Reminder of YOU

Universe
3 min readOct 27, 2022

Refleksi diri menjadi satu-satunya substansi yang diperhatikan oleh Sevara saat ini. Bibirnya terkatup rapat, sedangkan netranya memeriksa setiap inchi setelan coklat susu yang membalut tubuh rampingnya. Sempurna. Ia harap outfit seperti ini cukup tepat untuk dikenakan di kantor—atau setidaknya jangan sampai berlebihan.

Beberapa detik kemudian, perempuan berambut pendek sebahu itu menatap arloji yang melingkar di pergelangan tangan. Jarum menunjukkan pukul tujuh sedangkan jam operasional dimulai satu jam lagi. Tak apa, Sevara akan menghabiskan sebagian besar waktunya dalam perjalanan. Seperti yang semua orang tahu, lalu lintas Jakarta sepadat itu, amat kontras dengan kehidupannya di Prancis.

Nama Ajun muncul di layar utama ponsel. Syukurnya, lelaki itu tiba di waktu yang tepat untuk menjemputnya. Mungkin ia sudah terbiasa dengan kebiasaan Sevara yang selalu before time. Oh, terlalu terbiasa hingga membuat kebiasaan pria itu ikut berubah—ke arah yang lebih baik, tentu saja.

Sevara beranjak dari kamar, menyambangi area ruang makan di mana sang kakak dan suaminya tengah menikmati sarapan mereka. Benar, dengan mereka Sevara tinggal sekarang. Sejak orang tuanya tak ada, perempuan itu tinggal seatap dengan sang kakak, sepaket dengan suami dan anaknya yang masih berusia satu tahun.

"Sarapan dulu, Sev..." tukas sang kakak, Sela.

"Sori kak, Ajun udah jemput. Bye!!!"

Seva segera mengenakan sepatu wedgesnya yang berwarna hitam sebelum melangkah cepat ke depan rumah, menghampiri sosok Arjuna Denindra yang tengah asik menghisap batang rokok dengan tangan yang berpangku di jendela mobil sembari menunggunya.

"Udah lama?" tanya Seva begitu memosisikan diri di samping kursi kemudi. Ajun menggeleng seraya mematikkan puntung rokok yang ia hirup tadi. Lantas, ia menyalakan mesin dan melajukan mobilnya.

Sevara menarik napas, mati-matian menahan rasa gugup yang rasanya hampir meledak. Bagaimana tidak? Ini adalah hari pertamanya bekerja sekaligus berjumpa dengan Juan setelah beberapa tahun.

Bagaimana kabarnya sekarang? Apakah ia sudah memiliki buah hati? Dan masih ada puluhan pertanyaan lain yang tak pernah Sevara ajukan pada Ajun untuk sekadar mencari tahu. Sevara ingin tahu semuanya sendiri.

"Gausah nervous gitu dong!" celetuk Ajun. Nampaknya lelaki itu memperhatikan raut cemas yang tergambar jelas di wajah Sevara sejak tadi.

"Ya lo mikir aja gimana gue gak nervous coba," Sevara mencebik. Tangannya hampir saja mencubit sahabatnya tersebut. Ajun terkekeh sejenak sebelum keadaan kembali hening tanpa pembicaraan karena Sevara terlanjur hanyut oleh rasa campur aduk dalam dirinya sendiri.

"Oh ya, anyway... lo udah ke makam Samudra?" tanya Ajun, membuka topik konversasi baru untuk mencairkan suasana. Sayangnya topik sensitif ini malah menimbulkan perasaan lain.

Makam Samudra, ya? Batin Sevara.

Mendengar pertanyaan Ajun membuat perempuan itu mencelos. Ia hampir melupakan satu lagi tokoh utama yang cukup penting dalam lembar kisahnya.

Samudra Althair, si pemuda bertubuh tinggi, pemilik paras tampan dan senyum semanis gula. Semua orang tak akan tahu seberapa cacat coretan kisahnya semasa hidup atau mungkin deritanya sebelum berpulang.

"Belum," ucap Sevara. Kepalanya menoleh ke arah Ajun.

"Mau anterin gue kesana gak pas pulang ngantor?" lanjutnya. Ajun mengangguk, tanda bahwa ia mengiyakan pertanyaan Sevara.

"Gue bakal anterin lo ke sana kapanpun lo mau. Gue juga harap lo sering-sering kunjungin dia, Sev. Dia pasti kangen banget sama lo."

--

--