COME&PLAY: Ch. 5

Number Nine
4 min readDec 26, 2022

--

Bagian 5: Chenle’s Party

Jumlah kata: 981 kata

Content warning: Clubbing dan mabuk-mabukan

Hingar bingar musik memenuhi ruangan klub, disusul dengan sorak-sorai para anak muda yang menari di lantai dansa. Tubuh seakan dipompa untuk terus bergerak, entah karena pengaruh alkohol atau suasana yang semakin panas karena musik yang dimainkan sang DJ.

Sebagian dari mereka duduk memperhatikan di bawah temaram lampu disko, menikmati hidangan yang disediakan oleh penyelenggara pesta.

Salah satu di antaranya adalah Jaemin.

Wajahnya terlihat datar, meski begitu kakinya menghentak pelan seiring tempo musik. Pandangannya mengedar, memperhatikan para tamu yang dikenalnya sebagai murid kampus yang diundang Chenle. Tatapannya berhenti di satu titik, memandang seseorang yang sedang menari dengan temannya. Wajah pemuda itu tampak memerah dengan senyuman lebar.

Senyuman tipis nampak di wajah Jaemin. Pandangannya perlahan mengedar pada sekitar sosok tersebut. Nihil, tidak ada yang mencurigakan sejak tadi. Jaemin kira bisa menemukan orang aneh itu di sini.

“Bang!” sapa Chenle sembari menghampiri Jaemin. Suaranya cukup lantang memanggil pemuda itu.

Jaemin hanya mengangguk sebagai balasan. Chenle pun duduk di sebelahnya dan berbisik agak keras, “Lu bisa antar Mark balik nggak?”

“Hah?” tanya Jaemin sedikit mencondongkan badannya.

Tidak, Jaemin bukannya tidak mendengar. Dia hanya ingin Chenle mengulang pertanyaan itu. Takut hanya halusinasinya semata, padahal tidak ada alkohol yang dikonsumsinya.

“LU BISA ANTAR MARK BALIK NGGAK?”

Sedikit tersentak, Jaemin menjauhkan tubuhnya dari Chenle lalu mengusap telinganya.

“KENAPA?” balas Jaemin tak kalah kencang. “NGGAK BALIK BARENG HAECHAN?”

“KAGAK! TUH LIHAT!” tunjuk Chenle ke arah lantai dansa.

Di sana terlihat sosok tinggi yang baru bergabung di lantai dansa. Sungchan tampak kikuk, tapi Haechan tidak menyadari itu, dia terus tersenyum dan mengajak pemuda tersebut untuk menari. Beruntungnya tidak ada yang menyadari seberapa lengket Haechan pada Sungchan.

“UDAH TIPSY, GAK BAKAL BISA NGANTER!” balas Chenle masih berteriak.

Jaemin masih diam memperhatikan Mark. Dari gerakan pemuda itu tampaknya dia tidak semabuk Haechan. ”KAYAKNYA DIA BISA BALIK SENDIRI,” ujar Jaemin menoleh ke arah yang lebih muda.

Chenle memandangnya sesaat lalu menggeleng. “TERSERAH LU BANG!”

Tak lama setelah Chenle meninggalkan Jaemin, dahi pemuda itu berkerut karena tidak lagi menemukan Mark di lantai dansa. Segera ia berdiri dari tempat duduk, mencari keberadaan pemuda itu hingga menemukan Mark di pojokan dengan seorang lelaki. Dari posisi mereka tampak sekali ingin bercumbu. Tanpa pikir panjang Jaemin mulai bergerak, menyeruak di antara lautan manusia dan menjauhkan orang asing itu dari Mark.

“H-hei!” Orang tersebut hendak protes, tapi ketika mendapat sorotan tajam dan rematan kencang di bajunya, dia memilih mundur. Meninggalkan Jaemin dan Mark di pojok ruangan.

“Mark?”

Jaemin pikir, ia akan mendapat protesan karena ulahnya, ternyata sebaliknya. Kekecewaan yang tampak di wajah Mark, seketika berubah saat melihat Jaemin.

“Jaemiiiin!” sapa Mark dengan ceria. “Lo daataaang?”

Oke, ini pasti mabuk. Tidak mungkin Mark lupa kalau tadi mereka berpapasan.

“What a coincidence, my partner just goneeee,” ujarnya segera merangkul leher Jaemin, menarik pria itu untuk mendekat lalu menyudutkannya ke arah dinding. Aroma alkohol yang menguar agaknya membuat Jaemin mengernyitkan dahi.

“Let’s have fuuun, Jaemin-ah~” Gerakan Mark terbilang cukup cepat. Ia segera mendekatkan wajahnya, hendak mencium Jaemin. Namun, reflek pemuda itu jauh lebih cepat.

“Eungg… why?” rengek Mark ketika Jaemin menjauhkan wajahnya.

Ia memandang Mark sesaat, tanpa sadar menghela nafas.

Bahaya sekali Mark dalam keadaan mabuk. Tingkat sangenya lebih tinggi dari yang biasa, pantas pemuda itu pernah bercerita bahwa pasangan one night stand-nya rata-rata didapat saat pesta atau ke klub.

“Not now.”

“Whyy?” Mark masih merengek, ekspresinya tampak lucu bagi Jaemin. Ingin sekali ia mencium bibir pemuda itu, tapi kewarasannya masih menang.

“Am I nooot pretty enough?”

Oke, sepertinya selain tingkat sange, tingkat kecemasan pemuda itu juga ikut naik. Ia bisa melihat kekhawatiran tersirat dalam wajah Mark. Pengaruh alkohol cukup mempengaruhi mood ternyata.

Jaemin menggeleng, perlahan menyentuh sisi pinggang Mark. “You are the most beautiful. Remember that, okay?”

Wajah memerah itu kembali berseri, diikuti dengan anggukan. Tentu ia tahu seberapa senang Mark ketika mendapat pujian.

“Then, whyy? Just fucck meee,” rutuknya sambil memukul dada Jaemin.

“Nggak, nggak di sini,” ucap Jaemin menatap ke arah Mark. Tatapannya begitu serius hingga membuat Mark terdiam, tidak banyak bergerak seperti sebelumnya.

“Di mana?” tanya Mark sambil mengerjap lucu.

“Pulang, kita pulang.”

Sesungguhnya itu hanya cara Jaemin agar Mark pulang bersamanya. Jika mereka masih di tempat itu, ia tidak tahu apa masih bisa bertahan. Selain rangkulan dan ciuman yang hendak dilayangkan, Mark cukup banyak bergerak, menggoda selangkangannya di bawah sana dengan lutut.

Bahkan ketika Jaemin mengantarnya pulang, Mark menempel erat padanya, berusaha untuk mencium entah di pipi, leher atau bibir. Ia juga merangkul Jaemin bak anak koala yang tidak mau pisah dari induknya. Untungnya ketika Jaemin memakaikan seatbelt, Mark patuh mendengarkan. Setelah iming-iming bahwa mereka akan melakukannya nanti, bukan di mobil.

Keheningan yang dilalui menuju kontrakan Mark cukup menenangkan bagi Jaemin, hingga ia mendengar pemuda itu bergumam.

“Tired…”

“Ngantuk?” tanya Jaemin pelan.

Mark menggeleng. Tatapannya nampak sayu memandangi jalanan kota, berusaha melawan rasa kantuknya.

“Tired with all those comments. Mau benerr, mau salaaah, tetap kena.”

Jaemin melirik sekilas sebelum berbalik menatap jalan raya, tangannya cukup erat memegang setir mobil.

“Hahaha that’s okay, it will pass…”

Jaemin ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat gelagat aneh Mark, ia sadar bahwa pemuda itu hendak muntah. Segera ia menepikan mobil lalu membawa pemuda itu keluar.

“Mendingan?” tanya Jaemin sambil menepuk pelan punggung Mark. Ia pun menyerahkan saputangan pada pemuda itu.

Mark hanya mengangguk pelan sambil menyeka pinggiran mulutnya dengan saputangan. Tak berapa lama kemudian, ia menyadari ada seseorang yang menyodorkan sebotol air mineral.

“Makasih.”

“Gua antar pulang.”

Kembali Mark mengangguk, pandangannya masih sedikit kabur tentang sosok yang mengantarnya pulang. Namun, jika ia sedikit memicingkan matanya, sosok itu terlihat seperti Jaemin.

“Baik banget elo nganterin pulang,” ucap Mark seraya memasuki mobil. Nada bicaranya terdengar ngelantur dan jalannya pun masih sempoyongan.

“Nii yang jadi pacar lo nantii pasti beruntung.” Sesekali Mark melirik ke arah Jaemin yang sedang memasangkan seatbelt padanya.

“Iya.”

Mungkin itu hanya halusinasi Mark, tapi Jaemin tidak sedang memandang ke arahnya, kan?

“Beruntung banget.”

Jaemin tidak sedang tersenyum ke arahnya, kan? Seakan ucapan itu diarahkan padanya.

Ah, pasti hanya halusinasi.

--

--

Number Nine

Penulis fiksi penggemar. Occasionally write for Sungchan/Haechan, Jaemin/Mark and Vernon/Mingyu