Hasil Deteksi Pohon Kelapa Sawit Pada Foto Udara Dengan Memanfaatkan ArcGIS Deep Learning Tools

badi hariadi
12 min readJul 19, 2021

Penyusun: Badi Hariadi & Tri Haryo Sagoro

English Version

Summary

Semakin sulitnya untuk melakukan ekstensifikasi pertanian karena ketatnya aturan pembukaan perkebunan kelapa sawit baru, menyebabkan perlu dilakukannya program intensifikasi pertanian. Salah satunya adalah menerapkan praktek manajemen terbaik untuk meningkatkan produksi dan profit di dalam bisnis perkebunan. Tepat sasaran dalam mengalokasikan biaya dan anggaran merupakan salah satu bentuk praktek manajemen terbaik pada suatu perkebunan kelapa sawit. Melakukan sensus pohon kelapa sawit secara teliti dan akurat, kemudian menggunakan data tersebut merupakan salah satu cara untuk mendukung praktek manajemen terbaik tersebut.

Metode evaluasi yang digunakan adalah confusion matrix. Hasil deteksi menggunakan deep learning tools pada perangkat lunak ArcGIS Pro dengan algoritma YOLOv3 dengan 1 kelas data, yaitu ‘Oil Palm’, dengan nama model: OPDetectionModel_Res10cm_YOLOv3_v11_Stage1_scorexxxx.dlpk, pada foto udara RGB yang diambil menggunakan UAV, diperoleh nilai rata-rata Akurasi prediksi sebesar 94,6%; nilai rata-rata Presisi sebesar 99,7%; dan nilai rata-rata Sensitivitas sebesar 94,9%.

Model deep learning yang digunakan pada tulisan ini mendapatkan hasil yang cukup baik, sehingga diharapkan bisa mempercepat proses sensus pohon kelapa sawit dan juga dapat menyajikan data perhitungan pohon kelapa sawit dengan akurasi dan presisi yang tinggi.

Pendahuluan

Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas hasil perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia karena kemampuannya menghasilkan minyak nabati yang banyak dibutuhkan oleh sektor industri. Pada tahun 2018, luas areal perkebunan kelapa sawit sebesar 14,33 juta hektar dengan produksi mencapai 42,9 juta ton. Peningkatan luas dan produksi tahun 2018 dibanding tahun-tahun sebelumnya disebabkan peningkatan cakupan administratur perusahaan kelapa sawit. Selanjutnya diperkirakan pada tahun 2019, luas areal perkebunan kelapa sawit meningkat sebesar 1,88 persen menjadi 14,60 juta hektar dengan peningkatan produksi CPO sebesar 12,92 persen menjadi 48,42 juta ton (BPS, 2019).

Berdasarkan data resmi Pemerintah Indonesia yang dirilis oleh Kementerian Pertanian berdasarkan SK №833/KPTS/SR.020/M/12/2019 tentang Penetapan Luas Kelapa Sawit Indonesia Tahun 2019, menyebutkan angka sebesar 16.381.959 ha sebagai luas total total tutupan sawit Indonesia (WWF-Indonesia, 2020).

Dalam Perpres No 44 Tahun 2020 tersebut dinyatakan bahwa revisi prinsip dan kriteria ISPO 2015 akan diterbitkan dalam kurun waktu sebulan setelah terbit Perpres tersebut, yang memberikan harapan agar standar yang baru bisa lebih mengakomodir prinsip-kriteria intensifikasi, mencegah ekstensifikasi kebun baru, prinsip kriteria transparansi dan ketegasan hukum, prinsip kriteria perlindungan konservasi ditingkat tapak (WWF-Indonesia, 2020).

Semakin sulitnya untuk melakukan ekstensifikasi pertanian karena ketatnya aturan pembangunan perkebunan kelapa sawit berkelanjutan, menyebabkan perlu dilakukannya program intensifikasi pertanian. Salah satunya adalah menerapkan praktek manajemen terbaik untuk meningkatkan produksi dan profit di dalam bisnis perkebunan. Tepat sasaran dalam mengalokasikan biaya dan anggaran merupakan salah satu bentuk praktek manajemen terbaik pada suatu perkebunan kelapa sawit.

Program intensifikasi dilakukan untuk meningkatkan kinerja tanaman dengan salah satunya adalah pengelolaan blok yang baik. Blok dengan kinerja yang baik adalah blok yang tidak mengalami kesenjangan antara target produksi dengan realisasi, sementara blok dengan kinerja kurang baik adalah blok yang mengalami kesenjangan antara target produksi dengan realisasi. Salah satu masalah yang menjadi penyebab kesenjangan produksi adalah kondisi tanaman, diantaranya jumlah pohon kelapa sawit per hektar yang rendah (Siahaan & Wijaya, 2020).

Tidak tercapainya potensi produksi tersebut salah satunya dapat disebabkan karena tanaman yang ada dalam suatu luasan tidak seluruhnya merupakan pokok yang produktif, tetapi ada kemungkinan pokok tersebut adalah pokok abnormal, mati bahkan kosong (tidak terdapat tanaman). Oleh karena itu, dilakukanlah kegiatan penyisipan terhadap pokok non produktif maupun titik kosong yang dilaksanakan berdasarkan hasil kegiatan sensus pokok, dan untuk mendapatkan data tanaman yang akurat sesuai dengan kondisi real di lapangan, perlu dilakukan kegiatan sensus pokok secara teliti (Madusari, Sibatuara, & Purwandi, 2014).

Salah satu manfaat hasil sensus pokok yaitu sebagai dasar perhitungan kebutuhan pupuk. Agar biaya pemupukan yang dikeluarkan dapat efektif dan efisien, maka perlu dilakukan kegiatan sensus pokok secara teliti, sehingga dapat menghasilkan data yang akurat (Madusari, Sibatuara, & Purwandi, 2014).

Biaya pemupukan merupakan salah satu variabel biaya yang dikeluarkan pada tiap pohon kelapa sawit, di mana biaya pemupukan dapat mencapai 60% dari total biaya perawatan (Panggabean, Sihombing, & Salmiah, 2013). Selain pemupukan, yang termasuk biaya perawatan meliputi rawat gawangan, pruning, serta pengendalian hama dan penyakit tanaman. Oleh karena itu, angka nyata jumlah pohon di dalam suatu blok penting untuk diketahui agar tidak terjadi pemborosan biaya dan biaya yang dikeluarkan tepat sasaran.

Standar saat ini untuk memonitor jumlah pohon kelapa sawit, diantaranya adalah mengerahkan pekerja untuk melakukan perhitungan secara langsung di lapangan atau menghitung secara manual dari foto udara. Informasi jumlah pohon kelapa sawit merupakan faktor kunci bagi manajemen dan pengawasan perkebunan kelapa sawit, untuk mendapatkan angka yield prediction (Daliman, Abu-Bakar, & Nor Azam, 2016).

Selain metode di atas, metode lain yang dapat digunakan untuk mendapatkan angka nyata jumlah pohon kelapa sawit di dalam suatu blok perkebunan kelapa sawit adalah metode penghitungan pohon kelapa sawit secara otomatis dari foto udara yang diambil menggunakan wahana UAV atau Unmanned Aerial Vehicle atau Pesawat Udara Tanpa Awak menggunakan leep learning tools pada perangkat lunak ArcGIS Pro. Otomatisasi ini dapat menggantikan perhitungan secara manual di lapangan yang membutuhkan waktu yang lama dalam pelaksanaannya.

Tulisan ini disusun dengan tujuan untuk memberikan informasi tentang pemanfaatan perangkat lunak ArcGIS Pro, yaitu untuk mendeteksi pohon kelapa sawit pada foto udara yang diambil menggunakan UAV. Pada tulisan ini juga akan diinfokan mengenai kinerja model deep learning yang menerapkan arsitektur YOLOv3. Deep learning merupakan sebuah metode pembelajaran terhadap data yang bertujuan untuk membuat representasi (abstraksi) data secara bertingkat menggunakan sejumlah layer pengolahan data (Heryadi & Irwansyah, 2020).

Perangkat lunak ArcGIS Pro merupakan sebuah perangkat lunak Sistem Informasi Geografis yang memiliki fungsi deep learning. Sementara UAV atau Unmanned Aerial Vehicle merupakan wahana pesawat udara tanpa awak yang dilengkapi kamera untuk mengambil foto udara di area perkebunan kelapa sawit. Perangkat lunak ArcGIS Pro mempunyai deep learning tools yang dapat digunakan untuk membantu menghitung kelapa sawit dari foto udara UAV dengan mudah dan cepat. Algoritma yang digunakan untuk membangun model deteksi pohon kelapa sawit adalah algoritma YOLOv3 dengan 1 kelas data, yaitu ‘Oil Palm’. Model yang digunakan adalah model yang sudah dijadikan dalam bentuk paket yang dengan nama model: OPDetectionModel_Res10cm_YOLOv3_v11_Stage1_scorexxxx.dlpk.

Sampel yang digunakan sebagai bahan kajian pada tulisan ini dibedakan berdasarkan jenis kamera yang digunakan pada saat pengambilan foto udara, pada waktu yang berlainan, ukuran kanopi/ umur pohon kelapa sawit yang berbeda, dan lokasi yang berbeda. Selain itu, model ini juga diujicoba untuk mendeteksi pohon kelapa sawit pada area yang berbukit dan bersemak-semak.

Metode evaluasi yang digunakan adalah menggunakan metode confusion matrix, yang merepresentasikan prediksi dan kondisi sebenarnya (aktual) dari data yang dihasilkan oleh algoritma Machine Leaning. Berdasarkan confusion matrix, kita bisa menentukan Accuracy, Precision, Recall, dan Specificity (Arthana, 2019).

Bahan dan Metode

Bahan yang digunakan adalah foto udara RGB resolusi 10 cm perkebunan kelapa sawit yang diperoleh dari UAV menggunakan beberapa jenis kamera, diantaranya adalah kamera Canon S100, kamera Sony A5000, kamera Sony A5100, kamera Sony RX100M3, kamera DJI Phantom 3 Pro, kamera DJI Phantom 4, kamera DJI Phantom 4 Pro, dan kamera DJI Mavic 2 Pro.

Foto udara dilakukan tidak dalam satu waktu dan satu tempat, melainkan merupakan arsip foto udara dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2021 dengan sampel dataset dari sawit belum menghasilkan sampai dengan sawit yang sudah menghasilkan, kondisi pohon kelapa sawit yang terawat dan tidak terawat, pada berbagai macam topografi. Cuplikan beberapa foto udara yang digunakan berukuran 4 Ha (200m x 200m).

Spesifikasi komputer yang digunakan untuk melakukan deteksi pohon kelapa sawit ini adalah Notebook HP ProBook dengan spesifikasi prosesor Intel i7–7500 CPU; 8GB RAM; dan OS Windows10 Pro 64bit; tanpa GPU.

Perangkat lunak yang digunakan untuk melakukan deteksi pohon kelapa sawit adalah perangkat lunak ArcGIS Pro versi 2.7 yang sudah di-install Deep Learning Framework. Cara instalasi deep learning framework mengikuti tutorial pada link ini.

Deep learning tools yang digunakan adalah Detect Objects Using Deep Learning dengan parameter padding=56; threshold=0.1; nms_overlap=0.5; batchsize=4; exclude_pad_detections=true; Non Maximum Suppression=dipilih; dan Max Overlap Ratio=0.5.

Paket model algoritma deep learning yang digunakan pada perangkat lunak ArcGIS Pro adalah OPDetectionModel_Res10cm_YOLOv3_v11_Stage1_scorexxxx.dlpk yang dibuat oleh penulis. Arsitektur model deep learning yang digunakan adalah YOLOv3. Training data dilakukan dengan menggunakan sampel dataset berukuran 448x448 piksel, dengan ukuran stride 112 piksel dengan jumlah sampel sebanyak ±100.000 sampel. Dari ±100.000 sampel tersebut, 10% digunakan sebagai validation dataset dan 90% digunakan sebagai training dataset.

Metode evaluasi yang digunakan untuk menghitung Akurasi dan Presisi adalah metode confusion matrix (Narkhede, 2018). Kelapa Sawit yang terdeteksi sebagai True Positive; rimbunan kelapa sawit, semak, pohon kelapa, dan lain-lain yang terdeteksi sebagai kelapa sawit sebagai False Positive; sementara pohon kelapa sawit yang tidak terdeteksi sebagai False Negative. Rumus yang digunakan adalah:

Akurasi (accuracy) = (TP + TN ) / (TP+FP+FN+TN)

Presisi (precission) = (TP) / (TP+FP)

Sensitivitas (Recall) = (TP) / (TP+FN)

Akurasi adalah rasio antara jumlah sampel yang diklasifikasikan sebagai benar positif (True Positive) dengan jumlah keseluruhan sampel (Chicco & Jurman, 2020). Sementara presisi merupakan rasio prediksi benar positif (true positive) dengan keseluruhan sampel yang diprediksi positif (True Positive dan False Positive). Sedangkan recall atau sensitivitas adalah dari semua kelas positif, berapa yang diprediksi dengan benar (Ghoneim, 2019).

Hasil dan Pembahasan

Gambar di bawah ini bukan menunjukkan color composite, akan tetapi menunjukkan lingkaran kanopi pohon kelapa sawit yang diberi warna untuk merepresentasikan kelas obyek. Besar kecilnya lingkaran menggunakan pendekatan ukuran kanopi pohon kelapa sawit yang datanya diperoleh juga dari proses deep learning yang dijalankan. Jumlah sampel foto udara yang digunakan adalah sebanyak 46 foto udara.

Pada gambar di bawah, lingkaran dengan warna-warna digunakan untuk merepresentasikan obyek-obyek berikut ini:

· Lingkaran warna merah (TP/ True Positive) merupakan pohon kelapa sawit yang terdeteksi secara otomatis oleh model deep learning;

· Lingkaran warna biru (FN/ False Negative) merupakan manual dijitasi untuk pohon kelapa sawit yang belum terdeteksi secara otomatis oleh model deep learning; dan

· Lingkaran warna kuning (FP/ False Positive) merupakan kesalahan deteksi (kesalahan dapat berupa semak yang terdeteksi sebagai pohon kelapa sawit, pisang yang terdeteksi sebagai pohon kelapa sawit, ataupun pohon kelapa yang terdeteksi sebagai pohon kelapa sawit, dan sebagainya).

Istilah TP, FN dan FP digunakan untuk menilai kinerja menggunakan metode confusion matrix.

Pola tanam dan usia tanam kelapa sawit yang digunakan sebagai sampel juga beragam. Hal ini dimaksudkan untuk menilai kinerja model deep learning tersebut pada berbagai macam karakteristik pola tanam kelapa sawit.

Gambar 1. Legenda untuk merepresentasikan obyek-obyek pada gambar selanjutnya

Dengan menggunakan rumus confusion matrix, diperoleh rata-rata rasio dari sampel yang digunakan. Tabel di bawah ini menunjukkan performance ratio dari masing-masing sampel sesuai gambar di atas.

Dari gambar dan tabel di atas, diperoleh hasil ujicoba deteksi pohon kelapa sawit menggunakan model deep learning dengan nilai statistik seperti berikut ini:

Dengan mengambil contoh nilai rata-rata (average) statistik di atas dapat dibaca seperti berikut ini:

(angka 1000 (seribu) adalah angka permisalan untuk mempermudah menggambarkan nilai dalam angka)

· Nilai rata-rata akurasi (accuracy) adalah sebesar 94,6%, artinya: dari 1000 pohon kelapa sawit yang ada di dalam cuplikan gambar foto udara, terdapat 946 pohon kelapa sawit yang benar terdeteksi sebagai pohon kelapa sawit, dan 54 sisanya merupakan kesalahan prediksi obyek bukan pohon kelapa sawit yang terdeteksi sebagai sawit dan kesalahan adanya pohon kelapa sawit yang tidak terdeteksi.

· Nilai rata-rata presisi (precision) adalah sebesar 99,7%, artinya: dari 1000 pohon kelapa sawit yang diprediksi sebagai pohon kelapa sawit, hanya 3 obyek yang salah deteksi sebagai pohon kelapa sawit.

· Nilai rata-rata sensitifitas (recall) adalah sebesar 94,9%, artinya: dari 1000 pohon kelapa sawit yang ada di dalam cuplikan gambar foto udara, terdapat 51 pohon kelapa sawit yang tidak terdeteksi. Atau dengan kata lain, proses manual dijitasi dari total 1000 pohon kelapa sawit adalah sebanyak 51 pohon (949 terdeteksi secara otomatis dan 51 pohon didijitasi secara manual).

Kesimpulan

Berdasarkan metode evaluasi confusion matrix, hasil deteksi menggunakan deep learning tools pada perangkat lunak ArcGIS Pro dengan algoritma YOLOv3 dengan 1 kelas data, yaitu ‘Oil Palm’, dengan nama model: OPDetectionModel_Res10cm_YOLOv3_v11_Stage1_scorexxxx.dlpk, pada foto udara RGB yang diambil menggunakan UAV, diperoleh nilai rata-rata Akurasi prediksi sebesar 94,6%; nilai rata-rata Presisi sebesar 99,7%; dan nilai rata-rata Sensitivitas sebesar 94,9%.

Dari angka-angka statistik di atas, kinerja model deep learning yang digunakan juga sudah cukup baik untuk digunakan dan dijalankan di berbagai macam karakteristik pola tanam dan ukuran kanopi pohon kelapa sawit. Sensitifitas terendah (recall minimum) adalah sebesar 84%, artinya ketika harus melakukan dijitasi secara manual, dijitasi secara manual yang dilakukan tidak lebih dari 16% dari total pohon kelapa sawit.

Dengan menggunakan model deep learning ini, diharapkan bisa mempercepat proses dijitasi pohon kelapa sawit dari foto udara RGB yang diambil menggunakan UAV, dan juga dapat menyajikan data perhitungan pohon kelapa sawit dengan akurasi dan presisi yang tinggi.

Saran

Untuk memastikan bahwa model ini dapat digunakan untuk semua jenis sampel foto udara RGB resolusi 10 cm, maka perlu dilakukan ujicoba dengan arsip sampel foto udara lain di luar sampel-sampel yang digunakan pada tulisan ini.

Referensi

Arthana, R. (2019, April 5). Mengenal Accuracy, Precision, Recall dan Specificity serta yang diprioritaskan dalam Machine Learning. July 13, 2021, dari Medium: https://rey1024.medium.com/mengenal-accuracy-precission-recall-dan-specificity-serta-yang-diprioritaskan-b79ff4d77de8

BPS. (2019). Statistik Kelapa Sawit Indonesia 2019. (S. S. Perkebunan, Ed.) Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Chicco, D., & Jurman, G. (2020). The Advantage of the Matthews Correlation Coefficient (MCC) Over F1-Score and Accuracy in Binary Classification Evaluation. Diakses pada July 13, 2021, dari NCBI: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC6941312/

Daliman, S., Abu-Bakar, S., & Nor Azam, S. (2016, April 13–14). Development Of Young Oil Palm Tree Recognition Using Haarbased Rectangular Windows. 8th IGRSM International Conference and Exhibition on Remote Sensing & GIS (IGRSM 2016), 37. Diakses pada July 15, 2021, dari https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/37/1/012041

Ghoneim, S. (2019, April 2). Accuracy, Recall, Precision, F-Score & Specificity, which to optimize on? Diakses pada July 13, 2021, dari towards data science: https://towardsdatascience.com/accuracy-recall-precision-f-score-specificity-which-to-optimize-on-867d3f11124

Heryadi, Y., & Irwansyah, E. (2020). Deep Learning Dan Aplikasinya Di Bidang Informasi Geospasial. Depok: PT. Artifisia Wahana Informa Teknologi.

Madusari, S., Sibatuara, W., & Purwandi, H. (2014, November 3). Perbandingan Metode Sensus Pokok Tanaman Kelapa Sawit Menggunakan Staplecard dan GPS pada Tanaman Menghasilkan Pertama (Studi kasus di PT Citra Sawit Lestari, Kalimantan Utara). Jurnal Citra Widya Edukasi, 6, 45–52. Diakses pada Juli 15, 2021, dari https://journal.cwe.ac.id/index.php/jurnal_citrawidyaedukasi/article/view/127

Narkhede, S. (2018, May 9). Understanding Confusion Matrix. Diakses pada July 13, 2021, dari towards data science: https://towardsdatascience.com/understanding-confusion-matrix-a9ad42dcfd62

Panggabean, R. M., Sihombing, L., & Salmiah. (2013, October). Analisis Pengaruh Biaya Pemeliharaan terhadap Pendapatan Agribisnis Kelapa Sawit (Kasus: Desa Pangkatan, Kecamatan Pangkatan, Kabupaten Labuhan Batu). Neliti, -. Diakses pada July 8, 2021, dari https://www.neliti.com/publications/15133/analisis-pengaruh-biaya-pemeliharaan-terhadap-pendapatan-agribisnis-kelapa-sawit

Siahaan, M., & Wijaya, H. (2020, Juni). Strategi Peningkatan Produktivitas Tanaman Kelapa Sawit Melalui Pendekatan Manajemen Blok Di Perkebunan Kelapa Sawit Skala Luas. Jurnal Agro Estate, 4. doi:https://doi.org/10.47199/jae.v4i1.117

WWF-Indonesia. (2020, April 16). Pernyataan Resmi Posisi Wwf-Indonesia Terhadap Perpres Nomor 44 Tahun 2020. Diakses pada 07 15, 2021, dari WWF: https://www.wwf.id/publikasi/pernyataan-resmi-posisi-wwf-indonesia-terhadap-perpres-nomor-44-tahun-2020

--

--

badi hariadi

GIS Assistant Manager di Wilmar International Plantation, perkebunan kelapa sawit, wilayah operasional di Indonesia.