17. Bad Boy, Good Boy [I]

janee
4 min readMay 30, 2022

--

Menurut teman-temannya, Suhyeok itu aneh. Menurut Suhyeok, logika teman-temannya yang patut dipertanyakan.

Suhyeok menghela nafas lelah. Cowok jangkung setinggi 183 sentimeter ini gak habis pikir dengan apa yang baru saja dia dengar. Sesuatu yang selalu Suhyeok keluhkan diakun sambatnya, ternyata mendapat respon yang... apa ya… positif? Suhyeok gak yakin masalahnya layak mendapat respon begitu. Teman-temannya ini ternyata malah memaklumi statement –omongan sesuka hati nan tidak jelas para cewek− soal dirinya. Yang bener aja?! Image gue udah sekotor itu apa sampe temen-temen gue menormalisasi omongan hoax gak jelas diluaran sana.

“Emang apa salahnya dengan image lo yang begitu? Bukannya bagus ya lo bisa deket sama cewek-cewek cantik dan bohai gitu tanpa banyak usaha?”

Daesu menyahuti keheranan Suhyeok sambil mengunyah paha ayam ketiganya.

Setelah berhasil meloloskan diri dari serangan cewek-cewek karnivora yang berebut perhatiannya di gedung olahraga, Suhyeok bergabung dengan yang ‘Katanya Temen’ ini di restoran ayam cepat saji milik Cheongsan. Mereka memilih makan ditempat daripada membeli lewat layanan pesan antar.

“Lagian kenapa lo gak cari pacar biar ga dikira sering tidur sama banyak cewek?” Itu pendapat Cheongsan.

“Sebagai cowok keren yang lebih ganteng dan famous dari lo –Apa? Gak terima lo? Gue ngomong fakta?!”

Itu Woojin, yang pendapatnya terjeda karena Gyeongsu sudah siap menjejali mulutnya dengan paha ayam penuh saos lantaran merasa geli dengan kepedean Woojin, yang sayangnya, memang benar adanya.

Woojin memang sangat popular, tampan, dan meskipun gak setinggi Suhyeok, badannya juga atletis. Bukan sesuatu yang aneh, karena dia adalah atlet badminton berprestasi kebanggaan negeri. Dengan reputasi seperti itu, Suhyeok heran kenapa cewek-cewek lebih ganas padanya daripada Woojin. Maka, Suhyeok ingin mendengar pendapat Woojin yang tertunda tadi.

“Jadi menurut lo gimana Jin?”

“Lo cari cewek. Pacar, maksud gue.”

“Kenapa gue harus cari pacar?”

“Biar menghalau keganasan para cewek lah Hyeok. Kalo mereka tau target nya udah punya pawang, mereka seenggaknya ga akan ngerasa bebas punya kesempatan buat ngejar-ngejar elo.” Alih-alih Woojin, Cheongsan menjawab pertanyaan polos Suhyeok barusan.

“Lo pas udah pacaran sama Hyoryoung emang jadi ga ada yang ngejar-ngejar Jin?”

“Masihlah, gue tetep famous kali. Cuma, cewek-cewek gak semengganggu sebelum gue pacaran sih.”

Setelah dipikir-pikir, memang para cewek jadi gak terlalu agresif mengejar Woojin setelah dia mendeklarasikan diri sudah taken. Juga, Woojin pada Hyoryoung −pacarnya− itu, bucin. Banget. Sampai-sampai, rasanya Woojin mengeluarkan aura aku-sudah-taken-kalian-enyahlah pada para cewek yang mengejarnya. Sementara Suhyeok, selain masih jomblo, dia juga memiliki sifat alami yang ramah dan hangat yang bikin para cewek ngantri mendekatinya. Aura yang dipancarkan Suhyeok pun malah menjadi kemarilah-dan-goda-aku. Mungkin Woojin dan Cheongsan benar, Suhyeok harus segera cari pacar!

“Tapi, bukannya kalo mau pacaran kita harus ada perasaan dulu ya?” Lagi, Suhyeok dengan pertanyaan polosnya.

Gimana bisa gue pacaran kalau gue gak ada rasa? Kasian cewek nya dong!”

“Yaudah lo pilih salah satu dari fans lo aja. Mereka mungkin gak akan keberatan lo gak ada rasa sama mereka dan cuma jadiin mereka ‘tameng’. Asalkan bisa punya titel pacar Suhyeok si cowok playboy elit yang hot ughh.” Well, Gyeongsu, yang terakhir itu sedikit menjijikan.

“Pilih yang bohai Hyeok biar lo bisa cuci mata.”

“Bego, pikiran lo bohai-bohai mulu daritadi. Jangan bilang lo mikirin kakak gue begitu juga?”

“Berburuk sangka itu tidak baik adik ipar.”

“Apaan adik ipar, gak gue restuin lo!”

“Tadi lo manggil gue kakak ipar di grupchat?!”

Sementara duo ipar –Woojin dan Daesu− ini masih beradu argumen gak penting, Cheongsan sudah kembali ke dapur resto untuk membantu ibunya, Gyeongsu yang melihat keduanya dengan tertawa geli, dan terdengar suara lain dari satu cowok yang hampir selama pembicaraan memilih diam dan hikmat menikmati ayam goreng nya yang berharga. Itu Joonyoung. Teman yang menurut Suhyeok paling waras diantara ketidakjelasan temannya yang lain. Suhyeok pun merasa perlu mendengarkan pendapat Joonyoung dengan seksama.

“Atau lo mau gue kenalin sama seseorang Hyeok?”

“Lo mau ngenalin gue ke siapa?”

“Kenalan gue waktu kegiatan OSIS di sekolah sebelah, anaknya kalem kok, cantik, pinter, lucu juga.”

Hmmmm terdengar berbeda dari cewek yang selama ini pernah Suhyeok temui.

"Lo gak perlu langsung jadian kok, kalo lo ngerasa perlu jadian kalo ada rasa. Lo bisa pdkt dulu sama dia."

Hmmm terdengar gak terlalu buruk.

“Siapa namanya?"

“Namanya Ye−

.

.

.

.

.

"WOARGH"

Belum selesai Joonyoung memulai sesi mak comblangnya, terdengar pekikan keras akan rasa terkejut diikuti dengan suara gedebuk nyaring dari arah pintu masuk resto.

“LO NGAPAIN DISITU?! BIKIN KAGET AJA”

Itu pekikan Gwinam. Dengan tangan memegang ponsel yang hampir terjatuh, Gwinam berdiri nyaris terjungkal didepan daun pintu masuk resto. Wajahnya melirik horror mengikuti pergerakan seorang cewek berseragam persis dengannya, yang kini telah berdiri dari posisi jatuhnya.

Tempat sampah tinggi berbahan besi dibagian atas yang jadi tempat persembunyian si cewek, jatuh tersenggol Gwinam yang terlalu fokus pada ponselnya. Untuk sejenak membuat pengunjung resto yang lain terkejut dan serempak menoleh pada arah pintu masuk. Tak terkecuali bagi Suhyeok yang saat ini sedang menatap kegaduhan tersebut dari sudut ruangan.

Ketika pandangan matanya bertemu dengan si cewek, Suhyeok melihat rambut hitam panjang nya berkibar akibat si empunya membalikkan tubuh dengan tergesa. Pun cewek tersebut juga segera mempercepat jalan nya meski kaku dengan muka yang sudah memerah lalu berubah pias saat Gwinam meneriakkan sesuatu padanya setelah menyadari apa yang terjadi. Gawat, dia tertangkap basah.

Mendengarnya, Suhyeok mengulangi apa yang Gwinam teriakkan dengan raut kebingungan terhias diwajah tampannya.

.

.

.

.

.

“Sasaeng?”

--

--