Anomali

Peringatan : tulisan ini akan cukup panjang dan loncat-loncat!

Better Tomorrow
7 min readSep 12, 2023
Suatu tempat (masih) di bumi (dok. pribadi, 8 Mei 2022)

Agaknya salah satu amunisi untuk menulis adalah keresahan. Sudah hampir satu tahun sejak tulisan terakhir saya di medium, barangkali selama itu pula saya tidak cukup resah.

Dalam tulisan ini, saya ingin cerita perihal pengalaman dan perubahan selama 1 tahun kebelakang. Tentang makna 'berbeda' serta pengalaman bersama orang-orang yang disebut 'berbeda’. Entah kenapa, saya selanjutnya lebih nyaman menggunakan kata 'anomali' untuk menunjukkan perbedaan itu.

Anomali dalam KBBI

ano·ma·li

1 ketidaknormalan; penyimpangan dari normal; kelainan;

2 penyimpangan atau kelainan, dipandang dari sudut konvensi gramatikal atau semantis suatu bahasa;

3 penyimpangan dari keseragaman sifat fisik, sering menjadi perhatian ekplorasi (misalnya anomali waktu-lintas, anomali magnetik)

Bagian ini adalah kilasan ingatan masa lalu

6 September 2022

Sepulang dari rumah terapi, tetiba saya ingin nonton film pencurian yang sedang tayang di bioskop, garapan Visinema Picture. Namanya juga tetiba, saya tidak mengajak satu pun kawan. Pergi saja dengan motor ke salah satu gedung mall yang baru pertama kali saya datangi. Saya tanya satpam di mana letak bioskop, lalu pergi untuk memesan tiket, yang nyatanya film akan ditayangkan 1,5 jam lagi. Kadung memesan tiket, akhirnya saya memilih untuk menunggu. Karena tidak terbiasa dan cukup terganggu dengan banyaknya lampu, saya memilih pergi ke luar gedung dan duduk di depan ruang barang di sebelah parkiran. Loh, ko lapar. Oh iya saya bawa bekal, saya makan saja di sana, tempatnya di pojok namun posisi yang dapat dilihat orang yang datang ke dan pergi dari parkiran. Saya tidak peduli dengan tatapan orang-orang di sana. Mendekati jadwal tayang, saya baru pergi ke studio dan tak disangka, bertemu teman kuliah di bangku depan. Dia berkata "tadi aku liat kamu (di parkiran), tapi takut salah orang" yang dalam kurung itu diucapkan dengan suara lebih perlahan. Saya tidak tau apa yang dia pikirkan tentang seorang perempuan yang datang ke mall untuk makan bekal makanan di parkiran lalu pergi ke bioskop sendiri. Saya tidak ambil pusing. Tapi saya jadi membayangkan hal-hal lain, terutama soal sorot mata.

2 bulan belakangan ini, ada kebiasaan yang baru disadari saat saya melihat cermin : saya selalu bertanya "have you ever seen me before?"
Seolah 'kami' adalah orang yang berbeda. Lalu saya akan fokus pada sorot mata sang bayangan.

Setelah itu muncul suatu ingatan, bahwa dalam setiap jenjang kehidupan, setidaknya selalu ada dua tipe sorot mata orang dalam melihat saya : sebagai anomali.
Tipe 1 : mereka yang sorot matanya memandang saya layaknya hujan deras yang turun tanpa pertanda di hari yang terik. Mereka yang berharap agar turunnya air segera enyah, sebab mengganggu, sebab mendadak, sebab belum bersiap.
Tipe 2 : mereka yang memandang saya semacam pelangi pagi hari di langit barat tanpa didahului oleh hujan. Yang ingin diabadikan dan ditatap lebih lekat, namun saat didekati hanya menambah jarak, hingga akhirnya sadar ternyata ia bukanlah suatu objek, hanya ilusi optik.

Bagian menariknya adalah apa yang akan mereka lakukan setelah memandang dengan sorot mata demikian.
Tipe 1 biasanya akan merutuk, menyesali kegiatan sebelumnya yang jadi sia-sia sebab datangnya anomali.
Tipe 2 biasanya akan memerhatikan detail sebelum anomalinya berakhir dengan cepat.

Sebagian besar sisanya hanya memandang dengan biasa saja, atau tidak peduli sama sekali.

Tentang 'berbeda'

Lalu saya jadi teringat kata-kata pengantar dari sebuah buku tentang handwriting.

You are not what you think you are, nor are you what other people imagine you to be. You tend to forget your faults and you magnify your good points. Six different people will see you with six different ways.

Walaupun saya punya persepsi demikian, nyatanya orang yang berbeda akan memandang saya dengan cara yang berbeda pula.

Well, dan lagi, ini hanya dari ranah personal. Secara komunal, barangkali ‘anomali’ saya juga tidak memiliki makna apa-apa selain jadi mudah diingat. Seorang kawan saat SMA sering berujar “jadilah yang berbeda, karena yang berbeda yang diperhatikan". Untuk mendapat perhatian memang iya, namun untuk menanggung dampak dari ‘berbeda' itu, bukan suatu hal yang mudah. Dan lagi dalam beberapa hal, ‘berbeda’ perlu mengandung sesuatu yang bersifat konstruktif, baru dikatakan bermanfaat. Sebab, tidak setiap yang berbeda itu bermanfaat. Layaknya hikayat sapi ungu, atau inovasi garpu yang unik.

Source : 9GAG

Saya sadar pula, kisah saya hanya bagian yang sangat kecil dari kisah milyaran manusia yang sudah, sedang, dan akan ada di dunia.

Tentang pengalaman bersama orang-orang yang disebut 'berbeda'

Perihal keresahan yang disinggung di awal, setelah 1,5 tahun bekerja di rumah terapi anak berkebutuhan khusus (yang berlalu layaknya baru kemarin sore), saya menyadari dan belajar bahwa masalah yang saya alami tidak ada apa-apanya dibandingkan klien yang dihadapi. Mari saya ceritakan beberapa kisah diantaranya :

  • Teman tuli
    Sejak kematian ibu, saya seringkali mendeklarasikan berteman akrab dengan sunyi dan sepi, meski saya membayangkan bahwa ibu sedang berada di kesunyian itu sendiri. Sampai pada saatnya, saya berinteraksi dengan teman tuli, berempati bahwa ketidakmampuan indera pendengaran mereka berada dalam level sunyi yang lain. Kala hujan deras, ketika ia terkesiap saat muncul kilatan cahaya yang diiringi petir, saya otomatis menutup telinga sebab tau akan hadir gemuruh guntur, sedang ia sudah kembali pada ekspresi biasa ketika kilat tak lagi terlihat. Saat saya menikmati sunyi pada suatu waktu namun juga terkadang haus akan sedikit kebisingan di lain waktu, ia bergerak dari sunyi ke sunyi dalam setiap waktu. Ia terbiasa menunggu, sebab orang lain harus benar-benar memerhatikan gerakan atau sentuhannya untuk sekadar menyapa 'hai’. Ia terbiasa bersabar, akan hal yang ia ingin sampaikan namun orang lain tidak mengerti. Lalu saya sadari bahwa isyarat adalah salah satu bahasa terindah, yang mempergunakan ekspresi gestur sebagai bagian penting dari komunikasi.
  • Ada anak yang sulit untuk melakukan kontak mata, sehari-hari berjalan berkeliling seperti melihat objek tertentu lalu melamun berkepanjangan, menyukai bumbu penyedap (layaknya kita mendapat reward yang berkesan), sering mengeluarkan suara primitif (geraman/teriakan kencang tanpa makna), membawa benda tertentu yang khusus memiliki aroma wangi kemanapun ia pergi. Ia tetap menjalani keseharian yang sama, diiringi harapan orang tua agar setidaknya bisa melakukan hal yang semisal anak seusianya. Serta do’a agar bila pun ajal menjemput, orang tuanya masih tetap ada untuk mengurus dan menemaninya.
  • Ada remaja cantik yang tidak bisa berjalan tanpa bantuan alat (tongkat jalan), selalu tersenyum dan memuji lawan bicaranya. Berusaha melakukan semua sendiri. Sesekali memberitakan curahan hatinya yang tidak memiliki teman dan keseharian yang ia anggap membosankan sebab ruang gerak yang terbatas.
  • Ada pemuda yang senantiasa terlihat semangat dan ceria, riang saat bercerita. Meski selain psikisnya, kesehatan pendengaran dan beberapa bagian tubuhnya juga sama sakit (menunggu waktu bergilir untuk operasi). Namun ibunya selalu mengapresiasi setiap perilaku sederhana yang bisa ia lakukan secara mandiri, seperti cuci tangan, siram toilet setelah buang air kecil, memotong bawang merah (yang pisaunya entah bagaimana selalu terbalik atas-bawah setelah 2 atau 3 kali potongan), membersihkan telur asin lalu membalutnya dengan adonan abu gosok (yang kebesaran), atau saat mencoba menjajakan produk walau belum bisa sambil melihat mata orang lain.
  • Ada remaja yang selalu senang menelepon via WhatsApp, yang ketika teleponnya diangkat dia tidak mengeluarkan suara sama sekali, lalu menutup teleponnya pada detik ketigabelas, untuk 2 detik kemudian menelepon kembali dan mengulang pola yang sama. Berulang-ulang. Berhari-hari.
  • Ada pula anak yang selalu menempel pada ‘orang baru’, memerhatikan dengan lekat setiap pergerakan tubuh, lalu berbicara 1 kata dalam bahasa Sunda yang hanya berawalan huruf S : ‘Saha?’, 'Sami’, 'Seeul’, 'Sampean’.
  • Ada kondisi dimana anak ditinggal ayahnya, lalu ibunya harus berjuang menghidupi kedua anaknya dengan tertatih-tatih sembari mendengar cemoohan tetangga tentang anak yang keadaan fisik dan psikisnya tidak sempurna. Beragam konflik pula dari teman sebaya dan sulitnya mencari lembaga pendidikan yang sesuai.
  • Ada anak yang punya intelegensi superior, namun perilakunya bermasalah sehingga menutupi kepintarannya.
  • Atau banyak pula anak yang dibesarkan oleh orang tua yang belum mampu menerima kondisi anaknya yang berbeda, sehingga ketimpangan pengasuhan memperburuk keadaan sang anak.

dan banyak lagi kisah lainnya…

Nyatanya, berada di lingkungan yang luar biasa semacam itu, membuat perubahan pandangan saya terhadap lingkungan yang biasa dihadapi. Permasalahan orang normal menjadi 'biasa-biasa’. Orang normal jadi seolah terburu-buru dan mudah kecewa akan hal yang tidak bisa ia lakukan, namun jarang sekali mengapresiasi hal yang sudah bisa dilakukan. Berkebalikan dengan orang ‘anomali' ini, yang sangat diapresiasi atau kata lain ‘bersyukur’ dengan segala keterbatasan dan permasalahan yang selalu mampir bertubi-tubi.

Oleh karenanya, saya menjalani hari dengan pandangan baru yang punya standar berbeda dalam hal yang disebut sebagai masalah. Ketimbang memikirkan tentang yang tidak ada ; ‘belum punya pekerjaan’, ‘belum punya gaji sekian’, ‘jodohnya belum kelihatan’, ‘besok makan apa?’-sebagai masalah, kali ini saya lebih fokus untuk memerhatikan apa-apa yang ada; yang dekat terlihat, yang sederhana, yang keseharian. Yang menakjubkannya, hidup terasa lebih bermakna. Hal sederhana dalam hidup memang yang paling luar biasa.

Selain tertarik pada dimensi yang tidak ada, manusia juga sering luput pada apa yang dekat terlihat.

Kembali ke waktu kini

Selumbari, saat sedang berdamai dengan diri dan emosi, setelah bercengkrama dengan kawan satu visi, energi saya menjadi full terisi. Energi ini bahkan membuat diri berseri-seri sekalipun tak ada sensasi sensori, yang sepertinya masih akan cukup sampai esok, lusa, tulat, dan tubin nanti.

Hai kawan, bila punya kisah 'anomali' atau cerita tentang perasaan berbeda diantara kebanyakan/mayoritas, ayo berbagi. Agaknya energi ini mau disalurkan untuk pembuatan embrio cerita yang selanjutnya dibuat ilustrasi. Sampai jumpa lagi !

--

--