Everything is a blessing

Cal
4 min readDec 21, 2022

--

.

There’s one moment where little Matthew Hiertram — who has just celebrated his 7th birthday one month ago — stomps his feet loudly as he enters his house. He throws away his soccer shoes carelessly. Those tiny lips choose to stay silent, he doesn’t communicate what’s making his mood drop until dinner time.

“Denger-denger hari ini ada classmeet, ya?”

Micah answered first, “Yes! Micah ikut basketball competition — lawan seniors juga loh, Pap. They’re so cool, but I’m cooler hehe.

Kakak satu-satunya Mahes itu berceloteh panjang lebar tentang kemenangannya berhasil meraih juara terbaik. Berbalikan sekali dengannya yang tak mengeluarkan sepeser pun cerita seru hari ini. Jadi dia hanya memperhatikan piring dengan mata bulatnya yang tampak murung. Mengaduk-aduk makan malamnya tanpa selera.

I want to win the first place too..” suara kecil Mahes terdengar lirih, akhirnya ia mengaku setelah Mosses mencoba mengajaknya berbicara di kamar tidur. Mahes menginginkan apa yang kakaknya raih dari acara classmeet tersebut. Ia mengidamkan kemenangan di lomba futsal antar kelas, namun sayang sekali teamnya hanya mampu meraih juara dua.

Mahes, you don’t also have to be the best just because Mas Micah earns it.

Waktu itu, Mahes kecil sempat mempertanyakan mengapa ia yang menggunakan sepatu futsal keluaran terbaru di tahun itu bisa kalah dengan anak yang hanya mengenakan sepatu biasa, harganya sudah pasti terbalik beberapa kali lipat.

Ada hal berharga yang Mahes ingat dari kata-kata ayahnya malam itu. Pertama, “Tidak semua orang menerima berkat yang sama, God chooses to give us blessings more than others. But that doesn’t mean we can overbearing that atau merasa lebih mampu dari sesama manusia lainnya.” Sepatu futsal yang Mahes miliki mungkin adalah versi terbaik dari semua teman-temannya, tapi bukan berarti Mahes punya kemampuan lebih tinggi hanya karena apa yang ia punya.

Melihat bahwa meraih juara satu di sport competition bukan tergantung pada sepatu mahal atau murah. Tetapi berarti Tuhan memilih untuk memberkati teman kelas lainnya dalam bentuk kemenangan, yang Mahes tidak bisa dapatkan. Sama seperti harta yang ayahnya punya mungkin saja lebih banyak dari orang-orang, pun itu bukan berarti ayahnya bekerja lebih baik dari pria lain sebayanya. Setiap berkat punya porsinya masing-masing untuk disyukuri.

Lalu di lain kesempatan, Mahes akhirnya berhasil membawa pulang piala juara pertama dari pertandingan cup olahraga antar sekolah. Menceritakannya dengan penuh semangat di sesi perkumpulan acara keluarga besar malam minggu yang sering diadakan secara berkala.

I’m mad with Papi.”

“Kenapa sayang? Is there something Papi did wrong tadi?”

Ayuninda kala itu menemui anak bungsunya yang termenung di samping kolam renang sepulang acara keluarga sendirian. Ia ikut mencelupkan kakinya di tepian, duduk di sisi Mahes remaja yang emosinya masih menggebu-gebu.

When Mas Micah told us that he get first place in class langsung diselametin sama Papi tuh, tapi kok tadi giliran Mahes cuman dikasih senyum doang?”

“Diselametin juga kok, Mahes aja yang nggak denger kali.”

Sang ibu tertawa kecil mendengar complain anaknya, pantas saja setelah membicarakan tentang pertandingan olahraga yang jelasnya ‘bergengsi’ itu, Mahes justru jadi lebih banyak diam. “Sebel tau Mam, I’m trying hard buat banggain kalian, don’t all parents would indeed like to be proud of their children having an achievement? Terus if Mahes don’t get the celebrate then buat apa aku capek-capek jadi juara satu?”

“Apa yang Mahes raih; hasil test seratus, pujian Ms. Sonya, menang competition, ataupun ranking satu kayak Mas Micah. Papi or Mami won’t give you any reward or punishment. Kebanggan itu buat diri kamu sendiri, bukan untuk orang lain. Your happiness depends on yourself, kamu achieve semua itu sendiri Mahes, then be proud of yourself rather than memberikan tanggung jawab kebahagiaan itu ke Papi Mami. And we have to remember our roots, which is Him. Regardless of circumstances in our lives, we have the hope of knowing that God will work all things for good. Menang atau kalah, berhasil atau gagal, everything is a blessing from God.”

Sejak itu Mahes tau bahwa semua keberhasilan-keberhasilannya bukan untuk ia lemparkan menjadi tanggung jawab orang lain untuk membuatnya bahagia. “Nanti kalo Papi Mami udah nggak ada terus kamu berhasil achieve something bigger than this, your happiness decrease dong? That’s not how the happiness of achievements works, Mahes.

.

Pun sama seperti pencapaian yang ia raih di masa mudanya saat ini. Menjadi pemuda usia 24 tahun yang sudah mampu membuka dua cabang hotel bintang lima di Surabaya dan Bali.

Di antara banyaknya tepuk tangan yang mengiringi langkahnya ke atas panggung untuk beri sepatah dua kata sambutan. Di antara megahnya ballroom yang ia revisi desainnya berkali-kali sampai sempurna. Dalam balutan jas karya designer ternama se-Indonesia itu, dengan mic di genggamnya, his lips open and start the celebration by himself, the celebration of his own achievements. Mahes punya roots yang tidak akan pernah ia lupakan, yaitu cara terbaik untuk mensyukuri semua pencapaiannya adalah tetap punya hati yang rendah hati.

Kebahagiaannya adalah tanggung jawabnya sendiri.

.

Dreamed by Cal.

--

--