OBRAL KEBAIKAN

Dhiniana Shara
4 min readOct 7, 2023

--

Sejatinya manusia hanyalah makhluk yang fana. Sampai saatnya nanti kita akan kembali ke hadapan Sang pencipta. Bukan hanya manusia, tapi seluruh makhluk yang ada di muka bumi ini, bahkan hewan buas sekalipun, bahkan raja paling kuat di dunia sekalipun, atau bahkan pohon paling tua sekalipun suatu saat ia akan jatuh, runtuh, dan tak berdaya.

Hal ini, jika kita kaitkan dengan sampah kita akan langsung mengingat “SAMPAH ORGANIK” yang cara terbaik mengelolanya adalah dengan dikubur di dalam tanah, komposter atau lubang biopori. Jika kamu masih penasaran kenapa? Mari kita melakukan eksperimen di bawah ini :

  1. Makanlah buah pisang
  2. Letakkan kulit pisangnya disebuah wadah, lalu simpan.
  3. Diamkan selama 3 bulan, dan tunggu sampai jadi debu…

Well, tapi aku yakin bakal pada mager si melakukan itu.

Yes, yang penting kita makin tahu sekarang bahwa yang berasal dari tanah akan kembali ke tanah.

۞ مِنْهَا خَلَقْنَـٰكُمْ وَفِيهَا نُعِيدُكُمْ وَمِنْهَا نُخْرِجُكُمْ تَارَةً أُخْرَىٰ ٥٥

From the earth We created you, and into it We will return you, and from it We will bring you back again. (QS. Taha : 55).

Tak selesai sampai di situ, jika kita memperhatikan manusia lebih dalam lagi, kita akan menemukan hakikat manusia as the social human being adalah manusia yang haus akan kasih sayang dari manusia lainnya. Maka dalam hidup kita, akan selalu membutuhkan kehadiran manusia lain sebagai pendamping hidup, sebagai teman berjuang, sebagai penasihat terbaik, juga sebagai pendengar yang tak pernah menghakimi.

Tak bisa dipungkiri, saat ini kita sedang hidup berdampingan dengan kejamnya fitnah dunia yang semakin hari semakin mengikis kesabaran hati. Sehingga perlu terus mengedapankan konsistensi karena we never achieve without consistency. Tapi lagi-lagi konsisten itu berat kalau dilakukan sendiri, butuh orang yang bisa terus saling mengisi semangat yang nyala-padam-nyala-padam ini. Dan benar manusia membutuhkan manusia lainnya hadir sebagai lingkungan yang saling membantu tumbuh dan berkembangnya. Lingkungan yang menenangkan, mendengarkan dan juga menyadarkan.

Kasih sayang yang tercurah dari orang tua ke anaknya, ke antar saudara, ke antar teman atau sebaliknya adalah outcome dari terbentuknya lingkungan baik itu, sehingga jika kita sudah bisa saling memberikan kasih sayang yang utuh antara satu sama lain maka hadirnya orang yang dicintai itulah yang biasanya menjadi bara semangat hidup bagi kita.

“Aku harus terus maju, demi orang tua ku..”

Kalimat itu akan terus-menerus menggaung, menjadi suplemen dikala semangatnya sudah tak lagi berpercik.

Sayangnya, manusia itu memanglah sangat abu-abu, kita tak pernah tahu apa isi hati dan kepala seorang manusia, hendak berlaku apa ia selepas ini, kapan ia memilih untuk benci ataupun senang. Hal ini menjadi tantangan berat juga untuk kita, agar bisa memilah dan memilih lingkungan terbaik itu, juga bisa memilih untuk senantiasa memberikan kebaikan atau keburukan bagi kehidupan seseorang. Everything depends on us,

Pada pembuka buku ini aku belajar mengenai dua pertanyaan purba manusia: dari mana kita berasal? dan ke mana kita akan pergi? Kita bisa berdamai dengan pertanyaan pertama meski tak pernah tahu kepastian jawabannya, tapi tidak dengan yang kedua. Kita selalu resah dan bertanya seperti apa kehidupan, jika bisa disebut demikian, setelah mati? Benarkah kita seperti lahir kembali? benarkah kita akan berkumpul lagi dengan keluarga kita yang telah mendahului?

Dan dari buku Things Left Behind yang telah aku baca, ada pertanyaan ketiga yang bagi saya sama meresahkannya dengan yang kedua: apa yang terjadi dengan orang-orang terdekat ketika kita tiada? Bagaimana mereka mengenang kita? Orang yang baikkah? Orang yang bermanfaat bagi sesama semasa hidup atau bahkan yang melebihi masa hidupnya?

Tak seorang pun tak ingin dikenang. Hasrat untuk dikenang inilah yang melahirkan konsep warisan. Bagi orang yang berharta berwujud investasi, bagi orang intelektual berupa karya, bagi penguasa berupa kebijakan. Dan, bagi pecinta buku, seperti saya, tentu saja, buku yang banyak, berlemari-lemari.

Things Left Behind adalah catatan seorang CEO perusahaan jasa pengurusan barang orang-orang yang meninggal. Garis besarnya, barang-barang peninggalan itu, seberapa pentingnya bagi almarhum, merepotkan yang masih hidup. Pertama, bagi almarhum yang dicintai orang-orang terdekatnya, barang-barang peninggalannya adalah kenangan yang menjadi beban, yang membuat orang-orang teringat akan almarhum. Tak semua orang siap dengan kenyataan akan kehilangan. Kedua, bagi mereka yang kepergiannya tak dihiraukan, barang-barang peninggalannya juga beban dalam arti sebaliknya: tumpukan rongsokan yang harus dimusnahkan. Tentu saja, ini lebih merepotkan bagi yang masih hidup.

“Kuharap dunia tempat kita hidup ini menjadi dunia yang baik untuk menjalani hidup bagi siapa pun.”

Harapan besar setiap manusia adalah dimanusiakan oleh manusia lainnya. Perhatian kecil kita bisa menjadi harapan bagi seseorang untuk kembali mendapat semangat hidup. Itu bisa menjadi penyelamat yang akan mendorong orang yang tadinya mau menyerah akan hidupnya untuk memulai hidup baru. Salam singkat kita yang menanyakan kabar, atau sepatah kata hangat dari kita, bisa membuat orang-orang yang berharga bagi kita tidak memilih kematian, tetapi memilih hidup. Yang tersisa bagi kita hanyalah satu hal, yaitu kita mengasihi seseorang dengan segenap hati dan dikasihi oleh seseorang.

Maka pada bagian akhir ceritaku ini mari kita ingat kembali sebuah janji yang telah Tuhan gariskan bahwa kebaikan akan selalu berbalas kebaikan. Maka berbahagialah kamu yang bahagia karena kebahagiaan orang lain.

--

--

Dhiniana Shara

Welcome to Yaya's Stories, the girl who loves to strolling around the books, inspired by the words, obsessed by the sky and your smile.