Narasi; 06

dela
4 min readSep 23, 2022

Tidak tahu apa yang otaknya pikirkan siang tadi, apa yang sudah ia dan Jerico lakukan benar-benar diluar kendalinya. Meski ia sendiri yang menyuguhkan secara langsung ‘camilan’ pengganti untuk Jerico, pikirannya tetap menyanggah jika itu telah terjadi tanpa sempat ia pikirkan lebih dahulu. Apa yang ia berikan adalah tindakan spontanitas tanpa pemikiran yang matang juga tanpa kesadaran penuh.

Yang sempat terlintas di kepalanya siang tadi hanya, berikan apa yang Jerico mau sehingga ia akan jadi patuh tanpa perlawanan. Tapi, berikan tubuhnya sendiri untuk buat Jerico patuh adalah sesuatu yang tidak pernah terpikirkan akan ia lakukan.

Jadi, ketika Jerico keluar seperti apa yang telah dia minta, Jaiden langsung merutuki sifat bodohnya yang tidak pernah gagal buat dirinya sendiri malu. Sekarang, karena ulahnya sendiri dia tidak lagi memiliki keberanian untuk berada dalam jarak yang dekat dengan teman satu asramanya itu.

Ketika tidak sengaja menatap wajah Jerico otaknya secara langsung memutar memori siang tadi dimana Jerico yang menatap tepat pada matanya dengan bibir yang sibuk mengulum puncak dadanya. Kepalanya seratus persen dipenuhi oleh raut wajah Jerico yang tengah menikmati puncak dadanya dengan seringai tipis menyebalkan terulas pada bibir tipisnya. Itu sungguh buat Jaiden malu.

“Benar-benar gila, gak tau malu.”

Handuk putih ia lingkarkan pada pinggang, menutupi tubuh bagian bawahnya yang belum tertutupi apapun.

Bulir air yang mengaliri lehernya ia seka, nafasnya dihembuskan dengan perlahan, Jaiden tengah memantapkan diri untuk berjalan melewati cermin berukuran sedang yang tergantung di pintu kamar mandi. Jaiden putuskan untuk tidak melihat pantulan tubuh shirtless nya pada cermin, matanya hanya akan disuguhkan oleh ruam merah bekas gigitan juga hisapan Jerico yang memenuhi dua buah dadanya. Itu hanya akan membuat rasa malunya bertambah besar.

Setelah membuka pintu kamar mandi dengan cara membelakangi nya Jaiden berhasil keluar. Nafasnya kembali dihembuskan, ia telah berhasil mempertahankan rasa malunya pada garis yang sama.

“Cara jalan baru?”

Terhenyak, Jaiden memutar tubuhnya, temukan Jerico yang berdiri diambang pintu. Teman satu asramanya itu sudah kembali setelah ia usir saat sebelum mandi tadi. “LO, kenapa udah balik???”

“Ya ngapain gue lama-lama diluar?”

Sadar dengan penampilan shirtless nya, Jaiden bergerak meletakan kedua lengannya untuk menutupi dadanya yang dipenuhi oleh bercak merah. “Keluar sebentar, kasih gue lima menit buat pake baju.”

“Gue udah diluar selama hampir lima belas menit, sekarang lo mau gue keluar lagi selama lima menit lagi cuma buat ngasih lo waktu buat ganti baju?” dengan acuh, Jerico langkahkan kakinya menuju ranjang miliknya. “Gue gak mau.”

“Cuma lima menit, Jerico.”

Menggeleng, Jerico memilih untuk merebahkan tubuhnya diatas ranjang. Matanya menatap lurus pada Jaiden yang terlihat jelas tengah menahan rasa kesal.

FUCK terserah lo.” Jaiden berseru, kakinya melangkah menuju lemari, meraih baju dengan asal untuk ia kenakan. “Gue harap, lo bisa bersikap seolah gak ada hal yang terjadi siang tadi.” selesai mengenakan celana selututnya, Jaiden berbalik menatap Jerico. “Lupain soal siang tadi, anggap gak pernah terjadi.”

Jerico terkekeh ditempatnya, mendengar perkataan Jaiden yang begitu konyol sungguh membuatnya ingin tertawa. Meminta ia bersikap seolah tidak ada hal yang telah terjadi, sedangkan kepalanya saat ini terus memutar ingatan dimana tangannya bergerak liar diatas tubuh Jaiden. Bersiul, Jerico bawa tubuhnya mendekat pada Jaiden yang tengah mengenakan pakaian nya. “Lo minta gue buat lupain? Ai, kenapa gue harus ngelupain hal yang terjadi tadi siang disaat gue bakal minta hal yang sama setiap harinya sama lo.” tangannya dilingkarkan pada pinggang Jaiden, memeluk tubuh yang lebih kecil itu dari belakang. “Gimana gue bisa lupa disaat bayangan tangan gue nyentuh lembut kulit lo, saat bibir gue cium harum wangi tubuh lo, saat gigi gue buat banyak tanda di kulit putih lo masih terputar jelas di kepala gue, gimana bisa gue lupain itu Jaiden?”

“Jerico!” bibir bawahnya Jaiden gigit, menahan diri agar lenguhannya tidak keluar saat puncak dadanya dimainkan kembali oleh Jerico dari dalam baju yang dikenakannya. “Tangan lo sial angh — “

“Enak? Tangan gue yang lagi mainin dada lo ini kerasa enak bukan?” Jerico berbisik dengan nafas hangatnya yang menerpa telinga Jaiden. “Alasan lo ngebiarin gue mainin dada lo siang tadi karena lo takut kalo hasil dari permainan gue keliatan sama orang-orang kan?”

“Jeri — please eumh.” kepalanya terlempar kebelakang hingga bersandar pada pundak Jerico saat merasakan nipple nya dipelintir lalu ditarik dengan begitu sensual.

“Ini masih hari jumat, ada sabtu sama minggu yang bisa lo pake buat hilangin jejak permainan gue nya.” telinga Jaiden yang memerah ia kecupi dengan perlahan. “Jaiden, may i touch you?”

“Lo terdengar yakin kalo gue bakal ngizinin lo buat main-main lagi?” tangannya menahan tangan Jerico yang bergerak menuju bagian pusat tubuhnya.

“Kenapa gue harus ragu. Ini Jaiden, orang yang selalu mengiyakan apa yang gue mau.”

© forleadernim

--

--