Jam menunjukkan pukul 07.30. Rian menghela nafas. Kemudian mengetuk pintu, sang pemilik yang menyadari ada seseorang segera berjalan menuju pintu. Membukanya dan melihat Rian yang membawa sekantung plastik berisi pesanannya.
“Ri, lo lagi free ga?” Rian terdiam. Menatap Gilang dengan bingung. Apa yang harus dijawabnya? “Iya.. kenapa?” belum sempat mendapat jawaban, tangan pria itu ditarik masuk. Ditutupnya pintu sebelum pergi ke ruang tamu, TV sudah menyala. Layar menunjukkan sebuah aplikasi untuk menonton.
“Nonton bareng gue ya? lo suka horor gak?” Gilang mengambil satu chips dari plastik yang dibawa Rian. Yang ditanya hanya meangguk pelan, “tapi gue agak takut..” Gilang tersenyum. “Gapapa, kan ada gue. Kalo takut peluk gue aja ya?” Rian meangguk. Ia tak bisa menolak, Gilang memencet tombol asal. Mencari film yang tepat, sebelum kembali bertanya ke Rian. “Kalo ini mau gak? Temen gue bilang ga terlalu serem, tapi ada adegan sadisnya.”
“Hmm boleh.” Gilang mengambil remote dan mulai menyalakan film. Adegan awal sangat biasa, hanya seorang pemuda dan gadis yang berjalan bersama di lorong sekolah.
Beberapa menit telah berlalu, adegan berpindah ke sebuah rumah sakit terbengkalai. Rian menutup mukanya dengan bantal yang Gilang berikan. Gilang tersenyum, ia baru tau Rian bisa lucu begini. “Kenapa?” Tanya Rian yang merasa ditatap. “Gapapa, lo lucu aja. Kalo takut sender gue sini, entar gue tutup muka lo waktu ada hantunya.”
Rian berdecak kesal, ia tak terima dipanggil penakut. Namun itu memang fakta. Rian menyenderkan kepalanya ke bahu Gilang yang siap menampungnya. Dor. Suara peluru yang ditembakkan, adegan menjadi seram ketika lampu tiba tiba mati. Rian semakin takut. Ia menggunakan jaket denim yang dipakai Gilang untuk menutupi mukanya. “Belom Ri. Baru mati lampu” ejek Gilang. “Ish apasih, gue cuma antisipasi. Kalo lo ga mau gue pake sendernya ya bilang!”
Aneh. Padahal Gilang yang menawarkan bahunya, namun kini ia malah mengejeknya. “Haha iya. Lanjutin aja, gue ga bakal komplain lagi.”
Hampir sejam telah berlalu, film sudah selesai. Begitupun Rian yang sudah menutup matanya rapat rapat. Kantuknya tak dapat dibendung ketika klimax terlihat membosankan, alih alih takut Rian malah komplain. “Rian..” Gilang tak ingin membangunkan pria itu, hanya memastikan jika ia tidur atau tidak.
Benar saja. Tak ada jawaban dari sang lawan, hanya deru nafas yang terdengar. Dengan perlahan Gilang menggendong Rian menuju kamarnya. Meletakkannya di kasur empuk yang baru saja Gilang bereskan. Dengan penuh perhatian Gilang menaruh selimut dan membenarkan posisi tidur Rian yang bisa membuatnya sakit punggung.
Setelahnya ia langsung mematikan Tv dan tidur di sofa. Sebelumnya ada kata yang terucap dari bibir merah itu, “Goodnight”. Ucapnya sambil mencium kening Rian.
๑દᵕ̈૩๑