Rafilus — The Alchemist

Rafilus

Better Tomorrow
7 min readJun 4, 2022

“Rafilus mati dua kali. Kemarin ia mati. Hari ini, tanpa pernah hidup kembali, dia mati lagi. Dia berkaki dua, berjalan seperti manusia biasa, akan tetapi langkah-langkah kakinya menimbulkan derap bagaikan kendaraan berat”

Narasi awalnya terdengar begitu familiar, setelah diingat-ingat rupanya hampir serupa dengan salah satu soal dalam Tes IQ Stanford-Binet.

Baru pernah saya ketika akan membaca buku berdebar-debarnya sebegini. Mungkin juga karena tidak ada satu review pun yang saya baca mengenai buku ini. Testimoni di awal buku yang agaknya menggugah hati untuk membaca, juga yang tak terduga halaman awalnya (yang berbeda warna) menampilkan ayat Al-Qur’an yang membuat semakin penasaran. Sampai saya baca tafsir ayat tersebut terlebih dulu sebelum membaca halaman exordium (permulaan) buku ini.

Teringat kata-kata dari film Sing Street : ketika kita tidak tau tentang seseorang, mereka lebih menarik, seseorang itu bisa kita bayangkan menjadi apa dan siapa saja yang kita inginkan, tanpa limit. Tapi untuk Rafilus, saya memilih untuk meninggalkan asumsi awal. Tidak tau ceritanya akan seperti apa atau latarnya di mana.

Namun hal menarik terjadi lagi. Saya membaca buku ini sambil perjalanan darat menuju Jawa, dimana banyak orang tua mirip pak Sapardi Djoko Damono atau pak Budi Darma yang sedang berasap ria sambil mengangkat satu kaki di kursi bambu yang terlihat seusia dengan yang mendudukinya. Latar buku ini ternyata memotret secara detail kota Surabaya, yang 3 tahun lalu saya kunjungi seorang diri, memulai titik dari stasiun Gubeng. Cukup sulit membayangkan kota semegah ini dengan gambaran yang disampaikan dalam Rafilus.

Membaca buku ini feel-nya hampir sama dengan saat membaca Orang Asing-nya Albert Camus, temponya lambat namun diceritakan dengan serba ringkas.

Apalagi alur ceritanya : chaos, seolah menyebar tanpa tujuan tertentu. Barangkali bila saya membacanya sebelum ini (saat SMA misalnya), saya hanya akan berkomentar “apa sih ini? ga jelas", karena hanya tau alur sebuah cerita ya kalau tidak maju, mundur atau campuran. Nilai-nilai umum yang diterima dalam keseharian dijungkirbalikkan. Gaya penulisannya unik, hampir tidak ada dialog didalamnya, tiap-tiap tokoh menceritakan hidupnya atau hidup orang-orang terdekatnya lewat pengakuan diri masing-masing juga pengakuan tokoh lain. Sepanjang cerita pembaca disuruh untuk meyakini bahwa cerita ajaib yang disampaikan memang benar adanya. Tentu saja dengan perbedaan kepala dalam memandang satu hal, muncul kepenasaranan tentang “mana yg benar?”, apalagi Rafilus sendiri barangkali hanya mendapat 20% dari keseluruhan cerita.

Dari pemaparan di atas, sudah jelas benang merah yang disajikan adalah absurdisme. Walau banyak hal mengenai kematian yang disinggung (layaknya buku Camus yg disebut sebelumnya) agaknya tema sentral yang diangkat di buku ini adalah soal Anak. Setiap tokoh punya keterikatan sendiri dengan yang disebut sebagai anak, yang kembali, uniknya (baca : absurd), tidak ada satupun anak mewujud dari tiap tokoh. Tentang proses, angan dan takdir, serta hasrat untuk meraih dan juga tidak meraih anak. Tokohnya bisa kita jumpai di mana-mana. Setiap tokoh adalah representasi dari realitas kehidupan manusia dengan psikologis dan kompleksitasnya.

Ini juga kali pertama saya membaca buku novel yang penulisnya seolah hadir dalam setiap tokoh, bahkan bagi saya pak Budi Darma mengalahkan tokoh sentral buku itu sendiri. Terasa kentara bahwa keresahan yang disajikan adalah milik sang penulis. Hal ini terjawab di bagian abstraksi, penulis menjabarkan proses kreatif dibalik penulisan novel.

“Ketidaktahuan adalah siksaan, dan siksaan adalah obsesi. Setiap obsesi mengalami masa inkubasi, yaitu saat meledak."

“Setelah novel selesai, seharusnya saya heran. Bagaimana mungkin saya telah menyelesaikan sebuah novel, sementara napas saya tersengal-sengal oleh sekian banyak beban pekerjaan.”

Seperti film 12 Angry Men (1957), novel ini memantik kita untuk mempertanyakan kembali apa yang sudah kita yakini selama ini. Novel ini juga menyuguhkan banyak referensi bacaan, mulai dari kisah mitologi Yunani Purba, Mahabarata, Baratayudha, Kitab Perjanjian Lama, awal mula Kisah 1001 malam (yg baru saya tau dari sini), puisi “Anak" Khalil Gibran yang indah sekali, sajak Goethe, ungkapan Chairil Anwar, hingga ayat Al-Qur’an. Yang belakangan ini bagi saya selalu menakjubkan.

وَقَا لُوْۤا ءَاِذَا كُنَّا عِظَا مًا وَّرُفَا تًا ءَاِنَّا لَمَبْعُوْثُوْنَ خَلْقًا جَدِيْدًا

قُلْ كُوْنُوْا حِجَا رَةً اَوْ حَدِيْدًا

اَوْ خَلْقًا مِّمَّا يَكْبُرُ فِيْ صُدُوْرِكُمْ ۚ فَسَيَـقُوْلُوْنَ مَنْ يُّعِيْدُنَا ۗ قُلِ الَّذِيْ فَطَرَكُمْ اَوَّلَ مَرَّةٍ ۚ فَسَيُنْغِضُوْنَ اِلَيْكَ رُءُوْسَهُمْ وَيَقُوْلُوْنَ مَتٰى هُوَ ۗ قُلْ عَسٰۤى اَنْ يَّكُوْنَ قَرِيْبًا

“Dan mereka berkata, "Apabila Kami telah menjadi tulang belulang dan benda-benda yang hancur, apakah Kami benar-benar akan dibangkitkan kembali sebagai makhluk yang baru?”. "Katakanlah (Muhammad), "Jadilah kamu batu atau besi, atau menjadi makhluk yang besar (yang tidak mungkin hidup kembali) menurut pikiranmu." Maka mereka akan bertanya, "Siapa yang akan menghidupkan kami kembali?" Katakanlah, "Yang telah menciptakan kamu pertama kali." Lalu mereka akan menggeleng-gelengkan kepalanya kepadamu dan berkata, "Kapan (Kiamat) itu (akan terjadi)?" Katakanlah, "Barangkali waktunya sudah dekat,""

(QS. Al-Isra' 17: Ayat 49–51)

Tentang orang musyrik, yang bertanya dengan nada tuntutan tentang tabir rahasia setelah hari kiamat, dimana orang biasa sudah merasa puas diciptakan dari tanah dan kembali menjadi tanah, mereka masih mempertanyakan hak mereka untuk hidup kembali setelah hancur lebur. Bukan main.

Maka saya punya perbedaan persepsi tentang arti “mati dua kali"nya Rafilus. Ia mati dua kali bukan hanya karena terlanggar kereta api setelah jasadnya hendak dimakamkan. Namun pak Budi Darma membangkitkan tokoh orang-orang musyrik dari kematiannya berdasarkan jawaban dari Tuhan melalui Nabi (walau dalam tafsir Sayyid Qutub, jawaban ini hanyalah bentuk sindiran keras untuk menjelek-jelekkan cara berpikir mereka), kemudian menjadikannya hidup, dapat berjalan dengan dua kaki, lalu menjadikannya mati kembali.

Suatu tamparan bagi kita yang masih hidup untuk tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang musyrik. Sebab bedanya tipis sekali. Sejalan dengan salah satu bab, bahwa bahkan keinginan seorang Rafilus adalah untuk menjadi manusia yang bermanfaat.

Bila ditanya, apa hikmah dari novel ini? Tentu jawabannya beragam, dan latar belakang pembaca agaknya berpengaruh sekali, penganut feminisme barangkali tersulut semangatnya di beberapa sisi, begitupun penganut konservatisme, apalagi absurdisme. Namun saya setuju dengan kata-kata Dee :

“Rafilus bukanlah bacaan yang ringan, tapi tentu karya Budi Darma menjaminkan kualitas dan kedalaman. Dalam jalinan simbol dan alegori yang belit-membelit dalam kisah manusia magis bernama Rafilus, niscaya akan kita temukan benderang mutiara-mutiara perenungan.”

The Alchemist

“Setiap beberapa dekade, terbit sebuah buku yang mengubah hidup berjuta-juta pembacanya. The Alchemist adalah buku semacam itu"

Begitu tulisan di bagian belakang buku. Buku ini bercerita tentang seorang anak yang bermimpi hal sama 2 kali, lalu ia mencari orang yang mengetahui tafsirnya, dan menempuh perjalanan untuk bisa mewujudkan apa yang ada dalam mimpinya. Sebagai satu dari sekian juta pembaca buku dari Paulo Coelho ini, di sini saya hanya akan mengutipkan beberapa tulisannya :

  • Tentang mimpi
    "Kemungkinan untuk mewujudkan mimpi menjadi kenyataan membuat hidup menarik" pikirnya saat melihat lagi posisi matahari, dan mempercepat langkahnya.
  • Tentang hidup
    “Hal-hal sederhana dalam hidup memang yang paling luar biasa; hanya orang-orang bijak yang dapat memahaminya"
  • Tentang berkelana
    Daya tarik berkelana : “Selalu punya teman-teman baru dan tidak perlu meluangkan seluruh waktunya dengan mereka. Bila seseorang bertemu dengan orang yang sama setiap hari, mereka berubah menjadi bagian dari kehidupan orang tadi. Kemudian mereka ingin orang itu berubah. Jika seseorang tidak seperti yang dikehendaki, yang lainnya marah. Setiap orang rupa-rupanya punya ide yang jelas tentang bagaimana orang lain seharusnya menjalani hidup mereka, tapi tak satu pun mengenai kehidupannya sendiri".
  • Tentang dusta terbesar di dunia
    Bahwa pada saat tertentu dalam hidup kita, kita kehilangan kendali atas apa yang terjadi pada diri kita, dan hidup kita lalu dikendalikan oleh nasib.”
  • Tentang penderitaan
    “Ketakutan akan penderitaan lebih buruk daripada penderitaan itu sendiri.”
  • Tentang firasat dan intuisi
    “Firasat adalah bahasa universal yang berhubungan dengan masa silam dan masa kini setiap orang.”
    “Intuisi adalah penceburan mendadak suatu jiwa ke dalam arus kehidupan universal, tempat terhubungnya sejarah semua orang, dan kita bisa mengetahui semua hal, karena semuanya sudah tertulis di sana.” MAKTUB
  • Tentang Pertanda dan Jiwa Buana (Carl Gustav Jung menyebutnya Sinkronisitas)
    “Setiap hal yang ada di muka bumi ini dapat mengungkapkan sejarah semua hal. Orang bisa membuka buku di halaman manapun, atau melihat tangan seseorang, atau dapat membaca kartu, atau melihat terbangnya burung-burung… apapun yang dilihat, orang dapat menemukan suatu hubungan dengan pengalaman dirinya pada momen itu. Sebenarnya, bukan hal-hal itu sendiri yang mengungkapkan; manusialah, dengan melihat apa yang sedang terjadi di sekitarnya, yang dapat menemukan suatu cara menembus ke Jiwa Buana.”
  • Tentang jangan lupa
    “Jangan lupa bahwa segala yang kamu hadapi hanya satu hal tunggal. Dan jangan lupa bahasa pertanda. Dan yang paling penting, jangan lupa mengikuti Legenda Pribadimu sampai ke kesimpulannya. Legenda Pribadi adalah apa yang selalu ingin kita tunaikan"
  • Tentang masa kini
    Bagaimana caraku menebak masa depan? Berdasarkan pertanda-pertanda masa kini. Rahasianya terletak di masa kini. Kalau kamu memerhatikan masa kini, kamu dapat memperbaikinya. Dan bila kamu memperbaiki masa kini, apa yang akan datang kemudian juga akan menjadi lebih baik. Lupakanlah masa depan, dan jalanilah setiap hari menurut ajaran, percayalah bahwa Tuhan mencintai hamba-hambaNya. Tiap-tiap hari, pada dirinya, membawakan suatu keabadian.”
  • Tentang hati, Legenda Pribadi, dan dunia
    “Setiap orang di bumi mempunyai harta yang menantinya. Kami, hati manusia, jarang mengatakan banyak hal tentang harta-harta itu, karena orang-orang tak lagi ingin pergi mencarinya. Kami berbicara tentangnya hanya kepada anak-anak. Kemudian, kami biarkan saja kehidupan berjalan, dengan arahnya sendiri, menuju takdirnya sendiri. Tapi sayangnya, sangat sedikit yang mengikuti jalan yang telah dibentangkan untuk mereka — jalan menuju Legenda Pribadi mereka dan menuju kebahagiaan. Kebanyakan orang melihat dunia sebagai tempat yang menakutkan, dan karena mereka begitu, dunia sungguh-sungguh berbalik menjadi tempat yang menakutkan.”

Bagian menarik lainnya, kedua buku ini punya prolog dan exordium yang sama-sama tidak tersambung dalam cerita, namun bisa merangkum esensi. Prolog dalam The Alchemist tentang kisah Narcissus yang mengagumi keindahan dirinya di danau, dan danau yang tak pernah melihat pantulan Narcissus itu indah, melainkan ia melihat di kedalaman mata Narcissus, pantulan keindahannya sendiri. Exordium dalam Rafilus tentang kisah seorang penjaga kantor yang bagi kebanyakan orang memiliki tempo yang benar-benar lambat, irama kehidupan yang itu-itu saja, tapi bagi dirinya sendiri waktu cepat berlalu, dan justru orang-orang lain yang aneh karena tergesa-gesa.

Demikianlah kedua buku ini saya baca secara bersamaan dengan Surat Kopi-nya Joko Pinurbo, dituntaskan selama perjalanan pergi ke-pulang dari Jawa. Walaupun punya isi yang begitu bertolakbelakang, satu kesamaannya adalah tentang Perjalanan.

Barangkali saya punya satu Legenda Pribadi, yang juga menuntut suatu perjalanan. Namun karena kadung sejak awal postingan saya tidak pernah menyebutkan nama, saya sebutkan dalam cara yang lain. Layaknya tokoh utama dalam Rafilus yang baru halaman sekian disebut namanya, atau sebagaimana Minke dalam Bumi Manusia, akan ada waktu tersendiri untuk hal ini muncul. Lagipula siapa yang peduli? Legenda Pribadi itu adalah arti dari nama saya, yang didalamnya terkandung do’a :

Seorang anak perempuan, yang pada suatu hari, dapat menunjukkan kepada kedua orang tuanya, bahwa di suatu tempat, terdapat cahaya intan yang bersinar terang.

PS : Ternyata, mimpi bisa semenakjubkan itu ya, kawan? :-)

--

--