BABAK BARU STEMPEL HALAL

Chandra Gunawan
4 min readAug 27, 2019

--

Sertifikasi produk halal lewat badan baru resmi berlaku terhitung mulai 17 Oktober 2019. Unit kerja di bawah Kementerian Agama yang dinamai Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) menjamin biaya sertifikasi lebih murah.

Qoriul Fitrah bercerita kegelisahannya di tengah-tengah pembinaan yang digelar Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Sembari mengangkat bungkusan plastik isi keripik, Qori mengeluh produknya itu ditolak supermarket-supermarket. Dia lalu menerangkan kepada pejabat badan baru itu tentang alasan supermarket menggeleng keripik pisang dan singkong milik Qori tak bisa dipajang di etalase supermarket. “Karena tidak ada logo halalnya,” ujar Qori.

Stempel halal itu rupanya soal jaminan perlindungan konsumen. Qori mendapat penjelasan dari supermarket kalau konsumen dari kalangan turis ogah membeli produk tanpa stempel halal. Pria paruh baya itu langsung berniat mendaftarkan sertifikasi halal agar keripiknya bisa dipasarkan di supermarket. Mencari informasi tentang stempel halal, Qori malah pusing karena selain birokrasinya panjang dan stempel halal tak gratis. Sudah begitu, biayanya tak murah dan berbeda-beda. “Ribet, sulit dan biaya besar. Biayanya Rp2,5 juta bahkan sampai Rp4 juta,” ujar dia lagi.

Qori bukan satu-satunya peserta yang menganggap pengurusan sertifikasi halal memakan birokrasi panjang. Ada sejumlah pelaku usaha yang hadir dalam kegiatan pembinaan jaminan produk halal itu mempertanyakan peran unit baru Kementerian Agama karena alur pendaftaran sertifikat halal terkesan menambah birokrasi. “Jadi agak ribet dan tambah panjang ya,” ujar Khodijah, peserta pembinaan.

Pelaku UKM masih menilai proses sertifikasi halal menjadi hambatan. Pasalnya tak sedikit pelaku usaha yang memiliki lebih dari satu produk. Biaya sertifikasi yang mahal malah dirasa tidak sebanding dengan keuntungan yang akan didapatkan pelaku usaha kecil.

Tapi, BPJPH menjamin biaya itu lebih murah. “Pasti lebih murah, tidak lebih dari Rp2.500.000,” ungkap Kepala Bidang Auditor Halal dan Pelaku Usaha BPJPH Khobibul Umam di sela-sela pembinaan jaminan produk halal di Hotel Aston Batam, kemarin.

Babak baru sertifikasi halal ini ditandai dengan berdirinya BPJPH. Peraturan baru penerbitan sertifikasi halal lewat badan layanan umum ini mengacu UU №33/2014 tentang Jaminan Produk Halal. Implementasi aturan baru stempel halal sudah di depan mata karena mulai diterapkan per 17 Oktober 2019. Batam dipilih menjadi lokasi pembinaan bersama Makasar pada tahun ini karena tingginya permintaan pelaku usaha dan konsumen akan jaminan produk halal.

BPJPH menjadi unit baru yang punya tiga fungsi sekaligus yakni pusat registrasi, sertifikasi halal, pusat pembinaan dan pengawasan jaminan produk halal sampai pusat kerja sama serta standardisasi halal.

Umam menyatakan, diatur lewat UU Jaminan Produk Halal, maka aturan halal menjadi wajib atau mandatory. Ada tiga sektor mandatory yakni makanan dan minuman, farmasi serta kosmetik. Industri makanan dan minuman mendapat masa transisi registrasi halal hingga 2024. “Sayang obat belum,” kata dia.

Selama ini Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI) adalah lembaga yang menerbitkan sertifikasi halal saat masih sukarela. Namun Umam memastikan LPPOM-MUI tetap terlibat dalam penerbitan sertifikasi halal. LPPOM-MUI menjadi auditor Layanan Penjamin Halal (LPH) dan MUI tetap punya wewenang memberikan fatwa halal. Kemudian, jika stempel halal MUI berlaku dua tahun, stempel halal BPJPH punya masa berlaku selama empat tahun.

“Sebelum 17 Oktober, sertifikasi halal tetap di MUI dan berlaku sampai 2021. Setelah 17 Oktober lewat BPJPH,” tutur dia.

Peraturan pelaksana aturan jaminan halal ini juga mengatur soal biaya sertifikasi yang tidak gratis. Menurut Umam, formula tarif sudah selesai dan tengah diharmonisasi dengan Kementerian Keuangan. Hanya saja dia enggan merinci besaran tarif itu meski menyebut lebih murah dari tarif selama ini. Formula tarif itu tidak diputuskan sepihak karena melibatkan banyak pihak mulai dari MUI sampai pelaku usaha. “Jangan berpikiran dengan ongkos yang memberatkan,” kata dia.

Secara singkat, alur pendaftaran dan sertifikasi halal diajukan pelaku usaha ke BPJPH. Badan layanan umum ini lalu mengirim administrasi pendaftaran ke auditor Layanan Penjamin Halal (LPH) untuk verifikasi. Tahap selanjutnya sidang fatwa dari MUI dan terakhir penerbitan sertifikat halal.

Peraturan pelaksana UU ini sudah mengatur batas waktu proses sertifikasi. Maksimal lima hari untuk registrasi, 20 hari audit proses di LPH dan 30 hari sidang fatwa lalu maksimal tujuh hari untuk penerbitan sertifikat. “Tidak lebih dari 62 hari,” sambung Umam.

Di Kepri, BPJPH sudah memiliki kerjasama untuk pembentukan auditor Layanan Penjamin Halal (LPH). Pertama di Batam yakni LPH Poltek Batam. Satu lagi tengah diajukan dari kampus di Tanjungpinang. Hanya saja, BPJPH belum memiliki unit kerja di provinsi sehingga pada saat implementasi sertifikasi halal 17 Oktober, pengurusan bisa diajukan ke Kanwil Kementerian Agama Kepri. Tak hanya aturan baru, logo halal juga berubah. BPJPH sudah mengajukan logo baru ke Kementerian Hukum dan HAM tapi logo itu dirahasiakan. BPJPH juga mengajukan nomenklatur unit kerja di provinsi ke Kementerian PAN-RB sehingga layanan halal bisa hadir di seluruh provinsi.

“Jaminan halal ini penting untuk menjamin perlindungan konsumen dan berdampak memberi nilai tambah bagi pelaku usaha,” jelas dia. (chandra gunawan)

*Artikel ini telah terbit di KORAN SINDO BATAM edisi 26 Agustus 2019

--

--