak Setiap Warga Negara: Setiap warga negara memiliki hak untuk terlibat dalam proses politik, baik sebagai pemilih maupun calon. Dinasti politik, dalam kerangka ini, dapat dianggap sebagai manifestasi hak setiap individu untuk ikut serta dalam proses demokrasi.
  2. Pilihan Masyarakat: Hak memilih juga mencakup hak untuk memilih calon yang dianggap paling kompeten. Jika masyarakat memilih anggota dinasti karena melihat kompetensi dan kualifikasi, hal tersebut dapat dianggap sebagai ekspresi kebebasan memilih.

C. Pencegahan dan Intervensi dalam Dinasti Politik

Dalam mencegah dan mengatasi potensi negatif dinasti politik, beberapa langkah pencegahan dan intervensi dapat diimplementasikan:

  1. Regulasi yang Jelas: Perlu dibuat regulasi yang jelas terkait partisipasi anggota keluarga dalam politik. Hal ini untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan dan memastikan setiap individu bersaing dengan adil.
  2. Pendidikan Politik: Meningkatkan literasi politik masyarakat dapat menjadi langkah pencegahan. Dengan pemahaman yang lebih baik, masyarakat dapat lebih kritis dalam memilih pemimpin tanpa terpengaruh oleh faktor dinasti.
  3. Transparansi dan Akuntabilitas: Mewajibkan anggota dinasti untuk beroperasi secara transparan dan akuntabel dapat mengurangi risiko penyalahgunaan kekuasaan. Laporan keuangan dan keputusan politik harus terbuka untuk umum.

Budaya Politik dan Ongkos Politik

A. Peran Budaya dalam Tumbuhnya Dinasti Politik

  1. Sistem Patrimonial Tradisional: Budaya politik Indonesia yang memiliki akar sistem patrimonial tradisional turut memengaruhi tumbuhnya dinasti politik. Penghargaan terhadap ikatan keluarga dan keturunan cenderung mendorong pewarisan kekuasaan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
  2. Regenerasi Politik Berbasis Ikatan Genealogis: Sistem politik yang mengutamakan regenerasi berdasarkan ikatan genealogis menjadi bagian dari budaya politik. Pandangan ini memperkuat ide dinasti politik sebagai cara yang sah untuk melanjutkan tradisi politik keluarga.

B. Ongkos Politik sebagai Pendorong Dinasti Politik

  1. Biaya Politik yang Mahal: Ongkos politik yang tinggi dapat menjadi pendorong kuat untuk melibatkan anggota keluarga yang memiliki modal dalam dunia politik. Dinasti politik menjadi fenomena di mana pemilik modal, dari anak hingga keponakan, dapat mencalonkan diri karena mereka memiliki sumber daya finansial yang memadai.
  2. Modal Ekonomi, Intelektual, dan Jejaring: Dinasti politik tumbuh subur ketika pemain politik dari satu keluarga memiliki modal ekonomi, intelektual, dan jejaring yang kuat. Keberadaan sumber daya ini dapat menjadi keunggulan dalam menghadapi kompetisi politik.

C. Potensi Solusi untuk Mengatasi Dinasti Politik

  1. Pendidikan Politik yang Inklusif: Meningkatkan pendidikan politik yang inklusif dapat mengubah budaya politik masyarakat. Dengan pemahaman yang lebih baik tentang prinsip demokrasi, masyarakat dapat menjadi lebih kritis terhadap praktik dinasti politik.
  2. Batasan Ongkos Politik: Regulasi yang mengatur ongkos politik dapat membatasi pengaruh modal dalam dunia politik. Hal ini dapat membuka peluang bagi individu tanpa dukungan finansial yang besar untuk turut serta dalam arena politik.
  3. Promosi Kaderisasi yang Adil: Mendorong promosi kaderisasi yang adil di dalam partai politik dapat menjadi solusi. Proses seleksi dan perekrutan harus didasarkan pada kompetensi dan kualifikasi, bukan hanya pada ikatan keluarga.

Kesimpulan

A. Dinasti Politik sebagai Tantangan Demokrasi

Dinasti politik merupakan tantangan serius bagi demokrasi Indonesia. Dalam beberapa konteks, dinasti politik dapat memicu ketergantungan terhadap kekuasaan keluarga tertentu, menggeser fokus dari layanan publik ke kepentingan kelompok tertutup. Fenomena ini menimbulkan risiko merosotnya prinsip demokrasi yang seharusnya inklusif dan merata.

B. Langkah-langkah Membangun Demokrasi yang Sehat

  1. Peningkatan Kesadaran Politik: Memberdayakan masyarakat melalui peningkatan kesadaran politik dapat menjadi kunci untuk membangun demokrasi yang sehat. Masyarakat yang kritis dan terinformasi dapat menjadi garda terdepan dalam menyeimbangkan kekuasaan.
  2. Reformasi Pendidikan Politik: Mereformasi sistem pendidikan politik untuk mencakup nilai-nilai demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas dapat menciptakan generasi pemilih yang lebih cerdas dan kritis terhadap dinasti politik.
  3. Regulasi Ongkos Politik: Mengimplementasikan regulasi yang ketat terkait ongkos politik dapat mengurangi ketergantungan pada modal finansial. Hal ini dapat membuka pintu bagi kaderisasi yang lebih adil dan berbasis kompetensi.

C. Harapan untuk Masa Depan Politik Indonesia

Menghadapi dinasti politik, harapan untuk masa depan politik Indonesia terletak pada komitmen bersama untuk menjaga integritas demokrasi. Diperlukan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat, penyelenggaraan pemilu yang transparan, dan reformasi kebijakan yang mendukung prinsip demokrasi.

Dengan langkah-langkah ini, diharapkan Indonesia dapat membangun fondasi politik yang kuat, mengurangi dampak negatif dinasti politik, dan melangkah menuju sistem demokrasi yang lebih berkelanjutan dan inklusif. Melibatkan berbagai pihak dalam perubahan positif ini akan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik dalam menjaga kesehatan demokrasi di masa depan.

41820122-Azis Rahadianur
Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Komputer Indonesia

--

--