DOI MOI
SEKITAR 35 tahun lalu, Partai Komunis Vietnam meluncurkan program reformasi ekonomi yang kemudian tenar dengan sebuatan Doi Moi. Hasil kerja panjang itu sekarang berbuah luar biasa. Ekonomi Vietnam disebut-sebut sebagai The Next Asia’s miracle.
Angka-angka capaian ekonomi Vietnam memang mengundang decak kagum. Beberapa tahun terakhir, negeri berpenduduk sekitar 95 juta orang ini mampu mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata sekitar 6%. Yang lebih mencolok, salah satu pendorong utama pertumbuhan ekonomi Vietnam adalah ekspor. Di masa puncaknya, ekspor mereka bisa tumbuh hingga 20% per tahun.
Bahkan di tengah pandemi Covid-19 pun, ekspor Vietnam masih mencuri perhatian. Tahun lalu, diperkirakan nilai ekspor negara ini masih tumbuh 6% dan mencapai sekitar US$ 280 miliar. Dibadingkan total Produk Domestik Bruto (PDB) yang sekitar US$ 300 miliar, artinya nilai ekspor Vietnam mencapai 93%.
Cermin wajah ekonomi dan ekspor Vietnam ini layak kita pajang untuk memovitasi pemerintah, khususnya Menteri Perdagangan Baru Muhammad Lutfi, yang memasang target pertumbuhan ekspor non-migas sebesar 6%. Jika dihitung dari realisasi ekspor non-migas 2020 yang sekitar US$ 155 miliar, artinya target ekspor non-migas 2021 sekitar US$ 165 miliar. Apakah bisa tercapai?
Jika menilik prospek pemulihan ekonomi yang masih samar-samar, target itu jelas bukan sasaran yang enteng. Namun, di sisi lain, sejatinya, pemerintah telah merintis jalan awal untuk mencapai target itu. Belajar dari Vietnam, salah satu kunci keberhasilan ekspor mereka adalah keberanian untuk membuka hubungan dagang dengan banyak negara. Disebut-sebut, saat ini, Vietnam menjadi salah satu ekonomi yang paling terbuka di kawasan ASEAN.
Kini, Indonesia juga sudah semakin berani membuka pintu kerjasama dagang. Yang terbaru adalah kesepakan ekonomi komprehensif (RCEP) yang mencakup anggota ASEAN dan enam mitra dagang utama, yakni: China, Jepang, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru. Potensi perjanjian dagang ini sangat besar karena mencakup sekitar 2,3 miliar konsumen dan output ekonomi hingga US$ 26 triliun. Total nilai ekspor semua negara yang terlibat dalam RCEP ini juga mencapai sekitar 25% nilai ekspor global. Dengan potensi sebesar itu, asal cerdik memanfaatkan, pasti Indonesia akan memetik manfaat yang melimpah.
Modal yang kedua adalah Omnibus Law Cipta Kerja. Melihat berbagai kemudahan yang ditawarkan, ditambah setumpuk isentif pajak yang disiapkan Kementerian keuangan, seharusnya, investor asing akan semakin tertarik berinvestasi langsung di Indonesia. Tentu, kita berharap, pabrik-pabrik baru yang menghasilkan produk-produk bernilai tambah tinggi segera bermunculan. Ini merupakan awal peningkatan komposisi ekspor produk elektronik Indonesia yang masih mini.
Harap dicatat, kembali ke Vietnam, ekspor negara ini melonjak tinggi salah satunya juga disumbang oleh oleh produk-produk elektronik. Harap maklum, Doi Moi membongkar aturan penghalang investasi secara besar-besaran. Alhasil, investasi asing berbondong-bondong masuk negeri itu.
Namun, di atas semua itu, yang paling penting adalah konsistensi pemerintah dalam merealisasikan kebijakan-kebijakannya. Vietnam bisa konsisten mengawal kebijakan ramah investasi dan ekonomi terbuka mereka hingga 35 tahun. Bisakah Indonesia?
ditulis 5 Februari 2021