MEMENTO MORI DALAM “SELALU DI SINI”

concuconcu
3 min readMar 13, 2024

--

Pekuburan Paroki San Juan © Ona Tukan

Pertama kali saya mengetahui istilah “Memento Mori” adalah dari sebuah buku berjudul Filosofi Teras. Buku yang membahas beberapa hal ini, juga membahas terkait dengan sebuah paham yakni Memento Mori. Apabila diartikan secara harafiah, maka Memento Mori berarti ingatlah bahwa anda akan mati. Memento Mori ini kemudian hadir dalam bentuk-bentuk kesenian yang sekali lagi menggambarkan atau mengingatkan kita akan kematian.

Keyakinan tentang kematian sudah seharusnya menjadi keyakinan kita semua. Kematian itu sendiri selalu dilambangkan dan dilihat sebagai sesuatu yang menyeramkan. Warna yang kelabu dan hitam. Tengkorak. Hantu. Malaikat pencabut nyawa. Kuburan yang sepi dan dingin. Kematian selalu digambarkan bertolak belakang dengan kelahiran. Kelahiran adalah cahaya, harapan baru, dan langkah baru. Kelahiran selalu digambarkan dengan sukacita.

Padahal, dari semua kepastian, kematian adalah kepastian paling mutlak. Tidak ada yang dapat menghindar dari kematian itu. Sekali kita dilahirkan maka hal yang pasti adalah kematian.

Beberapa tahun terakhir, semenjak mengetahui paham Memento Mori, saya mencoba membuat paham itu terserap dalam pikiran saya. Mencoba untuk memahami bahwa kapanpun saya dapat mati. Kapanpun, dimanapun, dan dalam kondisi seperti apapun.

Dalam perjalanan memahmi “Memento Mori” (yang tentu saja akan terus berlanjut), saya bertemu dengan sebuah lagu. Ya, saya adalah orang yang sering tersentuh pada lagu-lagu, karya seni, buku, maupun sinema. Salah satu lagu yang berhasil memikat hati saya dengan cara yang paling tak biasa adalah “Selalu Di Sini”, sebuah lagu karya Reza Gunawan.

Nama Reza Gunawan bukanlah nama yang akrab sebagai seorang musisi. Tidak seperti kita mengenal nama Tulus, Afgan, hingga Judika. Nama ini juga bukanlah nama seorang musisi yang melahirkan banyak karya. Tapi satu karyanya ini adalah bentuk kemagisan dan kontemplasi yang mendalam.

Bagaimana sampai saya dapat mengetahui keberadaan lagu ini, yang tidak pernah menjadi lagu viral di salah satu media sosial? Jawabannya adalah kematian sang pemilik lagu. Ya, lagu ini adalah sebuah lagu perpisahan, yang diputar sembari mengenang kematian sang penulis. Sejauh yang saya tahu, Reza Gunawan menuliskan lagu ini bertahun-tahun silam, sebab ia merasakan bahwa hidupnya justru tak akan lama lagi. Sungguh sebuah karunia dapat merasakan kematian menjelang sehingga kita punya waktu menyiapkan segala sesuatu.

Ketika mendengarkan lagu ini, saya menangis sejadi-jadinya. Saya membayangkan kematian sendiri datang menjelang. Menjemput saya. Meninggalkan ruang yang kosong, membiarkan tempat keberadaanku menjadi hampa. Ketika mendengarkan lagu ini saya juga merenungkan akan seperti apa kematian orang-orang terdekat mempengaruhi saya. Duka macam apakah yang akan saya rasakan nanti.

Bagi saya lagu “Selalu Di Sini” adalah sebuah bentuk memeluk kematian. Percaya bahwa kematian adalah gerbang lain dari perjalanan jiwa. Lagu ini seperti lagu untuk melepas dan dilepaskan. Saya pernah berkelakar kepada seorang teman bahwa lagu ini sacral. Beruntunglah kita yang merasakan keterhubungan dengan lagu ini. Sekarang saya juga menulis ini agar kalian yang membaca semoga juga menemukan keterhubungan seperti yang saya dan teman saya rasakan. Lagu ini jangan didengarkan setiap saat. Namun didengarkan pada saat-saat tertentu. Pada saat-saat lemah kita atau saat kematian datang dengan berbagai rupa.

Semoga suatu hari, di hari kematian saya, semua pelayat mendengarkan “Selalu Di Sini” sambil menatap raga saya yang beku.

“Peluklah sedih

Hingga mengerti

Aku selalu di sini”

ONA T.

--

--

concuconcu

Cerita Ona T. merupakan ruang bagiku untuk berbagi tulisan-tulisan kecil, ada juga yang panjang. Tentang kehidupan yang hingar bingar juga sunyi ini.