People who safe Me

rana
10 min readJun 28, 2023

--

Seperti biasa Kanala akan berada di kantin saat jam istirahat tiba. Kali ini ia pergi ditemani Eja. Bukan karena terpaksa tapi Eja dengan sukarela mengajukan diri untuk menemani Kanala. Padahal Kanala sudah sempat menolak karena takut asma Eja kambuh setelah menghirup asap rokok. Namun Eja tetap mengelak, Eja beralasan kalau ia bisa menggunakan masker.

“Beli apa nyet?” Tanya Kanala yang bingung.

“Nggak tau, gue juga bingung.” Timpa Eja sembari mengambil tahu bakso di nakas mbak mbak kantin.

Kanala menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia mengambil piring lalu mengambil makanan prasmanan yang dijual di kedai kantin. Kanala mengambil nasi dan beberapa lauk serta perintilan lain seperti tahu bakso dan bakwan. Melihat porsi makan Kanala yang luar biasa, Eja sampai menggeleng dibuatnya.

“Lo laper apa doyan anjir?”

“Dua-duanya.” Balasnya sembari berjalan menuju meja kantin lalu duduk disana.

Kedua sahabat itu menikmati makanan mereka. Sesekali Eja mengibas-ngibaskan asap rokok yang mengarah ke arahnya. Kanala melihat jika sahabatnya itu tidak nyaman, jadi ia langsung menegur oknum yang merokok itu agar asapnya tidak mengarah ke dirinya dan Eja. Kanala memang sangat perhatian dengan orang yang ada di sekitarnya terutama Eja. Mereka sudah berteman lama sejak duduk di bangku SMP. Saat itu Eja sedang di bully dan Kanala menyelamatkannya. Maka dari itu alasan kenapa Eja selalu ada di sisi Kanala karena Kanala benar-benar berarti di hidupnya. Mereka akan saling mendukung dan saling memberi feedback satu sama lain. Itu yang membuat persahabatan mereka awet sampai sekarang.

“Tumben nggak nyebat?”

“Nggak ah, males.”

“Takut ketemu Keenan kan lo?”

“Iya cok, tapi sebenernya tuh bodo amat, soalnya gue lagi cuekin dia.” Kanala memutar bola matanya malas.

“Tumben? Biasanya aja geledotan.”

“Lagi males,” Kanala meminum teh hangatnya. “Tapi sekarang udah enggak.”

“Cepet amat jing?”

“Sebenernya tuh gara-gara congornya Kevin gue jadi overthinking. Masa dia bilang Keenan deketin gue cuma buat manfaatin gue, aneh kan? Terus Kevin bilang, ‘itu tuh alesan kenapa Keenan nggak nembak-nembak lo,’ gitu anjing, kek WTF? Apaan banget? Tapi ya, kalo dipikir-pikir tuh buat apa anjinggg manfaatin gue? Kek nggak ada gunanya nggak sih? Yang ada tuh malah gue yang manfaatin Keenan buat bantu nyelesain tugas gue cok.” Jelas Kanala seperti seorang Rapper.

Untung saja Eja sudah terbiasa dengan gaya bicara Kanala, “Kata gue juga gak mungkin sih kalo Keenan manfaatin lo, soalnya Keenan tuh kelihatan tipe-tipe cowo kalem yang nggak banyak tingkah.”

“Iya kannn, gue juga mikir gitu.” Kanala menjeda kalimatnya, “Tapi Edgar juga pernah nge-warning sih, cuma yoweslah.” Ujarnya sembari meminum teh hangat.

“Menurut gue lo jalanin aja dulu. Kalo lo suka Keenan yaudah kejar aja kaya biasanya, gak usah mikirin omongan orang, lo kan bukan tipe manusia yang gampang overthinking sih? Jadi ya gak usah dipikirin. Chill aja kaya lo biasanya, gue yakin lo bukan tipe-tipe orang yang gegabah. Lagian lo juga pasti tau apa yang bakal lo lakuin kalo ada yang nyakitin lo.” Jelas Eja agar Kanala tidak hilang kepercayaan diri.

“Iya juga ya? Kenapa gue pikirin padahal biasanya gue bodo amat anjeng.” Kanala menghabiskan teh hangatnya.

“Lah makanya njir, alay.”

“Udah ah, ayo cabut, perut gue mules.” Ajaknya sembari memegangi perut.

Mereka pun langsung beranjak setelah percakapan panjang. Ah tidak, sebenarnya karena Kanala ingin cepat-cepat pergi ke toilet. Biasanya jika perutnya diusap, rasa mulesnya akan berkurang. Jadi Kanala terus mengusap perutnya sembari berjalan menyusuri kantin.

“Eh Nal,” Eja memberhentikan langkah kaki Kanala. “Itu rame-rame kenapa ya?” Tanyanya penasaran.

Nampak di sudut kantin terlihat banyak orang bergerombol disana. Kanala dan Eja menjadi penasaran. Kedua gadis itu masih clingak-clinguk dari kejauhan, mereka belum berani mendekat sebelum tahu apa yang sebenarnya terjadi disana.

Terdengar teriakan yang cukup keras membuat Kanala mengerutkan dahinya. Ia makin penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Gadis itu menaruh tangannya di pinggang, ia merasa seperti ada yang tidak beres di sudut sana. Di detik selanjutnya, gerombolan itu sedikit membuka space.

“Jangan dilihat!” Kanala langsung menutupi kedua mata Eja dengan tangannya.

“Ha Kenapa? Kenapa Nal?”

“Udah cepet balik ke kelas.”

“Anjir gue balik sendiri?”

“Oh, Res!” Panggilnya melambai pada teman kelasnya, “Minta tolong ajak balik Eja ya?” Pintanya pada Resti. Resti langsung mengangguk dan membawa Eja pergi ke kelas.

Selesai mengucapkan terima kasih dan menunggu hingga Eja hilang dari pandangannya, Kanala langsung berjalan cepat ke arah gerombolan itu. Ia langsung menyela masuk ke dalam orang-orang yang membiarkan aksi tidak waras itu terjadi begitu saja.

“Hey, lo gapapa?” Ucapnya pada gadis yang tersungkur lemas di atas tanah.

Gadis itu hanya mengangguk. Kanala langsung membantunya untuk berdiri dan membersihkan pakaian gadis itu.

“Bukannya dibantuin malah cuma ditonton, GOBLOK!” Teriaknya kesal pada semua orang.

Kanala tak habis pikir, bagaimana bisa semua orang hanya diam ketika ada seseorang yang jelas-jelas butuh bantuan di depannya.

“Ayo pergi, gue anterin.” Ajak Kanala sembari merangkul gadis itu.

Ketika Kanala sudah siap untuk meninggalkan tempat itu, langkah kakinya terhenti kala mendengar kekehan dari gadis pembully di belakangnya.

“Wah wah wah, impressive.” Gadis itu menggeleng pelan dengan tepuk tangannya yang sarkas, “Mau jadi pahlawan kesiangan lo?” Remehnya sembari mendekat ke arah Kanala.

Lantas Kanala menutup matanya menahan emosi. Ia berbalik menghela napasnya kasar. Kanala menatap perlahan setiap sudut raga gadis itu mulai dari ujung kepala hingga ujung kakinya.

“Lo Natasha ya? Anak Manajemen offering AA?” Tanya Kanala tersenyum remeh.

“Kalo iya kenapa? Lo nggak terima?” Ucap Natasha menantang. Gadis itu mendorong bahu Kanala dengan jari telunjuknya.

“Eits,” Dengan segera Kanala menyingkirkan tangan kotor Natasha dari bahunya, “Gue alergi dipegang-pegang pembully.” Hina Kanala sembari mengusap-usap bahunya. “Lo tau nggak? Gara-gara kelakuan lo perut gue gak jadi mules.”

Semua orang yang ada disana bersorak. Ini seperti sebuah hiburan yang tidak boleh dilewatkan. Masa yang ada disana mulai merenggangkan lingkaran. Mereka seperti sudah siap jika ada pertengkaran yang lebih hebat dari sebelumnya.

Siapa disini yang tidak tahu Natasha? Gadis paling famous se-Fakultas Ekonomi dan Bisnis di kampus Diego. Gadis berparas cantik dan sexy ini memang suka membuat onar. Ia suka seenaknya sendiri karena berasal dari keluarga terpandang dan merasa berkuasa atas segalanya. Like ‘Lo punya duit, lo punya kuasa.’ Itu yang jadi panutannya.

“Lo siapa ha? Berani-beraninya gadis dekil kaya lo ngacau di tempat gue!” Ejek Natasha padahal penampilan Kanala tak kalah sangar darinya.

Mendengar ucapan Natasha, Kanala tertawa, “Lo nggak tau siapa gue? Kenalan dulu dong,” Kanala menjabat tangan Natasha, “Gue Kanala, gue juga anak manajemen offeringnya cari sendiri.” Sahutnya dengan santai.

“LEPAS! Gak usah SKSD deh lo, gue nggak kenal lo!”

Tak peduli dengan pinta Natasha, Kanala tak melepaskan genggamannya. Tatapannya menjadi tajam, Kanala tak menampak ekspresi di wajahnya. Ia menggenggam kuat tangan Natasha hingga gadis itu meringis kesakitan.

“LEPAS BANGSAT!” Teriak Natasha. Merasa puas, akhirnya Kanala melepaskan genggamannya.

“Sakit ya?” Tanyanya pada gadis yang sedang mengibaskan tangan itu.

Natasha terkekeh, “Baru kali ini gue nemu cewe se-caper ini di Diego.”

Kanala menggaruk kepalanya yang tidak gatal, “Kalo gue caper? Lo apa? Lonte?” Ceplos Kanala tak takut.

“Cok! Berani lo ngatain gue?!”

“Loh? Gue nggak ngatain, gue cuma tanya lo lonte apa bukan? Salah ya?”

“Ada apa ribut-ribut?”

Tiba-tiba datang seorang laki-laki dengan suara garang dan bertubuh lebih besar dari Kanala. Laki-laki itu langsung berdiri tepat di samping Natasha.

“Wow, backingan lo?” Ucap Kanala sembari menunjuk ke arah laki-laki di sebelah Natasha.

“Kenapa sayang? Kamu diapain sama dia?” Lelaki itu menanyakan keadaan Natasha sembari mengelus pelan pipi gadis itu.

Jujur saja Kanala agak jijik melihat adegan itu. Raut wajahnya langsung menyerngit, Kanala mengangkat bahunya lalu menjulurkan lidah seakan-akan ingin muntah.

“Ahh, kalian lanjutin aja pacaran, gue mau balik.”

“Cih, siapa bilang lo boleh balik? Maju sini kalo berani!”

Baru saja Kanala ingin beranjak, Natasha menahannya dengan ucapan menantang.

“Waduh, nggak boleh balik Gin.” Bisik Kanala pada Gina, gadis yang ia selamatkan dari Natasha.

“Lo sebenernya mau apa sih?”

“Gue mau lo balikin Gina.”

“Emang lo siapa?”

“Balikin Gina sekarang! Dia pembantu gue!”

Kanala menoleh ke arah Gina, “Lo pembantu si onoh?” tanyanya, Gina menggeleng, “Enggak tuh, Gina bukan pembantu lo.”

Natasha terkekeh, “Gin, lo mau mati?” Ancamnya membuat Gina takut.

“BANGSAT! Lo pikir lo siapa berhak nentuin hidup dan mati seseorang! Lo bukan Tuhan JANCOK!!” Kanala menaikkan nada bicaranya dengan cepat.

Kanala adalah orang yang sangat sensitif jika menyangkut nyawa seseorang. Ia tidak suka jika nyawa harus dibuat bahan bercanda dan seenaknya sendiri dibuat ancaman untuk menakuti lawan. Bagi Kanala itu tidak etis, karena hanya Tuhan yang berhak menentukan hidup dan mati seseorang.

“Kalo lo serahin Gina sekarang, Gina bakal aman. Gue janji nggak bakal apa-apain Gina.”

Omong kosong yang dilontarkan Natasha tak membuat Kanala menyerah begitu saja, ia langsung menyuruh Gina untuk pergi dari tempat itu.

Gina pun menurut, gadis penakut itu berlari pergi namun anehnya Natasha atau pacaranya membiarkan Gina pergi begitu saja. Natasha malah fokus menatap Kanala yang ia rasa Kanala akan lebih cocok untuk menjadi musuh selanjutnya.

“Hah, kayanya gue harus berterima kasih ke cewe cupu itu karena udah bawain gue musuh yang lebih menarik.” Raut muka Natasha sangat menjengkelkan kalo dilihat.

“Lo salah pilih musuh, jadi stop ngelakuin hal kekanak-kanakan ke orang yang jauh dibawah lo.” Kanala mencoba memperingatkan Natasha.

“Lo bisa apa sih gue tanya?”

“Lo tuh udah gede, udah kuliah. Sifat lo tuh sama sekali nggak mencerminkan seseorang yang berpendidikan. Malu sama anak SD yang bisa ngebedain baik dan buruk, bukan kaya lo yang cuma modal tampang tapi hatinya busuk!” Tegas Kanala.

“Hem, i see i see. Dengan denger omongan lo barusan, gue jadi tau kalo ada cewe murahan yang sok berpendidikan.” Natasha tertawa remeh.

Kanala menunduk menghela napas kasar, tangannya sudah mengepal. Tidak biasanya ia mengulur waktu untuk memukul lawan yang menganggunya. Kanala bertindak demikian sebab ia masih memberikan kesempatan agar Natasha meminta maaf.

“Kenapa diem? Bener ya yang gue katain? Ups, lonte terdidik katanya? HAHAHA!”

Natasha tertawa lepas, masa disana pun ikut tertawa mendengar hinaan Natasha. Tak membuka suaranya bukan berarti Kanala takut. Ia menunggu agar Natasha selesai mengoloknya. Raut wajah Kanala saat ini tidak bersahabat. Ia menatap tajam Natasha namun gadis itu tersenyum seperti sedang meremehkan Kanala.

“Lo tau apa julukan yang pantes buat lo?”

“Apa? Princess? Tuan putri? Atau baginda ratu?” Celotehnya tanpa berdosa.

Kanala terkekeh, “Jalang sampah!”

Plak! Satu tamparan keras mendarat di pipi Kanala. Pria bernama Rama itu langsung menampar pipi kanan Kanala untuk membela pacarnya, Natasha.

“Wah, CEWEK LAWAN CEWEK JANCOK!!! BANCI GAK USAH IKUT-IKUT!!” Ucap Kanala tak terima. Ia meringis kesakitan sembari memegangi pipinya yang memerah.

“Kenapa? Nggak terima? Maju sini lawan!”

Kanala mendengus kesal, “Kontol satu ini emang perlu gue hajar!”

Bugh! “BERANI LAWAN GUE! JANGAN LAWAN CEWEK BANGSAT!!!”

Keenan datang dan langsung memukul wajah Rama. Keenan tak terima gadisnya ditampar oleh lelaki bajingan yang saat ini ada dalam cengkeramannya. Pertunjukkan semakin seru saat Keenan dan Rama saling memukul.

Pertarungan itu tak berlangsung lama, Keenan sesegera mungkin mengakhirinya. Keenan mencengkeram kerah baju Rama lalu memukul dagunya hingga Rama tersungkur di atas tanah.

“GUE INGETIN LO SEKALI LAGI! JANGAN BERANI-BERANI LO SENTUH CEWEK GUE BANGSAT! KALO LO BERANI SENTUH CEWEK GUE SEKALI LAGI! GUE PASTIIN LO ABIS!!!”

Keenan memberi peringatan pada Rama. Keenan menghempaskan kerah lelaki itu kemudian bangkit menghampiri Kanala. Kanala seperti tak peduli dengan kedatangan Keenan. Gadis itu terus menatap tajam ke arah Rama dengan kedua tangan mengepal.

Hey, are you okay?” Tanya Keenan namun Kanala tak menjawab. Gadis itu sama sekali tak memalingkan pandangannya dari Rama yang berusaha bangkit.

“Udah, ayo pergi, jangan dilihatin terus.”

“Mau kemana cantik? Sini dong, main-main dulu sama gue.”

Lelaki bernama Rama ini memang tidak ada kapoknya. Rama bangkit sembari mengusap darah yang ada di pucuk bibirnya, “Ah, bersihin bibir gue dong manis, kayanya lo jago bersihin bibir.”

Ucapan Rama sangat-sangat menghina bagi Kanala. Masalahnya ini di area kampus, bukan di sirkuit atau semacamnya. Bisa-bisanya lelaki itu dengan enteng menghina tanpa rasa bersalah.

“Gak berani ya? Cewek murahan masa nggak berani cium bibir gue.” Ucapnya remeh. Padahal Natasha sudah mengajak Rama pergi, namun lelaki itu tidak mau menurut.

Mendengar ucapan Rama yang sangat keterlaluan, tidak mungkin Keenan diam begitu saja. Ia melangkahkan kakinya hendak menghampiri Rama namun langkahnya kalah dengan Kanala yang berlari cepat menghampiri Rama.

“Wah wah, sini manis sini—,” Bugh! Rama tersungkur kembali.

“JANCOK!!! LO BILANG APA JANCOK!! BRENGSEK LO!! BAJINGAN! BANGSATT!!!!!!!”

Kanala sudah tidak dapat menahan emosinya. Gadis itu kalut, Kanala memukul wajah Rama berkali-kali tanpa ampun. Sudah sejak lama Kanala memendam amarahnya, mulai dari Natasha yang menghinanya hingga saat ini ia baru bisa menumpahkan emosinya. Kanala tak memberi cela, bahkan saat Rama memintanya untuk berhenti, Kanala tetap tidak peduli dan terus memukul wajah Rama.

“BRENGSEK LO KONTOL!! BERANI LO TAMPAR GUE JANCOK! BERANI LO NGATAIN GUE MURAHAN!! INI YANG LO SEBUT MURAH!! BAJINGAN BRENGSEK!!! BANCI LO NGENTOD!! JANGAN PERNAH SENTUH GUE LAGI JANCOKKK KONTOLLL!!!!! ENYAH LO DARI GUE!!! ENYAH JANCOK! ENYAH! JANCOK BAJINGAN KEPARAT BRENGSEK!! JANCOK JANCOK JANCOKKKK!!!!!!!”

Kanala tak bisa menahan emosinya, ia terus memukul Rama hingga lelaki itu berteriak kesakitan.

Melihat Kanala yang sudah sangat kalut, Keenan menarik Kanala dan membawanya menjauh dari kerumunan.

“Sayang udah. Udah ya? Udah sayang, udah.” Lelaki itu membawa Kanala dalam dekapannya.

“Ssuttt, udah sayang, udah, semuanya udah selesai.” Tuturnya sangat lembut penuh perhatian.

Keenan memeluk erat Kanala yang sangat kacau untuk meredahkan emosi Kanala. Lelaki itu paham jika Kanala sangat marah. Tidak ada yang tidak emosi jika dihina dengan kata-kata yang sangat tidak pantas di depan khalayak umum. Jika jadi Kanala, mungkin Keenan juga akan menghabisi Rama saat itu juga.

Keenan mengusap pelan rambut Kanala. Napasnya masih berderu kasar dan tangannya masih mengepal tak membalas pelukan Keenan. Ya, Kanala masih belum bisa mengontrol emosinya.

“Kalo kamu masih marah, kamu masih emosi, pukul aku aja ya? Jangan ke orang lain. Kasihan nanti orangnya sakit kalo kamu pukulin dia.”

Keenan terus berusaha untuk menenangkan Kanala. Entah sampai kapan Kanala tenang, yang pasti Keenan akan terus memeluk tubuh Kanala hingga Kanala sendiri yang meminta untuk melepaskannya.

“Kamu tau nggak? Katanya peluk itu bisa ngeredahin emosi. Ini aku peluk kamu nyaman nggak? Kalo kurang nyaman bilang ya? Nanti aku tambahin sayangnya, aku tambahin lagi cintanya.”

Ah, laki-laki ini benar-benar tau cara membujuk Kanala. Tanpa diminta pun ia tambah rasa sayangnya, ia tambah rasa cintanya dalam pelukan itu hingga Kanala benar-benar mendapat kenyamanan dari pelukannya.

Kanala memejamkan mata, ia menghela napas kasar. Gadis itu mati-matian mengontrol emosinya yang tak stabil. Kanala berdiam diri sejenak di dalam dekapan Keenan. Kanala mulai luluh, perlahan-lahan ia membuka kepalan tangannya.

“Maaf.” Ucap Kanala samar.

“Kenapa minta maaf? Kamu nggak salah.”

“Maaf aku nggak bisa ngontrol emosi.”

Hey, it’s okay, kamu nggak perlu minta maaf untuk apa yang terjadi di luar kendali kamu.”

“Aku pukulin orang sampai hidungnya patah.”

“Gapapa sayang gapapa, kamu ngebela diri kamu dari orang jahat, kamu nggak salah.” Ujarnya membuat Kanala tetap tenang.

Tak ada obrolan di detik selanjutnya. Kanala lebih memilih untuk membalas pelukan Keenan daripada menyalahkan dirinya sendiri. Gadis itu memeluk erat, ia semakin mencari kenyamanan di bahu milik Keenan.

“Kalau ada apa-apa, bilang aku ya? Jangan lawan sendiri.”

Kanala berdehem mengerti, “Jangan di lepas sampai aku tenang, boleh?” Pintanya.

Keenan pun tersenyum mendengar permintaan Kanala, “Iya, gak bakal aku lepas sampai kamu benar-benar tenang.”

Hari ini Keenan melihat sosok lain dari diri Kanala. Bukan sosok yang menyeramkan, namun sosok yang lebih berani. Lewat pelukan itu, Keenan jadi tahu ada obat dalam dirinya yang mampu menyelamatkan Kanala dari lautan emosinya. Ya, peluk namanya, obat yang paling ampuh untuk menyelamatkan seseorang. Saat orang yang tepat memelukmu, itu akan menjadi obat paling ampuh bahkan saat dunia sedang berantakan.

--

--