Gak Usah Galau, Resign Saja Kalau Sudah Merasakan Hal-hal Ini!

Dani Rachmat K
9 min readMay 12, 2018

--

Saya sudah pernah mengajukan resign 3x dari tempat kerja. Sayangnya tidak semua pengalaman mengundurkan diri dari perusahaan dilatarbelakangi alasan yang tepat.

Perasaan yang sangat kuat sering kali mendasari seseorang untuk memutuskan hubungan kerja dengan perusahaan.

Tentunya bukan perasaan kuat yang menyenangkan.

Paling tidak itu yang saya alami.

Apakah saya menyesal? Pernah ada masanya, tapi tidak berlarut-larut dalam waktu yang lama. Kenapa? Karena alasan saya keluar bukan selalu alasan terbaik ketika saya pikirkan ulang.

Paling tidak ini beberapa alasan kuat yang terpikir oleh saya di posisi sekarang. Alasan yang akan memberikan kebaikan untuk seseorang “membanting” surat di meja bos.

Menurut saya poin-poin di tulisan saya ini sebaiknya didapatkan dan dirasakan secara bersama-sama. Tapi kalau satu alasan saja sudah cukup kuat, apa mau dikata?

Alasan-alasan Kuat yang Mendorong Resign

Bos Tidak Mengakui Kinerja

Orang tidak membenci pekerjaan mereka, mereka membenci bosnya.

Suka atau tidak, sebagai orang yang bekerja untuk sebuah perusahaan, saya masih membutuhkan validasi dari atasan saya. Validasi tersebut berupa penilaian atas kinerja saya.

Bentuk penilaian sendiri bisa bermacam-macam. Kalau untuk ukuran saya, bos mengakui hasil kerja saya sudah cukup.

Tentu saja pengakuan ini bisa dalam bentuk bis berterima kasih, kemudian menyebutkan hasil kerja saya di rapat ketika diperlukan (give proper credit(s) when it is due), sampai ke nilai kinerja di appraisal tahunan. Saya tidak menyangkal kalau ujung-ujungnya bonus dan kenaikan gaji. *wink

Apabila penilaian layak tidak saya terima, menurut saya sudah merupakan satu pertanda kalau saya harus mulai menyebarkan CV. Tapi apakah sesederhana itu? Tidak ada penghargaan terus resign?

Tentu saja tidak. Selain validasi dari bos masih ada nilai-nilai yang lain yang bisa membuat saya terpikir untuk keluar. Meskipun bos sangat tidak menghargai hasil kerja saya, toh masih banyak komponen lain di sebuah perusahaan yang bisa merasakan apa yang saya hasilkan dalam perusahaan.

Bos dari bos saya, peers dari unit lain dan bahkan mungkin bos-bos di unit lain bisa mengetahui betapa berharganya saya kalau memang saya bekerja sungguh-sungguh. Jadi alasan ini mungkin tidak cukup kuat untuk berdiri sendiri sebagai alasan “banting surat”.

Meskipun mungkin alasan sebagian besar orang resign ya justru karena bos. Itu yang sering saya dengar.

Tidak Ada Ruang untuk Mengembangkan Diri

Katakanlah seseorang sudah bekerja di sebuah perusahaan selama beberapa tahun lamanya. Dia sudah mengetahui tentang pekerjaannya luar-dalam. Tidak ada hal yang dia tidak tahu.

Apakah dia sebaiknya mengundurkan diri dan mencari pekerjaan baru?

Saya sendiri belum pernah mengalami hal itu sih. Tapi mengalami hal yang cukup dekat dengan itu. Paling tidak dalam pandangan saya.

Ketika masih dianggap junior dan saya tidak diperbolehkan bahkan hanya untuk menelepon nasabah, lingkup kerja saya ketika mulai berkarir di bidang saya yang sekarang sangatlah terbatas. Meskipun tidak bisa dibilang sedikit juga.

Saya “hanya” melakukan analisa kelayakan kredit sebuah perusahaan, menjalankan transaksi yang perlu campur tangan kantor pusat (seperti penerbitan bank garansi maupun perubahannya), membuat memo persetujuan dan atau mengontak unit lain terkait nasabah. Kurang lebih dua tahun saya melakukan pekerjaan-pekerjaan semacam itu dengan hanya sesekali saya diperbolehkan ikut ke kantor nasabah atau datang sendiri untuk mengantarkan dokumen.

Dengan kondisi seperti di atas pun saya masih harus pulang rata-rata pukul 9 malam.

Mungkin saat itu memang masih masanya saya harus belajar. Tapi saya merasa saya bisa melakukan lebih dari itu. Saya butuh tantangan yang lebih.

Apalagi waktu itu saya merasa kalau saya tetap tinggal di perusahaan lama, lama-kelamaan saya akan terjebak di zona nyaman. Saya takut tidak akan lagi memiliki mimpi dan tertantang untuk mengembangkan diri lebih jauh.

Tapi sekali lagi saya sampaikan, hal ini bisa jadi bukanlah satu-satunya alasan kuat untuk terburu nafsu hengkang dari perusahaan lain. Karena siapa yang tahu apa yang dimiliki oleh perusahaan lain untuk kita? Bisa jadi di perusahan lain scope pekerjaannya sama sekali tidak jauh lebih menantang dan tidak memberikan pengembangan diri yang berarti.

Peraturan Perusahaan Mengharuskan Mengundurkan Diri

Perusahaan kan memiliki aturan-aturan yang harus kita taati. Kalau peraturan perusahaan mengharuskan kita mengundurkan diri, ya saya rasa mau-tidak mau harus kita taati.

Tapi maksud saya bukan karena kita melakukan kesalahan atau fraud ya. Kalau itu sih dipecat namanya.

Di manapun kita bekerja, kita harus selalu jujur. Seperti nilai-nilai kejujuran yang diajarkan oleh kedua orang tua saya.

Terlepas dari fraud dan ketidak dalam beberapa kasus, mau tidak mau peraturan perusahaan mengharuskan kita untuk keluar dan melepaskan posisi yang ada di perusahaan. Meskipun sebenarnya kita sendiri tidak mau dan masih merasa sayang dengan pekerjaan kita.

Terkadang, keluar adalah satu-satunya jalan

Sampai dengan beberapa waktu lalu ada peraturan yang melarang untuk menikah dengan teman sekantor. Alasannya untuk mencegah fraud. Sampai kemudian Mahkamah Konstitusi memutuskan pada tanggal 14 Desember 2017 bahwasannya teman satu kantor boleh menikah.

Akan tetapi mungkin masih ada perusahaan yang masih melarang dikarenakan prinsip kehati-hatian seperti saya yang bekerja di bank. Dua pegawai di dua unit yang sangat berkaitan erat dalam operasional sehari-hari masih agak sulit apabila diperbolehkan menikah. Meskipun mungkin perusahaan tidak melarang, bisa jadi untuk menghindari prasangka dari pegawai yang lain akhirnya salah satunya mengundurkan diri.

Atau apabila misalkan apabila kita mendapatkan beasiswa dari institusi lain, sementara perusahaan tidak bisa memberikan ijin cuti dalam jangka waktu yang cukup lama. Saya rasa hal ini akan menjadi alasan yang sangat kuat untuk mengundurkan diri dari sebuah perusahaan.

Kalau sudah menemui hal-hal seperti ini, saya rasa memang mau tidak mau kita harus segera mengundurkan diri.

Tetap Bekerja (Di Perusahaan Sekarang) Lebih Merusak Dibandingkan Keluar

Bagaimana sih maksudnya poin ini? Apakah bekerja di sebuah perusahaan bisa merusak diri sendiri?

Bisa! Paling tidak menurut saya.

Apabila saya sendiri sudah merasa tidak nyaman bekerja di sebuah perusahaan; tidak ada teman yang supportif (meskipun tujuan utama bekerja seharusnya tidak untuk mencari teman); tidak lagi menemukan arti lagi dari apa yang kita kerjakan; atau lebih-lebih, kita menjadi sinis dan pahit dalam menjalani hari-hari, maka saya akan berpikir mungkin itu saatnya untuk menyebarkan CV. Saatnya untuk mencari pekerjaan di perusahaan lain.

Banyak hal yang bisa mengakibatkan hal ini. Beberapa alasan di atas mungkin bisa menjadi kepingan-kepingan yang menyulut timbulnya sikap negatif.

Karena bos tidak sekalipun menunjukkan penghargaan setelah beberapa kali periode penilaian, membuat kita selalu curiga dan tidak menemukan kebaikan sedikitpun di diri atasan kita. Ketika rekan-rekan kerja tidak menunjukkan kerja sama dan sikap profesional. Ketika kita jatuh cinta dengan teman kantor tapi kemudian perusahaan tidak mengijinkan tetapi kita juga tidak sampai hati keluar (karena mencari pekerjaan susah).

Kemudian kita lampiaskan rasa frustasi di dalam dalam perilaku sehari-hari.

Mungkin dengan melampiaskan kekesalan kita ke sekitar akan membuat kita merasa lebih baik, tapi percayalah kalau kenyatannya hal itu akan membuat kita jauh lebih buruk. Di dalam dan di luar.

Solusi untuk hal ini adalah mengubah pola pikir bahwasannya segala hal ada di dalam kendali kita. Tapi memang pengaplikasiannya sangat susah.

Kalau kondisi di tempat kerja sudah sampai di taraf ini, mungkin memang lebih baik segera mencari pekerjaan baru. Segera tinggalkan lingkungan yang sudah beracun.

Karena yakinlah, tidak ada orang yang suka berada di sekeliling orang-orang yang secara konsisten mengeluarkan aura negatif. Mengeluarkan racun.

Keluar dan mencari pekerjaan lain akan lebih baik dibandingkan kita menjadi penyebar racun.

Tidak Ada Value yang Bisa Didapatkan Lagi

Seorang teman saya pernah berkata:

“Dalam bekerja, paling tidak satu dari dua hal harus kamu dapatkan. Uangnya atau happy-nya. Kalau kamu tidak dapat uangnya paling gak kamu happy. Tapi kalo kamu gak happy, ya kamu harus digaji tinggi!”

Dan saya semakin lama semakin setuju dengan itu.

Okelah tujuan awal kita bekerja di satu perusahaan adalah mendapatkan komben — kompensasi dan benefit yang sesuai dengan keinginan kita. Akan tetapi, dengan berjalannya waktu kita akan menemukan hal-hal lain di dalam pekerjaan itu.

Apakah yang kita kerjakan memberikan arti, menemukan teman-teman sehati sampai mendapatkan ilmu yang bisa dibagi dan bermanfaat sampai kita mati.

Hal-hal yang mungkin tidak bisa diukur dengan uang. Seperti pengalaman-pengalaman lucu saya ketika bekerja di bank.

Apabila ketika bekerja di suatu perusahaan sudah tidak memberikan keuntungan finansial yang berarti (gaji dan benefit yang didapatkan tidak bisa memenuhi kebutuhan hidup), apakah ada hal lain yang bisa diberikan oleh tempat kerja saat ini?

Misalkan saja, gaji kurang tapi waktu di tempat kerja yang fleksibel dan tingkat stress yang manage-able memungkinkan kita untuk mencari penghasilan tambahan di luar tidak serta-merta membuat kita memutuskan keluar kan?Atau dari tempat kerja, kita bisa mendapatkan keahlian yang jarang di luaran dan memungkinkan kita memberikan pelatihan-pelatihan di akhir pekan?

Jadi, pikirkan baik-baik saat kita dilanda emosi dan ingin segera meninggalkan kantor tempat kita bekerja.

Ada Tawaran Menggoda Dari Perusahaan Lain

Kalau semua faktor-faktor di atas tadi adalah faktor pendorong yang membuat kita ingin segera keluar, pertimbangkan juga adakah faktor penarik dari luar. Hal-hal yang cukup menggoda yang ditawarkan oleh perusahaan lain.

Selalu bandingkan paket yang ditawarkan secara menyeluruh. Jangan hanya dari gajinya saja (poin ini juga menjadi catatan pribadi saya).

Bandingkan berapa gaji yang ditawarkan. Berapa hitungan bonus dan tunjangan hari besar keagamaan. Bagaimana besaran jaminan asuransi untuk rawat inap, rawat jalan, gigi, kacamata dan untuk keluarga. Bagaimana sistem asuransinya, apakah cashless ataukah sistem reimbursement. Perbedaan jumlah hari cuti yang diberikan oleh perusahaan. Ketersediaan cuti mendadak untuk mengantisipasi hal-hal darurat. Kemudahan mendapatkan cuti. Bahkan sampai ke fleksibilitas jam masuk dan jam pulang kantor.

Jangan sampai salah hitung dan menyesal kemudian.

Kalau paket tawaran yang kita terima luar biasa menggoda, apalagi yang menahan kita?

Mendapatkan Gaji yang Tidak Bisa Ditolak

Komponen gaji harus saya sebutkan. Karena meskipun tidak segalanya tentang uang, tapi sebagai karyawan, uang gaji-lah yang memang kita tunggu setiap bulan bukan?

Kalau memang sudah bahagia dengan tempat kerja yang sekarang, saya rasa kenaikan gaji sekitar 20%-30% tidak akan cukup menggoda. Kenaikan gaji standar untuk perpindahan ke sebuah perusahaan saya rasa akan terasa kurang berarti dibandingkan dengan kenyamanan dan nilai yang sudah kita dapatkan dari tempat kerja yang sekarang.

Kalau ditawarkan kenaikan gaji sampai 50% atau bahkan 70% dari gaji sekarang bagaimana?

Tanyakan dulu bagimana tantangan di tempat barunya. Apakah akan membuat kita lembur sampai tak terkira ataukah harus mengorbankan kesehatan mental berjibaku dengan sistem yang belum tertata?

Kalau memang sangat membutuhkan tambahan uangnya dan tidak ada lagi yang bisa menahan di tempat lama, kenapa tidak segera saja memberikan suratnya?

Mengundurkan Diri Atau Tetap Tinggal?

Saya pernah mendapatkan kalimat ini ketika sedang interview:

“Kamu pindah-pindah perusahaan sebanyak ini apa yang kamu cari? Don’t just resign only for the sake of resigning. Get some benefit out of your resignation”

Ya meskipun saya punya alasan dan penjelasan tentang keputusan saya berpindah perusahaan di masa lalu, saya memahami sekali apa yang dimaksud oleh interviewer saya waktu itu. Dan itulah yang selalu saya ingat sekarang.

Saat ini saya sudah sepuluh tahun lebih berada di industri keuangan. Awal saya masuk ke industri ini bisa dibaca di postingan blog saya tentang Tes Masuk Officer Development Program (ODP) Bank Mandiri.

Sejelek-jeleknya tempat kita bekerja sekarang, pasti ada nilai positif yang bisa kita pertimbangkan untuk tetap tinggal dan bekerja di sana. Coba ubah cara pandang kita terhadap apa yang sudah kita punya.

Kalau ada tambahan dari apa yang sudah saya tulis di atas, silahkan dituliskan di bawah ya! Siapa tahu bisa berguna untuk yang lainnya.

Masih merasa harus mengundurkan diri dari perusahaan? Saya doakan yang terbaik!

--

--

Dani Rachmat K

A marketing person in corporate banking business. Loves to write and also an avid reader.