Sinner’s proposal ring

Chanopus
2 min readMay 6, 2024

Apa saja perhiasan yang biasanya kerap digunakan? Kalung, gelang, anting, dan sebagainya. Lantas, bagaimana dengan cincin? Mengapa cincin tidak disebut?

Tentu saja, di Avillac, cincin tidaklah dianggap sebagai perhiasan, melainkan sebagai sebuah hukuman. Mereka yang menggunakan cincin di jemarinya—jari mana saja—akan mendapat perhatian sepanjang jalan.

Pendosa.

Di dunia di mana dosa berkeliaran di manapun dan pihak kuil yang senantiasa mengintai, berbuat dosa sekecil apapun akan mendapatkan hukuman.

Cincin yang digunakan para pendosa pun bervariasi, tapi yang terburuk ialah cincin berwarna hitam—yang meskipun masa hukuman yang diterima si pendosa telah usai, cincin itu akan meninggalkan jejak permanen di jari.

Seperti tato yang melingkar di jemari. Selamanya akan menjadi tanda.

"Hardin?" ucap petugas kuil ketika ia mendapatiku dan kekasihku berjalan melewati lorong. Benar, kami telah berbuat dosa.

Aku tidak mau mengatakan dosa macam apa yang sudah kami perbuat, biarlah orang-orang berspekulasi yang lebih buruk.

"Kali ini kau membawa kekasihmu? Tidakkah kau merasa malu di hadapan Tuhan? Sudah berapa kali kau menggunakan cincin?" Petugas kuil itu melirik ke arahku, sedangkan kekasihku hanya menghela napas pelan, lalu tersenyum tipis.

"Kami buru-buru, cincin kami sudah siap." Ia lalu mengerling ke arahku, cukup untuk membuatku sedikit heran.

Kenapa ia tampak senang?

Ekspresi petugas itu berubah setelah mendengar ucapan kekasihku, ia lalu melengos begitu saja, mungkin kesal?

Di sepanjang lorong, tangan kami bergandengan. Ia tak tampak merasa bersalah sedikitpun, ataupun malu atau apalah yang seharusnya ditunjukkan oleh seseorang yang jelas-jelas sudah dianggap sebagai pendosa.

"Kita akan mendapatkan cincin hitam?" tanya kekasihku, aku menoleh.

"Mungkin? Yang kita lakukan termasuk dalam pelanggaran berat."

Kekasihku terkekeh pelan, apakah ucapanku terdengar lucu? Ia lalu menghentikan langkahnya, berdiri di hadapanku. Sejenak aku merasa heran ketika ia tiba-tiba melepas sarung tangannya.

Jemarinya bersih. Ia belum pernah menggunakan cincin hitam. Hal itu semakin membuatku tertegun tidak mengerti. Sedetik setelahnya, kekasihku tiba-tiba menjentikkan jarinya, dan garis-garis tipis hingga tebal pun muncul perlahan, garis-garis yang melingkar dari setiap jemarinya bahkan hingga ke pergelangan tangannya.

Aku membulatkan mataku.

Melihat ekspresiku yang terkejut, tatapannya pun sayu dan dengan cepat ia kembali menjentikkan jari. Garis-garis itu pudar dan menghilang.

"Sihir!?" ucapku hampir berseru, tidak menyangka akan melihat tindakan keji seperti itu di hadapanku.

"Seline," panggil Hardin, membuat aku menatap matanya lekat.

"Aku bisa menyembunyikan semua garis-garis ini. Aku juga bisa menyembunyikan milikmu, jika kau mau."

"Kau gila? Aku tidak mau melakukan hal itu—"

"Aku pun tidak mau."

Aku terdiam. Bibirku seketika terkatup. Tidak mengerti ucapannya. Ya Tuhan, kenapa ucapannya seringkali begitu sulit untuk dimengerti?

"Setelah kita menerima cincin itu, kita akan pergi jauh. Kita tidak akan mengembalikan cincin itu, dan biarlah ia melingkar di jari kita dalam waktu yang lama."

Hardin terdiam sejenak, ia menunduk dan kembali menggunakan sarung tangannya. "Cincin itu akan menjadi cincin pernikahan kita. Bagaimana?"

Aku kehilangan kata-kata. Kekasihku, Hardin, rupanya lebih gila dari yang kukira.

Tapi itu ide menarik. Dengan cepat aku menyeringai lebar, lalu mengangguk.

Ya Tuhan, maafkan kami yang terlanjur tenggelam dalam dosa.

--

--