–Gibran Malik
Alaya keluar dari kosannya. Gadis itu hanya mengenakan kaos oversize berwarna putih, dipadukan dengan celana pendek hitam yang menjadi andalannya. Langkahnya sedikit tertatih, luka di lututnya bekas ia terjatuh tadi siang masih terasa nyeri.
Lelaki itu mendongak kala melihat Alaya yang menghampirinya dengan langkah yang tidak seperti biasa. Ketika sang gadis sudah dekat, Gibran menyesap nikotin yang ia pegang untuk terakhir kali, sebelum benda itu ia jatuhkan lantas menginjaknya dengan ujung sepatu yang ia kenakan sampai apinya padam. Sisa asap yang masih menyerubunginya ia kibas-kibas, mencoba menghilangkan aroma bekas rokok yang menjadi temannya selagi menunggu Alaya tiba.
Alaya berdiri di depan Gibran sembari bersedekap. “Lo ngapain deh kesini?”
Gibran bangkit dari duduknya. Menyodorkan sebuah plastik putih kepada Alaya. “Nih, gue mau kasih ini”
“Apaan itu?”
Tanya Alaya masih dengan tangan yang bersedekap.
“Jajanan. Ada cireng isi, risol mayo si Adit, terus cimory strawberry, susu milo, terus tadi gue gak sengaja liat tukang cimol kentang gitu, kasian jadi gue beli aja, terus di sebelahnya ada tukang telor gulung, karena gue kasian lagi jadi gue beli juga” Gibran menjelaskan panjang lebar pada Alaya.
“Buat apa lo beli itu semua?”
“Buat lo lah jelek, katanya cewe kalo lagi badmood, bisa jadi happy kalo di kasih makanan”
“Gue gak gitu” Balas Alaya acuh puan itu berjalan ke bale dan duduk di sana. Menghiraukan tangan Gibran yang menyodorkan kantung plastik tadi.
Gibran menghela napas. “Yaudah buang ajalah”
Mendengar itu Alaya lantas berdiri dari duduknya. “Jangan lah bego, mubazir” Katanya sambil merebut kantung plastik yang Gibran pegang.
“Ya lagian lo, tinggal terima aja apa susahnya”
“Susah, karena gue tau ini sogokan, gue tetep masih marah ya sama lo. Gara-gara lo liat lutut gue jadi ada korengnya nih nanti” Ucap Alaya sembari merogoh isi kantung plastik itu, mengeluarkan beberapa makanan yang Gibran sebutkan tadi.
Melihat itu Gibran hanya tersenyum kecil. Lelaki itu lantas berjongkok di depan Alaya, ia ingin mengecek luka pada lututnya.
“ Ih lo ngapain?” Tanya Alaya saat ia melihat Gibran berlutut di depannya.
“Liat kaki lo, ini udah di ganti kan plasternya?” Balas Gibran sembari meraba luka yang tertutup dengan plaster itu. “Ini lukanya tadi gede gak lek?” Tanyanya lagi dengan jari yang masih mengelus luka Alaya. Wajah lelaki itu tampak serius memperhatikan luka Alaya, terbukti dengan keningnya yang berkerut.
“Udah, tadi baru aja gue ganti. Gak gede sih, tapi tetep aja sakit terus jadi koreng lagi”
“Maaf ya lek, gue gak sengaja”
“Iyaaa, udah ih lo duduk sini. Gausah di liatin terus koreng gue”
Gibran akhirnya bangkit dan menjatuhkan dirinya di samping Alaya. Memperhatikan puan itu yang terlihat lahap memakan beberapa jajanan yang ia bawa.
“Gue beneran minta maaf ya lek, gue gak expect lo bakal jatoh sih tadi”
“Iyaa, udah ah gausah dibahas. Gue jadi kesel kalo inget itu”
Gibran masih diam memperhatikan wajah Alaya dari samping. Melihat pipi gadis itu sedikit mengembung karena sedang mengunyah makanan, membuat lelaki itu ingin sekali mencubitnya. Bibir Gibran tertarik membentuk senyum kecil yang manis.
“Tenang aja mulai besok kayanya gue gak bisa gangguin lo dulu”
Mendengar itu Alaya menoleh pada Gibran. Mengangkat satu alisnya.
“Gue mau turnamen lek, jadi gue harus mulai fokus latihan besok” Ucapnya lagi
“Ya baguslah, emang harusnya lo gak ganggu gue ya Gibran jelek”
“Cuma dua minggu sih, abis kelar turnamen gangguin lagi lah” Balas Gibran tertawa kecil, sebab ia melihat wajah Alaya yang terlihat kesal dengan jawabannya.
“Terserah lo lah jelek”
Gibran tertawa mendengar nada ketus puan itu membuat rungunya geli.
“Gue beliin plaster juga deh kayanya, jadi lo harus sering-sering ganti ya. Biar gak infeksi, besok kalo masih sakit gue jemput deh”
“Ih apaasih lo, takut deh gue. Ini beneran Gibran Malik yang nyebelin itu?” Balas Alaya
“Menurut lo?” Gibran berdecak sembari mengalihkan pandangannya dari Alaya.
“Ye marah aja lo, bantuin gue makan nih. Gila lo bawa makanan banyak banget, sengaja mau bikin gue gendut ya?”
“Engga gitu ya jelek, kan lagi ada temen lo. Maksud gue biar bisa lo bagi-bagi noh sama dua temen lo itu”
“Ya tetep aja lo harus makan juga, nih makan telor gulung yang abangnya lo kasianin itu”
Gibran menurut, ia mengambil satu telor gulung yang Alaya berikan padanya. Mereka akhirnya hanya diam menikmati beberapa makanan itu.
“Gue balik deh lek, udah malem” ucap Gibran kemudian lelaki itu bangkit dari duduknya.
Alaya juga melakukan hal yang sama. Sambil menenteng kantung plastik tadi. Ia berjalan mengikuti Gibran yang ingin menghampiri motornya di dekat pintu gerbang kosan.
Gibran duduk di atas motornya, tidak langsung menyalakan mesinnya. Lelaki itu menoleh pada Alaya yang ada di dekat pintu gerbang. “Lek kalo lo mau aja sih ya ini, lo bisa gak dateng ke turnamen gue? Sama Anya tuh dia kayanya lagi deket sama Dewa”
“Tapi ya gue gak maksa ya lek, beneran kalo lo mau aja”
Alaya diam beberapa saat. “Ya liat nanti deh” Meskipun bingung dengan apa yang Gibran katakan Alaya tetap tidak bisa langsung menolaknya. Ini aneh kenapa juga Gibran memintanya untuk datang dan menonton lelaki itu turnamen?
Rasanya mereka belum se-akrab itu. Tadi siang saja mereka masih saling mengumpat bahkan Alaya masih ingin memukul wajah Gibran rasanya.
Gibran mengenakan helm, standar motornya ia naikkan seraya menyalakan mesin. “Yaudah jelek, sekali lagi sorry ya. Cepet sembuh, besok kalo mau gue jemput kabarin aja. Gue balik ya”
Alaya mengangguk. “Gausah Gibran, besok gue berangkat sama Anya, Nadine kan ada mereka disini. Udah sana lo balik, makasih ya jajanannya”
Gibran mengangguk mengakat satu jempol sebagai jawaban untuk Alaya. Lelaki itu kemudian menurunkan kaca helmnya. “Gue balik ya lek” Setelah mengucapkan itu Gibran lantas menarik gasnya pergi meninggalkan Alaya yang masih diam di balik gerbang. Gibran Malik kenapasih?
Aneh banget deh jelek. Alaya membatin dalam hati. []