Ben Krisaji
4 min readJan 20, 2023

Belajar dari Fenomena Mixue, Subway dan Mie Gacoan

Masyarakat di kawasan Asia Timur hingga Asia Tenggara tentunya sudah tidak begitu asing dengan salah satu brand ice cream and tea asal negeri bambu ini, apalagi kalau bukan Mixue.

Apa itu Mixue?

Mixue adalah nama brand dari PT Zhisheng Pasific Trading yang menawarkan berbagai varian ice cream and tea dengan harga yang terjangkau. Keterjangkauan harga dan berbagai varian rasanya, membuat masyarakat jatuh cinta pada Mixue.

Hingga kini, Mixue telah memiliki lebih dari 20.000 gerai yang tersebar di seluruh wilayah Asia. Banyak sekali, bukan?

Harga Produk Terjangkau

Rendahnya harga yang diberikan oleh Mixue membuat produk ice cream and tea ini laku keras di pasaran. Mixue sendiri menargetkan Trading Area sebagai target marketnya.

Trading Area merupakan wilayah yang padat penduduk dengan klasifikasi penghasilan di tingkat menengah ke bawah.

Spesifikasi produk yang bertemu dengan target pasar yang sesuai, tentunya menghasilkan angka penjualan yang baik dengan potensi pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan.

Supply Chain Control

Usut punya usut, strategi yang digunakan Mixue untuk memberikan harga yang sangat murah kepada para pelanggannya adalah dengan memaksimalkan rantai pasok (supply chain).

Mixue menekan berbagai biaya operasional tambahan untuk menciptakan harga produk yang terjangkau.

Mixue pun menguasai rantai pasok produk mereka sendiri, mulai dari pasokan bahan baku yang dikelola sendiri, produksi produk dengan pabrik dan alat pribadi, distribusi dengan armada pribadi, hingga warehouse yang dimiliki secara pribadi. Tidak mengandalkan pihak ketiga atau partnership atau vendor.

Penguasaan rantai pasok yang menyeluruh ini nyatanya mampu menekan biaya operasional dan menghasilkan harga yang murah untuk produk akhirnya (Mixue Ice Cream and Tea).

Model Franchise Mixue

Di samping itu, untuk melakukan ekspansi bisnis, Mixue menawarkan model bisnis yang kini sedang digandrungi masyarakat; bisnis waralaba atau franchise.

Model bisnis ini menawarkan berbagai kemudahan dalam membuka usaha, mulai dari penggunaan nama brand, strategi pemasaran, lokasi, bahan-bahan, pembangunan gerai, hingga tenaga kerja, semuanya diberikan oleh PT Zhisheng Pacific Trading.

Popularitas, rasa, dan harga product Mixue inilah yang menjadi daya tarik investor untuk menginvestasikan uang mereka dengan berbisnis waralaba Mixue.

Awal Mula Masalah

Tingginya potential penjualan Mixue membuat para investor berlomba-lomba untuk berinvestasi melalui bisnis waralabanya.

Bermacam gerai pun dibuka di berbagai daerah, mulai dari kota dengan hiruk pikuk penduduknya, hingga ke wilayah perbatasan dengan target masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah.

Alhasil, pembukaan gerai walaba Mixue secara masif ini berhasil menjadikan Mixue sebagai salah satu bisnis dengan gerai terbanyak di Indonesia — bahkan hampir menandingi restoran cepat saji, KFC.

Kejenuhan Pasar

Maraknya pembukaan gerai Mixue secara masif tanpa mempertimbangkan aspek spasial (lokasi) dapat memicu kejenuhan pasar.

Bayangkan saja, di wilayah Cengkareng, Jakarta Barat, kita dapat menjumpai 13 Mixue hanya dalam waktu 5 menit berjalan.

Kejenuhan pasar merupakan kondisi dimana pasar telah mencapai titik jenuh — permintaan pasar akan suatu barang telah mencapai puncaknya, dan bahkan supply yang ada telah melebihi demand.

Kejenuhan pasar juga dapat menjadi dampak nyata dari efek psikologis manusia.

Ketika manusia terlalu sering melihat atau menjumpai brand suatu produk, maka setidaknya terdapat 2 hal yang dapat diperoleh;

  1. Brand Awareness

Ketika otak manusia melihat sesuatu secara berulang atau sering, maka secara otomatis, keberulangan tersebut akan tertanam dalam otak dan meningkatkan intensitas awareness. Dengan dibukanya berbagai gerai Mixue pada jarak yang berdekatan, maka Mixue dapat meningkatkan brand awareness nya di mata publik.

2. Kejenuhan Psikologis

Selain dampak positif dari meningkatnya brand awareness, pembukaan gerai Mixue yang masif ini dapat menimbulkan kesan ‘bosan' atau ‘jenuh' terhadap suatu produk.

Masyarakat dapat merasa bahwa mereka telah berada di tahap ‘sering’ menjumpai produk Mixue dan menimbulkan rasa jenuh.

Kejenuhan psikologis itulah yang dapat memicu kejenuhan pasar (saturated market).

Lebih buruknya lagi, kejenuhan pasar yang terjadi dapat memicu penurunan penjualan produk — sama halnya dengan yang terjadi pada bisnis waralaba Subway.

Belajar dari Kasus Waralaba Subway

Kekhawatiran akan ‘kejenuhan pasar' yang saya tulis ini bukan semata-mata istilah belaka.

Sebelumnya, bisnis waralaba Subway (salah satu gerai masakan cepat saji yang menawarkan Sandwich, dsb) telah mengalami kejenuhan pasar.

Sama halnya dengan Mixue, fenomena pembukaan gerai secara masif telah dialami oleh Subway di Amerika (saya lupa waktu tepatnya).

Gerai Subway yang dibuka secara berdekatan tanpa memperhatikan aspek lokasi (spasial) dan jarak antar gerai membuat masyarakat menjadi jenuh kala itu.

Mereka dapat menjumpai gerai Subway dalam jarak dan waktu yang berdekatan.

Bahkan fenomena saturated market ini menyebabkan Subway sempat ‘bangkrut’ dan menutup sebagian besar gerai mereka.

Belajar dari Mie Gacoan

Oh ya, pembukaan gerai produk yang sama dengan jarak yang berdekatan dapat meningkatkan potensi market share.

Market Share atau pembagian pasar memungkinkan menurunnya pendapatan gerai-gerai yang berdekatan.

Mungkin ini adalah satu alasan mengapa Mie Gacoan tidak mau membuka resto dalam jarak yang berdekatan — Padahal dalam satu gerai saja, kita dapat antre hingga berjam-jam.

Mie Gacoan tidak mau meningkatkan market share ini. Mie Gacoan lebih memilih untuk meningkatkan konsentrasi pasar dalam satu gerai dan memperluas jangkauan pasarnya (market scope).

Kesimpulan

Apakah pembukaan gerai Mixue di wilayah Jabodetabek telah mempertimbangkan aspek spasial?

Bagaimana indikator spasial dan non spasial yang digunakan untuk menentukan lokasi optimal pembukaan gerai Mixue?

Apakah pembukaan gerai Mixue secara masif memicu peningkatan brand awareness? Peningkatan revenue? Atau malah peningkatan kejenuhan masyarakan?

Atau bahkan meningkatkan kasus diabetes dikalangan masyarakat? (Saya pernah membaca sebuah thread dari seorang dokter di Twitter yang menyinggung Mixue dari aspek kesehatan).

Strategi pengembangan bisnis tanpa meninjau aspek spasial tentunya akan berpengaruh terhadap keberlangsungan bisnis tersebut.

Ben Krisaji

Opinions and articles are on my own | Share world through words | Frequently sharing about business, self development and FMCG world