Narasi; 09

dela
2 min readNov 13, 2022

Langkah kakinya cepat, Jaiden tidak memperdulikan rasa basah pada sepatu hitamnya akibat genangan air yang dipijaknya secara sembarang. Beberapa orang berkata jika ada keributan antar sekolah ditanah lapang tidak jauh dari tempatnya berada. Sudah jelas, Jerico beserta dengan yang lainnya berada disana.

Matanya jelas dapat melihat Jerico yang tak berhenti memukul beberapa orang yang mencoba melayangkan pukulan kearahnya. Langkah kakinya semakin dipercepat, Jaiden mendekat pada sekumpulan orang yang disibukkan dengan memukul untuk membalas, juga memukul untuk melindungi diri.

Saat dilihat Jerico berada sedikit jauh dari lawan Jaiden memutuskan untuk menarik lengan Jerico, membawanya menepi dari area perkelahian.

“Lepasin tangan gue anjing!”

Sedikit tertegun, itu adalah lontaran kalimat paling kasar yang pernah ia dengar keluar dari mulut Jerico untuknya. Tapi ini, bukan lagi waktu yang tepat untuk memikirkan sakit hati yang dirasakannya. Jaiden perlu membawa Jerico pergi sebelum semuanya semakin kacau. “Ayo pulang, wajah lo udah luka, biar gue obatin — “

“HAK LO BUAT TERUS IKUT CAMPUR URUSAN GUE APA?”

Matanya terpejam, Jerico berteriak begitu keras tepat didepan wajahnya. Beberapa tatap mata jelas mengarah tepat padanya dan Jerico. “Please Iko, perasaan gue gak enak, ayo pulang, biar gue obatin dulu luka lo.”

“Berhenti berlagak seakan-akan lo bener-bener peduli sama gue.” ia layangkan tatap mata tajamnya pada Jaiden, lelaki yang baru kenalinya beberapa bulan itu baru ia sadari benar-benar begitu lancang. Selalu mencampuri semua urusannya, melarangnya melakukan semua hal dengan begitu percaya diri. “Lo boleh pergi, ketempat manapun yang lo mau, gue gak peduli.”

Ia didorong pergi, Jerico mengusirnya untuk menjauh. Setelah semua yang dia lakukan, Jerico menyuruhnya untuk pergi hanya karena apa yang dilakukannya sama sekali tidak terlihat tulus dimanik hitam jelaganya. “Lo bener-bener ngusir gue buat pergi?” suaranya mengalun pelan. “Lo bener-bener gak mikirin perasaan gue ya?”

“Persetan sama lo dan perasaan lo itu, pergi sebelum semua orang yang ada dibelakang sadar sama kehadiran lo disini.”

Jaiden termenung, dia tidak bergerak seinci pun dari tempatnya berdiri, dia hanya diam bahkan ketika Jerico mendorong kuat tubuhnya hingga jatuh menghantam lantai aspal lapangan dengan kedua tangan saling bertumpu menahan bobot tubuhnya agar tidak jatuh telentang diatasnya, dia tidak meringis bahkan ketika matanya menangkap darah mengalir diatas telapak tangannya yang tergores kasarnya permukaan aspal.

Pikirannya terasa begitu kosong. Jerico tidak lagi berada didekatnya, lelaki itu sudah kembali bergabung dengan beberapa temannya yang tengah saling baku hantam. Ia tampak tidak lagi diperdulikan.

Jaiden masih diposisi yang sama ketika Maheza dengan anggota Komdis yang lain serta pihak sekolah datang melerai pertengakaran. Mereka semua dibawa, termasuk dirinya yang dijejali banyak pertanyaan oleh Maheza alasan mengapa dirinya bisa berada ditempat kejadian lebih dulu.

© forleadernim

--

--