claireveus
5 min readDec 16, 2023
source: pinterest

Pertemuan di Sore Hari

Hari ini langit di Kota Bandung tampak kelabu menandakan bahwa sebentar lagi hujan deras akan turun mengguyur Bumi Pasundan ini. Angin yang berembus lewat pepohonan terasa begitu dingin membuat sebagian orang memilih untuk memakai jaket sebagai pelindung tubuhnya. Entah mengapa cuaca hari ini sangat berbeda dari biasanya, semenjak pagi menyambut tidak ada tanda-tanda sang matahari akan bangun dari tidurnya. Justru keberadaan awan putih bercampur abu menjadi teman untuk menyapa hari yang terasa begitu melelahkan. Boro-boro bersemangat menjalani aktivitas seperti biasanya, mungkin hari ini semua orang memiliki tujuan yang sama yaitu bersantai seharian di dalam rumah dan membuat makanan lezat.

Dari luar kafe terlihat seorang perempuan berambut panjang sedang mengetuk-ngetuk jarinya pada meja yang berada di hadapannya. Wajahnya terlihat sangat tenang namun tidak bisa dipungkiri juga bahwa gurat wajahnya menunjukkan kekhawatiran. Bukan, ia bukan takut menghadapi wanita yang telah ikut merusak keluarganya, tetapi ia takut kalau Ayahnya tiba-tiba datang menyeret dirinya untuk keluar dan meminta untuk mengalah pada wanita itu.

Setelah menunggu kurang lebih selama lima belas menit sosok yang telah ditunggu kehadirannya muncul dibalik pintu kafe. Wanita tersebut datang dengan memakai blazer berwarna putih tulang, memakai high heels hitam, tidak lupa ia mengenakan jam tangan di sebelah kanannya serta rambut yang sengaja ia gelung agar terlihat rapi. Kalau diliat secara tampilannya tidak akan ada yang menyangka kalau wanita seperti dirinya menjadi perusak di rumah tangga orang lain. Tampilannya tampak seperti wanita independent dan aura yang dia pancarkan terasa mahal.

"Langsung duduk aja," ujar Alicia dengan nada yang ketus ketika wanita tersebut ingin berjabat tangan dengannya.

"Saya Mustika, teman dekat papa kamu," ucapnya tanpa merasa bersalah.

Sia-sia emosi yang sudah Alicia atur sedari tadi. Emosi dirinya langsung memuncak ketika wanita di hadapannya berbicara dengan lantang menyebutkan bahwa dirinya merupakan teman dekat dari Haris. Alicia kira wanita ini akan memiliki rasa takut karena ia berhadapan dengan anak kandung dari Haris atau paling tidak merasa sedikit malu. Tapi ternyata justru berlagak seperti manusia paling benar.

"Saya Alicia, putri kandung dari teman dekat anda," balas Alicia dengan penekanan dalam setiap katanya.

"Jadi mana uang yang dipinjam Ayah kamu? Saya ga punya banyak waktu," ujar Mustika sambil berpangku tangan.

"Sebentar dulu, anda juga punya waktu banyak untuk berduaan sama Ayah saya, masa berduaan sama anaknya ngga bisa? Tenang aja saya cuma mau liat selingkuhan Ayah saya seperti apa, lebih cantik dari mama saya atau engga. Saya mau liat wanita mana lagi yang berhasil ngerusak keluarga saya," sindir Alicia bersungut-sungut.

"Anda punya segalanya, perekonomian keluarga anda baik, anda punya ketiga anak yang memiliki prestasi, selain gaji yang dimiliki suami anda, anda juga seorang pemilik butik. Saya tanya apa yang kurang dari kehidupan anda? Apa yang kurang dari diri anda sampai harus merusak dan merebut kebahagiaan keluarga orang lain? Kenapa anda harus melakukan ini? Kenapa anda ga berpikir gimana kalau anda yang berada di posisi keluarga saya? Gimana rasanya liat suami anda sekaligus Ayah dari anak-anak anda menjalin hubungan dengan orang lain? Gimana rasanya punya trauma dan rasa sakit yang datang terus menerus tapi harus tetep nerima? Saya udah ga butuh kasih sayang seorang Ayah karena hati saya untuk dia udah mati bahkan sebelum raga saya mati. Tapi saya punya adik, kedua adik saya masih duduk di bangku sekolah dasar. Dimana hati nurani anda sebagai seorang Ibu?" Alicia menarik napasnya dalam-dalam berusaha mengatur emosinya agar tidak meledak karena ia sadar ini adalah tempat umum walau sekarang kondisi kafe sedang sepi pengunjung.

"Ibu Mustika yang tidak saya hormati apa anda senang melihat keresahan keluarga kami? Jalan pikiran anda benar-benar ga masuk di akal sehat saya. Apa kata anak-anak anda? Apa kata suami anda? Dan apa kata orang tua anda? Apa mereka bangga memiliki anggota keluarga yang menghancurkan keluarga orang lain? Anda mencintai Ayah saya? Anda senang melihat Ayah saya lebih memilih anda? Kalau memang itu yang anda inginkan ambil aja, asal setelahnya anda dan juga dia jangan pernah muncul lagi dihadapan kami. Asal anda tau kalau sikap yang selama ini dia tunjukkan kepada anda bukanlah sikap yang biasa dia tunjukkan dihadapan kami."

Kemudian Alicia mengeluarkan sebuah amplop berwarna putih yang berisikan uang dengan nominal satu juta lima ratus ribu rupiah seperti apa yang diminta oleh wanita di depannya. Dengan tampang gigih Alicia menyodorkan amplop tersebut tepat di hadapan Mustika. Wanita itu menatap Alicia nanar, terlihat jelas bahwa raut wajahnya menunjukkan kemarahan untuk Alicia. Tetapi lidahnya terasa kelu, ia kehabisan kata-kata untuk melawan ucapan Alicia yang terdengar sangat realistis dengan apa yang terjadi. Hatinya mengaku ia salah, tetapi ia tidak bisa meredam egois yang ada di dalam dirinya.

"Saya kembalikan uang sejumlah satu juta lima ratus ribu rupiah yang pernah dipinjam oleh Pak Haris, uangnya ga lebih dan ga kurang, lunas." Alicia menarik tangannya dari amplop tersebut, sebelum kembali berujar. "Saya cukupkan pertemuan saya dengan perempuan seperti anda. Kalau anda merasa bersalah atas apa yang telah anda perbuat jangan pernah muncul dihadapan kami lagi, kalau anda berani menghubungi mama saya. Saya ga akan segan-segan untuk memberitahu keluarga anda. Oh iya, sebelumnya saya mau berterimakasih sama anda karena lewat anda saya tau kalau money can’t buy class."

Alicia bangkit dari tempat duduknya tanpa berucap kata pamit sedikitpun, ia melangkah ke luar kafe dengan mata yang mulai memanas karena sedari tadi ia menahan agar segala bentuk emosi yang ada di dalam dirinya dari mulai dari amarah, kecewa ataupun kesedihan tidak meluap di hadapan wanita tidak tahu malu itu. Lebih tepatnya Alicia tidak ingin terlihat lemah oleh wanita seperti Mustika.

Sebelum meninggalkan kafe Alicia sempat melirik kantor Ayahnya bekerja, ia hanya tersenyum miris menerima fakta kalau sepertinya ia tidak berhak untuk bahagia.

Di sepanjang perjalanan pulang Alicia merasakan rintik-rintik hujan mulai turun membasahi bumi, langit hari ini pun seperti mengetahui isi hatinya yang sedang gelisah. Kesedihannya ditemani oleh semesta yang turut memberikan ruang untuk Alicia mengeluarkan tangisannya agar tidak terdengar oleh siapapun selain Tuhan.

Hari ini ditutup dengan suasana sendu, tidak ada canda tawa, tidak ada senyum dan ... tidak ada notifikasi dari seseorang yang selalu ia tunggu.

Lalu, akankah hatinya tetap percaya pada laki-laki setelah dirinya dipatahkan berkali-kali oleh seseorang yang seharusnya menjadi cinta pertama seorang anak perempuan?

yara.