Otomasi Pekerjaan: Haruskah Kita Khawatir?

Balya Sulistiyono
4 min readFeb 28, 2019

--

Disclaimer: Seseorang berkomentar tentang tulisan saya ini. Katanya, “Aku tidak merasa pertanyaan yang ada di judul tidak terjawab.” Yah, sebenarnya bisa dibilang begitu. Semua yang saya tulis di sini masih terbuka untuk interpretasi dan hanya sebuah perspektif. Haruskah kita khawatir? Haruskah kamu khawatir? Kamu jawab sendiri.

Ide objek tak bergerak yang kemudian hidup dan memiliki kecerdasan sudah ada sejak zaman Yunani kuno. Dahulu, orang Yunani percaya mitos bahwa Hephaestus menciptakan sebuah robot patung perunggu bernama Talos yang bertugas melindungi Pulau Krete dari bajak laut. Kemampuan Talos dalam bertarung dan mendeteksi musuh tentunya dirasa tidak mungkin. Akan tetapi, kini kecerdasan buatan pada objek-objek tak bergerak bukan lagi sekadar mitos. Kecerdasan itu sudah diterapkan dan dikembangkan, salah satunya pada cabang pembelajaran mesin.

Pembelajaran mesin sudah dikembangkan sejak lama dan kini sudah berada pada tahap penerapan yang praktis. Pada tahun 1952 saja Arthur Samuel sudah menulis program pembelajaran komputer pertama. Pembelajaran mesin sendiri diartikan sebagai subbagian intelegensia buatan yang memungkinkan komputer belajar sendiri dengan data dan informasi yang diberikan. Pembelajaran tersebut kemudian didekati dengan model-model matematika — kebanyakan dengan aljabar linear dan matriks.

Pemanfaatan pembelajaran mesin sudah sangat beragam. Bahkan, kita sudah terbiasa dengan sistem cerdas seperti ini sejak kita bangun tidur sampai tidur kembali. Begitu kita bangun tidur, kita melihat topik berita menarik dari Google. Setelah itu, kita terpapar iklan dari merek favorit ketika memeriksa Instagram. Lalu, kita lari pagi dan mendapatkan nasihat diet oleh Fitbit sambil menyuruh Siri untuk memainkan lagu dari daftar main Discover Weekly yang disusun oleh Spotify. Peran rekomendasi dan kemampuan memproses bahasa alami manusia ini merupakan peran pembelajaran mesin.

Pembelajaran mesin seperti ini dapat memberikan banyak keuntungan bagi manusia. Untuk pemilik bisnis dari sisi pemasaran misalnya, pembelajaran mesin bisa saja dimanfaatkan untuk mencari segmentasi pasar pengguna suatu layanan. Sementara itu, bagi masyarakat umum dalam hal investasi, pembelajaran mesin bisa dipakai untuk mencari tempat investasi yang mampu memberikan keuntungan paling tinggi. Masih banyak manfaat-manfaat lain yang bisa ditarik dari penerapan pembelajaran mesin ini.

Meskipun begitu, otomasi seperti ini seolah-olah menghilangkan peran-peran manusia. Pekerjaan manusia seperti akan diambil oleh otomasi mesin seperti ini. Pertanyaan terpenting yang harus mulai ditanyakan adalah: Apakah kita harus khawatir dengan otomasi proses bisnis?

Teori Cincin-O

Pesawat Challenger yang gagal meluncur karena malfungsi cincin-O

Pada tahun 1993, Michael Kremer menawarkan sudut pandang menarik tentang pertumbuhan ekonomi yang dapat menjelaskan perebutan lahan pekerjaan ini. Pada saat itu, Kremer memformulasikan teori cincin-O. Teori cincin-O ini menyatakan bahwa produksi suatu barang atau layanan terdiri atas banyak aktivitas. Aktivitas-aktivitas ini semuanya harus dilakukan dengan baik sehingga barang atau layanan bisa bernilai tinggi. Nama “cincin-O” sendiri diambil dari kejadian kecelakaan wahana angkasa Challenger yang meledak karena salah satu komponennya, cincin-O, gagal berfungsi dengan baik.

Suatu proses bisnis atau suatu pekerjaan, bisa saja terdiri atas banyak aktivitas. Peran pembelajaran mesin mungkin hanya menggantikan salah satu aktivitas tersebut. Misalnya saja, sebuah mesin ATM tidak bisa menggantikan penuh peran kasir bank. Di Amerika, misalnya, jumlah kasir bank meningkat dari 300.000 orang pada tahun 1970 menjadi 600.000 orang pada tahun 2010. Meskipun alasan utama peningkatan ini adalah diizinkannya bank untuk membuat kantor cabang — yang menyebabkan diperlukannya kasir-kasir baru — ada alasan lain yang menyebabkan pekerjaan kasir bank tidak akan hilang dalam waktu dekat. Peran kasir bank yang tadinya berkutat di tarik-dan-deposit uang, kini berubah menjadi agen pemasaran dan pihak yang menyelesaikan masalah nasabah bank yang lebih terpersonalisasi. Mesin ATM belum mampu melakukan hal ini. Selain itu, ada alasan lain pekerjaan kasir bank tidak akan hilang dalam waktu dekat. Wells Fargo menyatakan bahwa hal yang tidak bisa dilakukan intelegensia buatan adalah sentuhan manusia.

Berdasarkan kasus tersebut, dapat dilihat pula munculnya isu baru. Bergantinya peran kasir bank tentunya akan menyebabkan dibutuhkannya keahlian-keahlian baru yang harus manusia pelajari, yang mesin belum bisa lakukan. Tentunya, keahlian-keahlian ini bersifat lebih spesifik dan sulit untuk dipelajari. Dengan begini, akan muncul sebuah gap pada keahlian pekerjaan. Pekerjaan yang membutuhkan keahlian “menengah” dan “rendah” akan terus berkurang karena bisa diotomasi, sementara kebutuhan akan pekerja dengan keahlian “tinggi” terus meningkat. Padahal, mungkin saja tidak semua orang mampu mempelajari keahlian-keahlian “tinggi” tersebut.

Tentu saja, tidak semua pekerjaan akan sama seperti kasir bank. Akan ada pekerjaan-pekerjaan yang digantikan menyeluruh oleh otomasi proses bisnis dengan pembelajaran mesin seperti ini. David Muhlbaum dari Kiplinger merangkum beberapa pekerjaan yang akan hilang dan digantikan oleh robot dalam waktu dekat. Muhlbaum menyebutkan bahwa pekerjaan-pekerjaan tersebut antara lain pegawai toko, analis data, pekerja restoran cepat saji, pengemudi truk, pengemudi kendaraan antar-jemput, pengirim paket, pegawai keamanan, dan tentara baris depan. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Frey dan Osborne pada tahun 2013 menujukkan bahwa 47 persen pekerjaan di Amerika Serikat akan digantikan oleh mesin.

Sekarang, setiap-setiap dari kita harus mulai mempersiapkan diri untuk menghadapi era otomasi dengan kecerdasan buatan dengan menemukan hal-hal yang mungkin belum bisa robot lakukan dengan baik. Bernard Marr menuliskan di Forbes bahwa ada tujuh keahlian yang belum bisa kecerdasan buatan lakukan. Keahlian tersebut misalnya empati dan komunikasi, pemikiran kritis, kreativitas, strategi, pengelolaan teknologi, keahlian fisik manusia seperti kerajinan tangan dan berolah raga, dan imajinasi dan visi.

Masih ada banyak ruang untuk manusia dalam dunia yang nantinya akan serba otomatis ini. Kita bisa memilih untuk menjadi manusia yang lebih manusia daripada robot-robot otomatis itu. Bahkan lebih baik lagi, kita bisa bekerja sama dengan robot-robot otomatis itu, membangun masa depan untuk dunia yang jauh lebih baik.

--

--