Betapa Mengerikannya Menyadari Bahwa Semuanya Bergerak, Kecuali Aku.

7. AM
2 min readMay 24, 2024

--

Apa yang akan kamu lakukan ketika duduk sendirian di bawah pohon rindang, tanpa ponsel dan tanpa teman? Ini tidak seperti Isaac Newton yang mengamati apel yang jatuh. Jawabannya, bisa jadi kamu memilih memejamkan mata sambil mendengarkan suara gemerisik angin dan kicauan burung-burung, atau mengamati hal-hal di sekitar. Yang akan kamu lihat adalah kenyataan bahwa setiap yang ada di alam semesta tidak pernah diam. Semuanya bergerak, bertumbuh, berkembang, ataupun menjadi tua.

“Bergerak dan menua ialah keniscayaan.”

Ada semacam kehampaan ketika mengamati tiap-tiap yang sedang bergerak. Misalnya, ketika menghadiri sebuah perayaan, aku yang sedang diam mulai mengamati orang-orang sekitar yang mondar-mandir dengan kesibukannya sendiri, atau ketika aku berdiri di pinggir jalan menunggu angkutan umum sambil melihat laju kendaraan di depanku. Rasanya, berdiam diri kadang-kadang membuatku tampak tertinggal.

Sependek yang aku ketahui, bergerak selalu diasumsikan mengarah kepada hal positif. Seperti, tubuh akan berenergi jika dibawa bergerak, langkahku akan sampai jika konsisten berjalan, impianku akan tercapai jika mengusahakannya sedikit demi sedikit. Tetapi yang seringkali aku lupakan, bahwa arah dan cara bergerak setiap hal itu tidak sama. Yang demikian hanya perlu diterima sebagaimana adanya.

Dulu sekali, aku pernah membaca entah di mana, katanya “yang tak bergerak akan dilupakan dan musnah.” Aku sepakat dengan pernyataan tersebut. Saat semuanya bergerak, berhenti berarti mati. Seperti benda langit yang berotasi untuk bertahan pada kedudukannya di ruang hampa. Manusia juga sama. Kita bergerak maka kita ada. Kita bergerak maka kita bertahan.

--

--