Aruka, si Jawa swasta.
Candaan itu seperti tidak ada habisnya. Dipelopori oleh cara berbicara Aruka yang tidak ada logat Semarang-an yang membuat ia selalu diejek temannya. Ya, logat yang Aruka miliki tidak seperti orang Semarang pada umumnya, atau malah tidak seperti kebanyakan Jawa yang ada.
Sudah logatnya tidak sama, pemilihan kata yang dipakai juga tidak jelas kemana. Karena itu, teman-temannya melabeli dia sebagai si Jawa swasta.
Aruka lahir dan besar di pesisir pulau Jawa bagian Utara. Rumahnya dekat dengan jalan Pantura. Neneknya sendiri punya warung pecel lele disamping jalan raya. Sejak kecil, Uka — panggilan kecilnya, suka ikut membantu meskipun cuma sekedar mengantar pesanan, dia juga suka mendengar orang-orang yang sedang dalam perjalanan jauh bercerita atau berbincang dengan logat mereka, dan terkadang ia mengikutinya.
Bagi Aruka kecil menjadi berbeda itu keren, berbeda itu pasti menarik perhatian. Maklum, pada usia itu, Aruka sedang dalam masa caper capernya. Karena itu Uka suka berbicara dengan logat dan pemilihan kata yang bercampur campur seenaknya. Tapi siapa yang akan menyangka bahwa cara berbicara yang ia pikir hanya untuk gaya-gayaan akan terbawa sampai dia sebesar sekarang.