Kantin sekolah ramai, sebagian telah selesai dengan urusan mengisi perut, namun sebagian besar pun masih ada yang sibuk mencari menu apa yang hendak di santap. Hari ini Jaiden tidak perlu mengantri sebab Jerico sudah belikan dia menu makanan. Jadi dibanding dengan teman-temannya yang lain ia telah selesai lebih dulu.
Matanya kini beralih, menatap satu-persatu siswa-siswi sebayanya, mencari keberadaan Jerico yang mungkin ada diantara puluhan orang yang tengah berkumpul di kantin sekolah mereka.
Tapi setelah beberapa saat menghabiskan waktu dengan mengedarkan pandangannya, Jaiden tidak dapat menemukan keberadaan Jerico. Lelaki itu benar-benar tidak menyukai keramaian, hingga disetiap jam istirahat tiba Jerico selalu melipir pergi kebagian paling belakang kantin untuk menikmati makanannya sendirian atau bersama beberapa temannya yang bisa Jaiden hitung dengan jari.
“Mau kemana?”
Hagi bertanya saat melihatnya bangkit dari kursi yang sudah dia duduki sejak kurang lebih lima belas menit lalu.
“Mau cari Jerico.”
“Ngapain?”
“Mau mastiin kalo dia gak kabur dari sekolah.” jawab Jaiden, tanpa menunggu Hagi berbicara lebih lanjut ia pergi meninggalkan keramaian kantin.
Beberapa orang yang dilewatinya menyapa setelah panik menyembunyikan satu dua batang rokok ditangan mereka. Kali ini ia pura-pura tidak melihat sebab tujuannya hanya Jerico.
“Mau kemana?”
“Hai kak Nikol!” Jaiden berikan senyum terbaiknya untuk Nikolas. “Mau cari Jerico.”
“Oh dia gak ada disini.”
Matanya memicing, jelas sekali jika Nikolas tengah membohonginya. “Gak usah nyoba buat bohongin gue.”
“Ada apa?”
“Tuhkan, yang dibicarakan muncul.”
Senyum lebarnya terulas, tubuhnya berbalik menatap Jerico yang berada dibelakangnya. “Kata kak Nikol lo gak ada disini.”
“Lo duluan aja, gue disini dulu sama Iden.”
Jaiden hampiri Jerico, matanya memicing tak suka. Ia lihat kepulan asap dari rokok yang sudah Jerico injak hingga bara apinya menjadi padam. “Kok ngerokok?”
“Satu batang aja, itu juga baru setengah.”
“Tetep aja lo ngerokok.”
Jerico menahan tawanya yang hendak menguar keluar. Kepalanya ia tundukan untuk sembunyikan bibirnya yang mengulas senyum tipis. “Kenapa? Lo mau marah lagi?”
“Lo udah janji tau gak akan ngerokok lagi.”
“Gak mudah, berhenti ngerokok itu bukan perkara yang muda Ai.” wajah kecil Jaiden ia tangkup. “Setidaknya, gue harus punya hal yang bisa membungkam mulut gue supaya gue gak terhasut buat ngerokok lagi.”
“Gue bilang kan lo cukup makan permen aja.”
Jerico terkekeh. “Permen aja gak cukup, gue mau sesuatu yang lain.”
“Apa?”
“Bibir lo misal.”
Tergelak, Jaiden gigit ibu jari milik Jerico yang tengah mengusap lembut bibir bawahnya. “Gak usah bicara yang aneh-aneh.”
Bersiul, Jerico tatap ibu jarinya yang basah setelah digigit oleh Jaiden. Kakinya maju selangkah, kini ia lebih dekat dengan Jaiden. “Gue gak bercanda soal perkataan gue sore kemarin.” ia berbisik pelan, menghembuskan nafas hangatnya pada tengkuk Jaiden. “Gue beneran mau cium bibir lo, gue beneran mau gigit bibir lo sampai jadi bengkak.”
“Bicara lo makin aneh-aneh.” Jaiden dorong pundak Jerico untuk menjauh, tetapi tangan milik Jerico sudah melingkari pinggang kecilnya.
“Ai, kalo lo mau gue selalu patuh dibawah dominasi lo.” daun telinga Jaiden ia kecup. “Lo juga harus beri gue sesuatu, supaya gue tetap tunduk dibawah dominasi lo.”
Jerico tatap wajah Jaiden yang sudah memerah. “Bukankah gak adil kalo gue cuma turutin semua perkataan lo tanpa dapet apa-apa?”
Kecupannya turun pada leher jenjang Jaiden yang sepenuhnya dapat ia lihat. Dikecup lalu diberi jilatan sensual. Lenguhan tertahan Jaiden dapat telinganya dengar dengan jelas. “Ssstt jangan berisik, suara lo bisa buat orang-orang datang ke tempat ini.”
“Eumhh jangan lo hisap atau lo gigit ditempat yang bisa dilihat orang lain.”
“Tunjukkan tempat dimana gue bisa hisap sama gigit lo sepuasnya.”
Seringainya tidak bisa ia tahan, jantungnya berbedar karena terlalu senang. Jaiden bergerak sendiri, membuka satu-persatu kancing kemeja putih sekolah miliknya, menunjukan kulit seputih susunya untuk ia gigit.
“Gue gak bisa ngebiarin lo mengeksplorasi bibir gue disini.” berdehem sejenak, Jaiden miringkan lehernya untuk beri Jerico akses lebih mudah. “Tapi sebagai gantinya, lo bisa eksplorasi pundak atau puncak dada gue sesuka hati lo.”
Ini gila, tetapi Jerico menyukai hal-hal gila dan Jaiden tahu jika ia bisa memberikan hal gila yang Jerico sukai.
© forleadernim