Ujian

rana
5 min readMar 21, 2023

--

Hari ini adalah hari pertama Ujian Akhir Semester untuk seluruh siswa-siswi SMA Neo. Terdapat beberapa ruang ujian yang sudah dibagi. Anak IPA tetap dengan IPA, IPS dengan IPS, dan Bahasa tetap dengan Bahasa. Satu bangku di isi oleh dua siswa atau siswi yang berbeda angkatan dengan posisi duduk sesuai abjad absen mereka.

Tasya kebagian bangku paling depan karena abjad absennya paling awal. Maka dari itu, sejak semalam ia giat belajar karena ia sadar diri tidak akan bisa berkutik jika bangkunya paling depan. Ia sibuk mengerjakan soal-soal ujian namun, sesekali ia memutar-mutar bulpennya karena merasa bosan.

“Astaga males baca… Tu, dua, tiga, arghhh banyak bangettt…” Ia frustasi karena ada lebih dari tiga paragraf dalam satu soal cerita.

“Ra, Ara.” Ucapnya sambil berbisik.

“Apa?”

“Males baca.”

“Sama.”

“Udah selesai?”

“Belum.”

“Ekhem…” Sindir pak Tommy selaku pengawas ruang ujian, Tasya auto kembali ke posisi semula.

Tak banyak yang bisa ia perbuat selain mengisi jawaban, berpikir, dan menggaruk pucuk kepalanya yang tidak gatal.

Disisi lain tepat dibelakang Tasya, ada Argo yang sibuk memandangi kertas ujian. Ia tidak tahu harus ia apakan kertas ujian ini. Jujur saja semalam Argo tidak belajar sama sekali karena sibuk bermain Mobile Legend hingga semalam suntuk.

Argo hanya bermain bulpennya, sesekali ia mengisi jawaban yang sekiranya mudah dijawab olehnya. Betul atau tidak urusan belakang yang penting ada jawaban yang bisa ia isi sendiri.

“Sya, Tasya…” Bisiknya.

“Syaaaaaaaa…”

“Tasyaaaaaa…”

“Alderein Tasyaaaaa….” Argo mencolek pundak Tasya dengan ujung bulpennya.

“Diem anjengggg…. Gue abis kena ekhemnya pak Tommy.” Tasya menoleh ke arah Argo yang sangat berisik.

“Nyontek.”

“Nomer berapa cepetan.” Ucap Tasya dengan gelagatnya yang was-was.

“3, 10, 15, 20, 21, 22, 29, 30, 31, 35.”

“Banyak banget jing, lo mau nyontek apa nyalin jawaban?” Tak sengaja nada suara Tasya meninggi karena syok.

“Ssuttt, jangan keras-keras, soalnya susah, banyak juga, males baca gue.”

“Makanya budayakan literasi.” Padahal Tasya sendiri malas membaca.

“Udah nyerah ini gue.”

“Ck, yaudah bentar tungguin.” Tasya kembali melihat jawabannya.

“3A, 10D, 15C, 20 belum, 21 belum, 29A, 30…”

“Tasya…” Tegur pak Tommy untuk kedua kalinya.

“Iya pak.”

Tasya langsung membenarkan pandangannya, ia jadi tidak berani untuk berkutik sedikit pun. Satu dua kali masih bisa ditoleransi, tapi jika sudah tiga kali mungkin ia akan di keluarkan dari ruang ujian.

Suasana ruang ujian menjadi hening, pak Tommy yang menjadi pengawas ujian hari ini sedang sibuk membaca koran di tempat duduknya. Bagi para siswa ini menjadi kesempatan emas untuk menyontek. Siswa-siswa dibelakang sibuk bertukar jawaban, sedangkan siswa yang duduk di depan sedikit membatasi gerak mereka karena takut ketahuan pak Tommy tak terkecuali Tasya, ia sama sekali tak berkutik.

“Sya Tasya…” Bisik Argo lagi.

Tak berhenti sampai sini, Argo masih saja mengganggu Tasya yang diam seperti patung. Tasya tak berani menoleh bahkan untuk melepaskan jari-jarinya saja ia tak berani.

“Sya, Tasya…”

“Tasyaa….”

“Dit, Adit…”

“Oyy nama lo Adit kan?” Karena tak dihiraukan oleh Tasya, Argo mencoba cara lain dengan memanggil Adit, siswa kelas 10 IPS II yang duduk di samping Tasya untuk menyalurkan bantuan.

“Apa bang?” Jawab Adit.

“Panggilin samping lo dong.”

“Kak, dipanggil tuh.” Senggol Adit tepat ke lengan perempuan berkuncir kuda itu.

“Ckk, apasih??” Matanya terpejam sesaat, ia berdecih sebal karena Argo tidak tahu situasi.

“Nomer 30 dong.”

“Lo tuh ga belajar apa gimana? Tanya mulu.” Ucap Tasya kesal.

“Belajar tapi sambil mabar.”

“Itu namanya ga belajar Go.”

“Iyaya, jadi apa jawaban nomer 30.”

Tasya memberikan kode dengan 4 jari kiri yang ia tunjukkan pada Argo.

“4 tuh apa? Jawaban?”

“Kalo jari gue gini berarti jawabannya D, kalo 3 ya C paham gak?” Tasya menjelaskan kode jawaban sambil berbisik.

“Oh ya paham, lanjut nomer 20 belum Sya tadi.”

“Belum, ini masih mikir.”

“Oh yaudah, yang lain dong Sya, nomer 21, 31, 32, 35.”

Tasya langsung memberikan jawaban pilihan ganda dengan menggunakan kode sama seperti sebelumnya. Argo mulai sibuk mencatat jawaban yang telah diberikan oleh Tasya, ia jadi bersemangat mengerjakan soal ujian, bagaimana tidak? dia hanya menyalin jawaban, hanya beberapa soal saja yang ia kerjakan sendiri.

“Udah belum?”

“Belum.”

“Yang bener lu anjing.” Siapa yang tidak sebal? Tasya belum sempat menjawab soal-soal yang lain namun Argo terus saja meminta jawaban padanya.

“Beneran, essay dong nomer 4.”

“Duh masa gue harus dikte si Go.”

“Jawaban lu sini, taruh bawah coba ntar gue tinggal salin.” Mungkin jika ada juara makhluk paling menyebalkan, Argo pasti jadi juaranya.

Tak mau ambil pusing, bodohnya Tasya menuruti arahan Argo karena ia ingin cepat selesai agar Argo tak mengganggunya lagi pikirnya. Ia pura-pura menjatuhkan kertas jawaban disampingnya sambil mengawasi pak Tommy yang masih sibuk membaca koran.

Argo dengan cepat menyalin jawaban, ia menulis sambil sesekali melihat kertas ujian Tasya yang ia jatuhkan.

“Cepet Go, lama banget.”

“Sabar, dikit lagi.”

“Kertas ujian siapa itu ada di bawah?” Ucap pak Tommy yang menotice kertas ujian yang berada dilantai, spontan para siswa ikut menoleh tepat ke arah jatuhnya kertas tersebut.

Melihat raut muka pak Tommy yang menyeramkan dan banyak pasang mata tertuju ke arahnya, Tasya menjadi kikuk, ia tak berani menjawab.

“Gak ada yang ngaku saya sobek sekarang.” Nada bicara pak Tommy sangat dingin membuat Tasya takut mengakui bahwa itu kertas ujiannya.

“Oh, ini kertas ujian Tasya pak tadi jatuh, nih Sya punya lo jatuh kenapa gak diambil sih?”

Argo mengambil kertas ujian itu lalu memberikan kepada Tasya. Ia berusaha untuk menyelamatkan Tasya agar tak diusir keluar oleh pak Tommy.

“Oh i-iya, makasih Go, gue ga kerasa kalo kertas gue jatuh.” Senyumnya tampak terpaksa, ia mengambil kertas ujiannya kemudian kembali ke posisi duduk semula.

“Kalian ini ada-ada saja sejak tadi, kalian berdua pacaran ya?” Hardik pak Tommy pada Tasya dan Argo.

“Enggak pak enggak, mana ada saya pacaran sama Argo.”

“Buktinya daritadi kamu contekan sama Argo, dikira saya gak tau.”

“Maunya ya pacaran pak, tapi gak tau Tasya mau apa gak, mau gak Sya?”

Wajah Argo jelas menyebalkan, ia mengajak Tasya berpacaran secara terang-terangan.

“Paan sih lo freak banget.”

“CIEEEEEEE…” Seketika semua orang yang ada di dalam kelas itu bersorak.

“Halah kalian ini lulus sekolah saja belum udah main pacar pacaran. Udah-udah lanjutkan pekerjaan kalian.”

“Iya pak…” Semua orang kembali pada pekerjaan mereka.

“Tasya, Argo, sekali lagi saya lihat kalian saling tukar jawaban, saya anggap kalian tidak mengikuti ujian hari ini, paham?”

“Iya pak.” Ucap Argo dan Tasya secara bersamaan.

“Elu sih.”

“Maaf.”

“Ekhem…”

Mereka berdua pun mengerjakan soal dengan tenang hingga bel tanda berakhirnya ujian berbunyi.

--

--