Pria dengan ranum pink yang berbentuk seperti kelinci itu sedang melihat ke kanan dan ke kiri, berusaha mencari dimana letak kelas terakhir yang perlu ia berikan berkas dan juga hasil ulangannya. Setelah menemukan papan yang bertuliskan ‘12.D’ di atas pintu kayu itu, langsung saja Soobin mengetuk pintunya dan menyerahkan berkas itu kepada guru yang sedang mengajar disana.
Setelah selesai dengan urusannya, Soobin segera kembali ke arah ruang guru. Disana hanya tersisa dirinya dan guru yang tadi menyuruh Soobin untuk mengantarkan beberapa berkas. Soobin menarik nafas dalam-dalam, lalu mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruang guru itu.
“Permisi, Namjoon-ssaem. Aku sudah mengantarkan berkas yang ssaem suruh.”
“Oh? Baiklah, cepat juga. Disini ada tumpukan kotak terakhir. Kau hanya perlu memindahkannya ke ruang teori, tiga ruangan setelah belokan di lorong ini. Lalu kau bisa kembali ke kelas-mu. Oh ya hati-hati dengan kotak yang diatas ya, tidak isi penutupnya.”
“Baik, ssaem. Terima kasih banyak.” Ucap Soobin sembari membungkuk sembilan puluh derajat.
Namjoon hanya mengangguk pelan sebagai balasan lalu berjalan keluar dari ruang guru. Sekarang hanya ada Soobin seorang di ruangan itu, karena para guru pasti sedang mengajar di kelasnya masing-masing. Sebelum Soobin mengantarkan tumpukan kotak terakhir, Soobin mengambil ponselnya yang berada di dalam saku lalu mencari kontak Yoshi. Ia memberitahu pemuda Jepang itu untuk mengantarkan barang yang ia katakan tadi ke UKS 15 menit lagi.
Soobin ingin tidur sebentar.
Selesai mengirim beberapa pesan kepada Yoshi, Soobin melirik kearah atas tumpukan kotak yang tadi dikatakan oleh Namjoon. Seperti yang gurunya katakan, kotak yang paling atas memang tidak memiliki tutup dan terlihat seperti kotak penyimpanan. Namun Soobin tidak terlalu mementingkan hal tersebut. Toh juga abis belokan dan 3 ruangan dari ruang guru langsung ditaruh kotaknya, batinnya.
Soobin mengangkat tumpukan yang tidak terlalu berat itu, namun pandangan Soobin tertutup oleh kotak dan ia tidak melihat apapun. Soobin pun merasa tidak peduli, karena siapa yang akan berjalan di lorong sekolah disaat sedang jamnya melakukan ulangan harian dan quiz bukan? Jadi Soobin langsung saja keluar dari ruang yang ditempati oleh para guru tersebut menuju ruang teori. Tetapi, baru saja Soobin berbelok-
‘BRUKKK’
-dirinya menabrak sesuatu, atau seseorang.
Menyebabkan seluruh tumpukan kotak yang Soobin bawa itu terjatuh dan menimpa Soobin.
“Duh.. LO PUNYA MATA GAK SIH BUAT JALAN?!” Teriak Soobin tanpa melihat siapa pelaku yang menyebabkan Soobin terjatuh.
“Mata untuk melihat, kaki untuk berjalan. Bodoh.”
Choi Yeonjun, sedang berdiri di hadapan Soobin sembari membersihkan bajunya yang terkena debu. Soobin terkejut, namun itu tidak bertahan lama.
“Ya intinya lo nabrak gue!”
“Ck, berisik.”
Yeonjun langsung saja berlutut untuk mengambil seluruh barang-barang yang berserakan di lantai, Soobin juga melakukan hal yang sama. Mengumpulkan beberapa buku dan lembaran kertas yang berserakan, lalu kembali diletakkan ke dalam kotak berwarna coklat.
Ini seperti.. Deja vu.
Ketika Yeonjun memungut barang-barang yang berserakan, ia mengernyit karena penampilan salah satu barang yang ia temukan.
“Siapa yang biarin isi cutter ini kebu-”
Ucapannya terpotong ketika melihat ke arah wajah Soobin, darah. Ada goresan merah yang melintang di pipi chubby Soobin, dan itu mengeluarkan darah. Mungkin saat kotak berisi benda tajam itu terjatuh, isi dari cutter tersebut tidak sengaja mengenai wajah Soobin, dan berakhir seperti ini.
“SHIT, YOU ARE BLEEDING!”
Yeonjun berseru panik dan langsung mendekat ke arah Soobin serta menggeser seluruh kotak-kotak tersebut, menangkup wajah Soobin dengan kedua tangannya. Soobin refleks memundurkan wajahnya karena jarak wajahnya dan wajah Yeonjun yang sangat dekat.
“APAAN SIH! Ini bukan masalah besar. Nanti juga sembuh sendiri, chill. Gue juga nggak ngerasa kena cutter.”
Bukannya melepaskan, Yeonjun malah menarik tengkuk Soobin untuk memeriksa seberapa dalam luka di pipi pria manis itu. Lukanya cukup dalam. Soobin bisa melihat kecemasan disertai rasa bersalah terpancar dari manik hitam pekat milik Yeonjun walaupun raut wajah kakak tingkatnya sekarang bisa dikatakan datar. Soobin hanya berharap sekarang telinganya tidak memerah.
“Kamu bisa diem kan? Sekarang ikut aja.”
Tanpa basa-basi Yeonjun langsung saja menarik Soobin ke arah ruangan yang berlawanan arah di ujung lorong sekolah, Yeonjun membawa Soobin ke UKS. Indra penciuman mereka langsung disapa oleh aroma alkohol yang kuat dan obat-obatan medis lainnya setelah memasuki ruangan kesehatan tersebut. Soobin kebingungan, apa lukanya separah itu sampai perlu diobati ke UKS?
Yeonjun menarik Soobin untuk duduk di atas brankar yang sudah tersedia disana, Soobin hanya mengikuti arahan Yeonjun dan duduk disana. Setelahnya Yeonjun berkeliling untuk mencari beberapa obat dan perlengkapan yang ia perlukan untuk mengobati luka Soobin, Soobin pun melihat di sekeliling ruangan UKS tersebut hanya, ada mereka berdua disini.
Yeonjun kembali dengan alkohol, kapas, obat merah, dan juga plester luka di tangannya. Yeonjun duduk di kursi yang bersebrangan dengan Soobin, ia membenarkan posisi duduknya untuk lebih dekat dengan wajah Soobin. Lebih tepatnya luka di wajah Soobin. Baru saja Yeonjun akan menuangkan alkohol ke kapas yang ia pegang, Soobin memegang tangannya agar Yeonjun tidak menuangkan cairan berbau keras itu.
“Kak, emang separah itu luka gue?”
“Keras kepala banget, tuh liat sendiri di kaca.”
Soobin menoleh ke samping dan benar saja, lukanya cukup dalam. Soobin pun terdiam, ia pun membiarkan Yeonjun melanjutkan aktivitasnya. Yeonjun kembali menuangkan cairan berbau itu ke padatan halus berwarna putih, memfokuskan pandangannya pada goresan di wajah Soobin dan menekan kapasnya secara perlahan. Soobin mendesis.
“Shh kak.. Pelan-pelan..”
Yeonjun menurutinya, perlahan tapi pasti ia kembali membersihkannya dengan gerakan yang halus. Ketika Yeonjun sedang fokus melakukan aktivitasnya, berbeda lagi dengan apa yang sedang dilakukan Soobin. Soobin sedang fokus untuk menenangkan degup jantungnya yang berdetak sangat keras, karena ia merasa bunyi detak jantungnya sampai-sampai bisa terdengar keluar.
Alasannya? Yeonjun. Cahaya matahari menyorot dari celah ventilasi udara dan mengenai wajah Yeonjun, dari sudut pandang Soobin juga tatapan Yeonjun yang fokus malah terlihat seperti sedang menatap Soobin dalam. Soobin merasakan sensasi perih saat alkohol menyentuh permukaan kulit wajahnya, namun ia lebih fokus dengan apa yang sedang ia lihat didepannya sekarang.
Seketika, Yeonjun mengalihkan pandangannya tepat menuju manik hazel milik Soobin. Karena tertangkap basah, Soobin pun mengalihkan arah pandangan matanya ke segala arah. Yeonjun yang menyadari hal itu hanya tersenyum tipis.
Setelah selesai dengan urusan membersihkan luka, Yeonjun kembali memberikan obat merah kepada luka Soobin sebelum ia memasangkan plester luka. Ia kembali memberikan obat dengan sangat perlahan, takut jika Soobin kembali kesakitan.
“Kak, gue boleh nanya nggak?” Ucap Soobin membuka pembicaraan, atmosfer disini terlalu tegang.
“Iya boleh.”
“Kok lu bisa berkeliaran pas waktu pelajaran tadi?”
“Haah.. Kamu gak bisa jadi sopan barang sedetik aja sama saya apa.”
“Jawab aja kenapa dih? Jangan pake ‘saya,’ formal amat. Lu bukan di rapat meja bundar.”
“Kelas ak- gue remidi, dan yang enggak remidi disuruh keluar kelas.”
“Keren juga lu kak, berarti elu engga remidi.”
“Kamu sendiri emang ngapain ngangkat barang gitu? Dihukum?”
“Tuh tau, jangan dibahas deh. Ini lu juga ngapain coba ngobatin gue segini-nya dah?”
“Maybe.. Reflex? I rarely hurt other people.”
“Ouu, at first I think you always hurt other people. AHAHAHA- ADUH!”
“Oops, sorry. My bad, Choi.”
Yeonjun tersenyum miring saat Soobin terperanjat kaget karena ia menekan lukanya, salah sendiri mengejek Choi Yeonjun. Soobin hanya memutarkan bola matanya malas lalu memukul tangan Yeonjun, berakhir malah menyebabkan Yeonjun menekan luka Soobin kembali lebih keras lagi.
“AKHH PERIHH!!”
Yeonjun terkekeh.
“Itu namanya karma instan.”
Soobin kembali memasang wajah malasnya, Yeonjun pun memberikan sentuhan akhir dengan memasangkan plester luka bening pada wajah Soobin, mengelus plester itu secara perlahan. Setelah selesai, Yeonjun beranjak untuk kembali meletakan barang-barang yang sudah ia ambil tadi. Soobin terdiam, mengamati punggung lebar kakak tingkatnya yang diberi status sebagai primadona sekolah itu. Tidak heran jika banyak yang tertarik dan juga tergila-gila dengan wajah tampannya.
“Kamu mau diem disini?” Tanya Yeonjun.
Soobin mengangguk dan berkata, “Iya kak. Gue masih nunggu temen soalnya.”
“Yaudah, maaf ya gue pergi duluan. Kelas berikutnya mau dimulai, jangan lupa di ganti plesternya biar enggak infeksi.” Soobin mengangguk.
Yeonjun pun mulai berjalan ke arah pintu keluar UKS.
“WOY KAK!” Yeonjun berhenti dan kembali menoleh, menunggu kalimat berikutnya yang akan Soobin ucapkan.
“M-makasih.”
Yeonjun tersenyum simpul, lalu berjalan keluar.
Setelah kepergian Yeonjun, Soobin membuang dan menarik nafasnya dengan brutal. Seperti kekurangan pasokan oksigen. Soobin membanting dirinya untuk rebahan di brankar, tidak terasa sakit karena sekarang Soobin sibuk mengurus dirinya yang tidak karuan.
Teringat sesuatu, Soobin mengambil ponselnya yang berada di dalam saku celananya. Dan benar saja, ada pesan dari Yoshi.