Bahasa Erat Kaitannya dengan Budaya: Ivan Lanin dan Raditya Dika

Devy Selpia
3 min read1 day ago

--

Dalam siniar Raditya Dika di youtube pada beberapa minggu lalu, ia mengundang salah seorang yang dikenal sebagai pencinta Bahasa Indonesia, yakni Ivan Lanin. Beliau merupakan seorang penulis wikipedia dan pendiri Nara Bahasa. Beliau juga aktif membagikan konten-konten terkait Bahasa Indonesia di akun sosial media, blog, dan mediumnya.

Sebagai seorang Mahasiswi yang berkecimpung di jurusan Sastra Indonesia, tentu saya sangat tertarik dengan pembahasan siniar yang disungguhkan oleh Raditya Dika. Banyak sekali ilmu-ilmu baru terkait Bahasa Indonesia yang saya dapatkan sepanjang percakapan dalam video berdurasi satu jam, enam belas menit tersebut.

Saya akan membagikan beberapa poin penting yang sudah saya rangkum sebagai berikut.

  1. Seperti yang kita ketahui bahwa sebelum dideklarasinya Bahasa Indonesia, Bahasa persatuan yang digunakan adalah Bahasa Melayu. Lalu, muncullah pertanyaan “mengapa tidak menggunakan Bahasa Jawa sebagai bahasa persatuan pada saat itu?”. Jawabannya adalah, karena Bahasa Jawa tidak bersifat egaliter untuk masyarakat Indonesia yang sangat beragam.
  2. Penciptaan atau pencetusan Bahasa Indonesia yakni pada tahun 1926 saat Kongres Pemuda Pertama dilaksankan. Orang yang mendesak Mohammad Hatta untuk menggantikan kalimat ‘Bahasa Melayu’ menjadi ‘Bahasa Indonesia’ dalam Ikrar Sumpah Pemuda yakni M Tabrani yang sekarang dikenal sebagai Bapak Pencetus Bahasa Indonesia. Kemudian, pada tahun 1928 Bahasa Indonesia dideklarasikan.
  3. Kosa kata bahasa asing yang diserap ke dalam Bahasa Indonesia tidak akan berubah ketika saat ditulis dan dilisankan bunyinya sama. Beberapa contohnya yakni kata, blog, vegan, dan golf.
  4. Kosa kata bahasa asing yang jika ditulis dan dilisankan dalam bahasa Indonesia berbeda, maka akan terjadi perubahan baik tulisan mau lisan. Contohnya, imigration, diserap ke dalam Bahasa Indonesia menjadi imigrasi.
  5. Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tidak hanya menampung bahasa baku, tetapi menampung semua bahasa populer yang digunakan masyarakat termasuk bahasa non formal. Pembeda bahasa non formal dengan bahasa baku yakni terdapat lambang ‘cak’ ketika kata tersebut ditelusuri di KBBI. Lambang ‘cak’ muncul sebelum penjelasan mengenai salah satu kata, ‘cak’ sendiri berarti percakapan.
  6. Bahasa baku dapat diartikan sebagai standar mutu. Artinya, kosakata yang dapat digunakan dalam semua jenis tulisan termasuk tulisan formal.
  7. Penggunaan bahasa dalam suatu tulisan dapat dikategorikan dari yang paling lentur hingga paling kaku. Ada enam kategori tulisan yakni, Sastra, Kreatif, Jurnalistik, Bisnis, Ilmiah, dan Hukum.
  8. Seiring majunya zaman dan perkembangan teknologi, kosakata dalam Bahasa Indonesia semakin menciut. Contohnya, dahulu sebelum ada rice cooker, ada beberapa tahapan istilah beras sebelum menjadi nasi. Namun, setelah perkembangan teknologi, istilah-istilah tersebut hampir tidak digunakan karena beras bisa langsung menjadi nasi ketika mengunakan rice cooker.
  9. Lalu beberapa watu lalu, ada argumen dari seorang oknum yang menyatakan bahwa Bahasa Indonesia itu miskin kosa kata. Namun, Bukan miskin kosa kata yang menjadi permasalahannya. Kita perlu ketahui bahwa Bahasa sangat erat kaitannya dengan budaya dan kegiatan-kegiatan yang masyarakat lakukan. Ketika di suatu negara, contohnya Prancis yang memiliki berbagai jenis keju, sedangkan di Indonesia tidak memiliki jenis keju sebanyak itu, maka hal tersebutlah yang menyebabkan kosa kata yang ada di Prancis belum tentu ada di Indonesia juga, begitupun bahasa lainnya.
  10. Setiap bahasa pasti memiliki bahasa yang tidak bisa diterjemahkan. Contoh dalam Bahasa Indonesia yakni kata ‘ngabuburit’, lalu Bahasa Portugis ‘Saudade’.
  11. Bahasa sangat erat kaitannya dengan budaya. Bahasa yang tercipta atau masuk di suatu negara menggambarkan kebudayaan yang ada di daerah tersebut.

Itulah beberapa poin penting yang bisa saya bagikan dari siniar Raditya Dika bersama Ivan Lanin. Semoga dapat bermanfaat dan menambah wawasan baru. Satu kalimat sebagai penutup “Mari kita junjung tinggi Bahasa Indonesia”.

--

--