Nasi Goreng di Meja Makan Bersama Pria Berambut Curly

@INE
6 min readOct 2, 2023

--

Sebentar lagi dia kelas 2 SMA batin sang kakak ketika melihat adik laki lakinya masih dengan rambut berantakan menuruni tangga. Rambut curly miliknya kini semakin panjang, biasanya Keva tidak pernah membiarkan rambutnya melebihi telinga, kini lihat, semakin dekat Arga melihat adiknya yang semakin tinggi hampir menyamainya, dia bisa melihat rambut Keva sudah panjang sekali dan harus segera dicukur sebelum razia sekolah menangkapnya dan merusak rambut kerennya!

“Pulang jam berapa semalem?” Dia bertanya ke abang seraya menuang air minum ke gelas di tangannya dan meneguknya, suaranya masih parau, tanda kalau si adik baru saja bangun tidur.

“Tiga subuh.”

“Gak tidur?”

“Kebangun nyium wangi nasi goreng buatan Ivy.”

“Gak jetlag?”

“Nggak Kevaaaaaaaaa”

Nggak ada respon lebih lanjut.

Keva berdiri cukup lama meskipun sudah selesai minum. Biasanya dimana ada Ivy dia akan langsung pergi, lantas kenapa kini dia menatap Ivy di meja dapur tengah sibuk memasak nasi goreng.

“Ivy gak sekolah?”

“Class meet aja, males deh.”

“Emang gak diabsen?”

“Gak tau, gak apa apa juga kalau di alfa, kan ini bukan mapel pokok.”

“Terus lo kenapa gak sekolah?” Kini gantian Arga bertanya pada si adik.

“Males.”

Harusnya dia pergi.

Bukannya pergi, justru Keva menarik kursi di sebelah Arga dan duduk disana, menunggu masakan Ivy datang.

“Bi mumu kemana?”

“Pasar sama pak Yus.” Balas sang Abang.

Masakan sudah matang, Keva dapat juga bagian nasi goreng buatan Ivy, untungnya Ivy membuat porsi untuk semua orang dirumah. Jadi pagi ini Keva tidak perlu kelaparan menunggu Bi Mumu pulang dari pasar membawa nasi uduk yang dibelinya.

Selama makan Keva tidak banyak bicara, dia hanya menjawab ketika ditanya, kalau nggak ada yang bertanya dia diam saja, pasang telinga lebar-lebar mendengarkan keduanya bicara panjang lebar sampai makanannya benar- benar habis.

Di pagi berikutnya dan hari berikutnya.

Setelah bangun tidur Keva datang ke meja makan menarik kursi di sana dan duduk di hadapan Ivy. Ikut makan bersama Arga dengan menu yang sama dan jam yang sama.

“Tumben banget jam 7 pagi gak sekolah gini lo udah bangun?” Bang Arga yang jarang ada di rumah ini saja kaget melihat Keva bangun dipagi hari saat hari libur.

“Kebangun.”

“Apa lagi bi Mumu coba liat, sampai salah masukin potongan kangkung ke mangkok malah ke plastik sampah.” Kata bi Mumu terkejut melihat aktivitas Keva pagi ini.

Gadis di hadapannya hanya menahan senyum sebab masih pagi melihat Keva diledeki cukup lucu baginya.

“Lebay.” Dia siap marah, tapi nggak jadi. “Kebangun bi Mumu, bukan sengaja.”

“Ya makanya tumben.”

“Gak ada yang nuduh lo sengaja bangun buat makan masakan Ivy.” Ledek bang Arga diam diam memperhatikan tingkah adiknya.

“Gak jelas lo.” Balasnya sewot.

Setelahnya seperti biasa, Keva nggak bicara lagi, seperti hari kemarin Keva hanya memasang telinga mendengar Ivy dan Abang bicara.

Keesokannya, di jam yang sama dan pagi yang sama. Keva turun mengucek matanya masih terasa ngantuk sekali.

Ia mendapati Ivy di meja dapur sibuk dengan masakan nasi gorengnya, selain bubur ketan, dia juga suka sekali nasi goreng. Seperti bagaimana kepribadiannya, Ivy cocok tinggal di castle dengan seorang pangeran lucu yang penurut dan nggak gengsian, dia akan duduk di meja makan dengan pangeran membicarakan banyak cerita, bunga bunga yang ia siram pagi ini, suara gemercik gerimis, wangi gandum ketika musim panas datang, kebun apel di halaman rumah mereka, Ivy seharusnya melakukan itu bukan malah terjebak dengan pemuda pemarah yang gengsinya melibihi monas, juga abang yang hampir setiap malam mabuk menangisi penyesalan masa lalunya meskipun sekarang; kemarin malam dan malam ini Abang nggak lagi pergi clubing. Ini sebuah kemajuan besar. Apa yang terjadi? Ivy pasti bertanya tanya, namun semuanya hanya berakhir di kepalanya saja.

I like to feel his eyes on me when i look away.

Kalimat Ivy di twitternya nggak salah, Keva memang melihat ke arahnya setiap Ivy melihat ke tempat lain.

Keva ingin bicara banyak hal, namun kita semua tahu pemuda ini gengsi sekali.

Makan tuh gengsi ujar Davka kalau teman yang super bawel itu sampai tahu.

“Kemana Arga?” Keva bertanya dengan suara parau.

“Di depan lagi ngejemur burung sama pak Yus.” Balas Ivy. “Mau makan?” Katanya lagi pada Keva.

Dan pemuda yang sudah duduk di meja makan hanya mengangguk.

Dia sudah menguap berapa kali pagi ini? 23 kali kata dinding yang suaranya tidak bisa di dengar.

Sebanyak itu, jelas dia masih ngantuk sekali.

Ivy menaruh nasi goreng buatannya di piring miliknya dan siap menyantap masakannya yang enak.

Sementara Keva hanya diam menatap piring kosong di hadapannya.

“Kenapa kok nggak makan? Gak jadi laper?” Kecanggungan jelas kentara di meja makan, kalau ada jangkrik pasti sudah bunyi berkali kali sejak tadi. Meja makan besar itu sekarang hanya di isi oleh dua pemuda pemudi yang kecanggungannya tidak ada habisnya. Kadang mereka santai, kadang juga akan kembali awkward seperti tidak lama bertemu. Dasar remaja!

“Nggak diambilin?”

Ini sungguh diluar perkiraan BMKG, bocah keren, pendiam dan super gengsi mengatakan dia butuh bantuan gadis dihadapannya untuk menaruh makanan di piring miliknya.

“Gue kira lo bakal ambilin makanan gue…..” Dia menggaruk kepalanya yang nggak gatal, menahan malu. “Makanya gak ambil sendiri…… gue nunggu diambilin.”

Dia kenapa sih, batin Ivy.

Ivy menahan tawa.

“Oh nggak diambilin ya?” Kecanggungan ini terasa lucu.

“Oh mau diambilin?” Senyum tipis Ivy membuat Keva semakin malu. “Besok besok bilang aja kalau mau diambilin, gak usah nungguin. Aku gak tau kalau kamu diem aja.”

Sejak kapan Ivy berani mengutarakan apa yang ingin dia katakan?

Sejak bergaul dengan Davka, saut rumput rumput di luar.

“Kemarin juga diem aja kamu ambilin.”

Ivy tersedak makanannya.

“Kenapa kenapa?” Mulutnya masih penuh nasi goreng, dia panik melihat ivy tersedak sampai pukul pukul dada. “Minum dulu punyaku belum diminum.” Keva menyodorkan air putihnya yang masih penuh untuk Ivy.

Dan sejak kapan Keva bicara aku kamu?

HEI SEJAK KAPAN?

Sejak dua menit yang lalu.

Ivy melotot ke arah Keva.

“Apa?”

“Kenapa kamu?”

“Apanya kenapa?” Keva masih bingung.

Ivy kembali diam, Keva jadi geleng-geleng kepala. Kini Ivy kembali menyuapkan makanannya ke dalam mulut. Keva masih menatap ke arahnya. Dia jadi salah tingkah kalau ditatap begini!

“Kenapa sih?”

“Apanya?”

“Ngapain ngeliatin aku, bukannya makan!” Kok dia jadi sewot?

“Punya mata, bebas.”

“Dih.” Nggak sengaja kaki Ivy menyenggol kaki Keva yang sama sama berada di bawah kolong meja.

“Apa lagi, aku diem Aivy.” Caranya mengeja tulisan nama Ivy membuat Ivy tidak bisa protes lagi. Lagian bener juga kalau dia bebas melihat kemana aja, kan itu miliknya.

“Maaf, nggak sengaja.”

Mungkin karena batuk tadi, suara Ivy mulai serak.

“Suara lo serak minum adem sari sana.”

“Lagi gak punya, nanti juga kayaknya bakal balik lagi suaranya.”

“Oke.” Keva merogoh kantong miliknya dan memberikan miliknya untuk Ivy. “Sotoy, minum aja punya gue.”

“Gak usah, gak apa-apa kok nanti minum air putih juga sembuh.

“Ye sotoy.” Keva berdiri dari tempatnya, mengambil gelas baru dan menyeduh adem sari ke dalam gelas. “Buat lo.”

Ivy menatap gelas di hadapannya kini penuh dengan adem sari buatan Keva. Ia tidak tahu bagaimana cara menolaknya, ini sungguh tidak bisa ditolak lagi sebab sudah di seduh di depan matanya.

Sementara itu, pemuda super cuek ini duduk di depannya lagi dan menyantap makanannya sampai habis.

“Kamu gimana?”

“Apanya?”

“Adem sari kamu gimana?”

“Gue gak suka adem sari.”

Ivy mengingat kembali semua malam yang mereka habiskan ketika tenggorokan keduanya sakit. Tengah malam ketika dia datang ke dapur nggak sendirian. Kalau nggak suka kenapa dia minum juga dengannya di dapur?

“Gak suka?”

“Iya, gak suka.” Ujarnya sekilas tersenyum tipis membawa piring kotornya ke wastafel.

Dengan perasaan campur aduk juga kebingungan sendiri, Ivy meneguk habis adem sari di depannya.

“Besok dateng gak?”

“Gimana? Dateng kemana?”

“Classmeet hari terakhir.”

“Gak tau.”

“Kamu dateng?”

“Iya.”

Tidak ada lagi percakapan yang terjadi.

“Vy, nasi gorengnya enak. Tapi sebenernya…. Gue gak suka nasi goreng.”

Mata keduanya saling pandang satu sama lain, di semua percakapan itu terlihat banyak kebingungan di kepala Ivy terhadap pemuda berambut curly di hadapannya sekarang.

“Tapi kayaknya udah mulai suka, nasi goreng not bad ternyata.” Dia mengatakannya seraya tersenyum. “Thanks udah masak seenak ini.”

Ia meninggalkan Ivy sendirian di meja makan, Keva menaiki tangga mengelus dada yang berdebar kencang sekali. Ia akan lanjut tidur lagi, untungnya nggak ada yang tahu kalau disetiap pagi, dia selalu bangun karena alarmnya, dan mengintip dari pintu kamarnya siapa yang sedang masak di bawah, setelah melihat seseorang di sana Keva akan buru buru turun dan duduk di meja makan untuk makan bersama.

Di hari pertama, dia cukup mengeluh dalam hati karena nasi goreng. Hari berikutnya juga begitu. Hari ke tiga dan hari keempat, dia mulai menyukainya.

Ia pikir dia hanya jatuh hati pada nasi goreng buatan si gadis, namun rupanya dia juga jatuh hati pada gadis pembuat nasi goreng.

--

--