Apa yang Membuat Kamu Berbeda?

Cerita saya mendiferensiasikan diri di lapangan kerja untuk masuk ke perusahaan dengan tingkat penerimaan kurang dari 1%

Dimas Radityo
6 min readJun 15, 2019
Photo by Randy Fath on Unsplash

Sepertinya sudah menjadi stigma bahwa tempat kerja ideal bagi millenials adalah startup, dimana mayoritas memiliki kultur yang santai seperti berpakaian bebas, jam kerja fleksibel, open office spaces, dsb.

Saya pribadi juga sangat tertarik untuk bekerja di sebuah startup, tetapi motivator utama bukanlah aspek-aspek yang disebutkan di atas; melainkan kondisi bisnis startup yang sangat dinamis dan tidak pasti.

“Startup adalah sebuah lembaga buatan manusia yang dirancang untuk memberikan produk atau layanan baru dalam kondisi ketidakpastian yang ekstrim”

— Eric Ries (The Lean Startup) (Diterjemahkan ke Bahasa Indonesia)

Saya berbicara dari pengalaman pribadi ketika bekerja di perusahaan korporat, dimana semua pekerjaan yang saya lakukan cukup identik, dan bahkan terkadang tidak ada pekerjaan sama sekali dalam satu hari.

Walau mungkin ada orang yang melihat ini sebagai suatu rezeki (karena gaji buta), saya melihat ini sebagai penyiksaan, karena saya merasa waktu saya terbuang dan saya tidak akan berkembang di sini (Seth Godin menyebut tipe pekerjaan ini sebagai suatu cul-de-sac).

Ingin mencari tempat kerja yang lebih dinamis dengan harapan dapat memicu perkembangan profesional saya, saya memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak dan mulai melamar di berbagai startup; dengan perusahaan prioritas saya berupa “startup” yang produknya sudah meluas ke berbagai aspek kehidupan sehari-hari kita; yang mitranya ada dimana-mana kemanapun kita pergi; yang sedang ekspansi besar-besaran keluar negeri, yang misi sosialnya membuat jiwa nasionalis saya membara — yaitu Go-Jek.

Motivator lainnya adalah jarak rumah-kantor cuma 20 menit jalan kaki 😄

Tetapi, saya tahu saya harus siap berjuang selayaknya mendaki gunung untuk masuk ke perusahaan ini, karena:

“Go-Jek memproses sekitar 200 ribu lamaran kerja dengan tingkat penerimaan kurang dari 1%”

Awalnya, tingkat penerimaan yang sangat kecil ini terlihat mengerikan; tetapi jika dilihat dari perspektif lain, hal ini dapat memberikan gambaran mengenai “level” saya di dunia kerja. Perspektif ini menjadi pendorong terbesar saya untuk terus menerus melamar di Go-Jek.

Kegagalan Pertama

Saya sudah pernah mencoba untuk melamar di Go-Jek sebagai seorang intern sebelum memulai pekerjaan korporat saya. Walaupun saya merasa pede dengan lamaran saya, singkat cerita saya gagal untuk lanjut ke tahap berikutnya.

Kegagalan ini membawa saya balik ke dunia nyata. Saya melihat bahwa “level” saya di dunia kerja masih jauh dari cukup, sehingga saya harus mengembangkan diri saya lagi secara signifikan; dan saya akan coba melamar kembali di kesempatan selanjutnya.

“Berlatih Untuk Naik Level”

Untungnya, latihan saya nggak butuh banyak kegiatan fisik

Cara mengembangkan diri yang saya pikirkan saat itu adalah untuk fokus dalam memperluas wawasan saya mengenai startups, dan semua komponen-komponen didalamnya. Dengan fokus tersebut, saya mengutilisasi 3 sarana pembelajaran, yaitu:

  1. Membaca buku-buku mengenai startup/entrepreneurship
    Buku sangatlah underrated, dan cukup sedih melihat Indonesia memiliki minat baca yang rendah. Beberapa buku yang saya baca pada periode ini adalah zero to one, the lean startup, running lean, dan the innovators
  2. Mengikuti kompetisi startup:
    Keunggulan kompetisi adalah mereka akan menjadi sarana bagi kita untuk mempraktekkan pengetahuan kita. Waktu itu, saya mengikuti Startup Weekend Jakarta, yaitu suatu kompetisi untuk “membuat suatu startup” dalam 54 jam. Kompetisi ini secara langsung memberikan saya eksposur kepada kondisi bisnis startup yang sangat dinamis dan tidak pasti. Walaupun setiap hari pulang dalam keadaan burn out dan stres, saya merasa cukup bangga ketika melihat kembali progress yang telah dibuat oleh tim dalam satu hari, dan antusias dalam menghadapi tantangan yang akan muncul di esok hari. (Tim saya juga menang juara 2, jadi lumayan lah yaa 😉)
  3. Datang ke seminar/workshop yang berkaitan dengan startups:
    Terakhir, saya juga mencoba untuk menghadiri berbagai seminar dan workshop yang berkaitan dengan startup. Tujuan saya mendatangi acara-acara ini adalah untuk mendapatkan ilmu-ilmu yang relevan untuk membuat/bekerja di suatu startup langsung dari narasumbernya, serta untuk memperluas network saya yang berpotensi membuahkan kesempatan bisnis di masa depan.

Menemukan Seminar yang Berguna Secara Tidak Sengaja

Pada suatu job fair yang sedang saya hadiri, terdapat seminar dengan nama yang cukup generik seperti “CV Writing 101”. Saya sebenarnya tidak tertarik, tetapi memutuskan untuk mengikutinya karena ada waktu luang.

Pada seminar tersebut, narasumber menyebutkan ini:

“Ketika melamar ke suatu perusahaan, selain mengirimkan CV, coba tunjukkan juga apa yang bisa kamu berikan ke perusahaan jika kamu diterima di posisi tersebut”

Kata-kata di atas membuat saya berpikir…

Saya melihat bahwa selama ini tidak banyak ruang bagi pelamar kerja untuk mendiferensiasikan dirinya dari pelamar lain. Setiap pelamar pasti akan mencoba membuat CV + cover letter terbaik untuk dikirim ke perusahaan, tetapi ini bisa saja bergantung dari keterampilan mengarang bebas pelamar kan?

Sangat masuk akal bahwa memberikan perusahaan suatu karya di muka yang memberikan gambaran mengenai keterampilan kita akan mejadi diferensiator yang kuat, karena akan menunjukkan perusahaan bahwa kita sangat menginginkan posisi ini dari usaha dan waktu yang sudah kita keluarkan.

Dibekali dengan pengetahuan ini, saya kembali melamar ke berbagai perusahaan — salah satunya adalah Go-Jek.

Kesempatan Kedua

Saya minta maaf karena mereferensikan trilogi original dan prequel di satu artikel

Pada kesempatan ini, saya mencoba melamar di Go-Jek sebagai business research intern.

Format proses lamarannya cukup mirip dengan sebelumnya , tetapi pertanyaan penutupnya menarik perhatian saya:

“Tolong beri tahu kami, mengapa kami harus memberikan kesempatan ini kepada kamu?”

Saya langsung berpikir dan meyakinkan diri bahwa pertanyaan ini hanya bisa dijawab dengan menunjukkan apa yang bisa saya berikan kepada perusahaan jika saya diterima.

Karena posisi yang saya lamar adalah researcher, saya berpikir untuk memulai suatu penelitian yang berkaitan dengan Go-Jek. Setelah beberapa hari brainstorming, saya akhirnya memutuskan untuk melakukan penelitian tentang bagaimana Go-Jek dapat menjadi pionir dalam mendorong adopsi kendaraan listrik untuk masyarakat umum di Indonesia. Penelitian tersebut berbentuk feasibility study, yang rampung dalam waktu kurang lebih 2 minggu, dan memiliki tebal 18 halaman.

Setelah penelitian selesai, saya kembali ke halaman lamaran saya, dan langsung pergi ke pertanyaan terakhir. Untuk pertanyaan di atas, saya menjawab:

“Saya bisa saja menjelaskan panjang lebar mengenai kekuatan (strengths) saya, tetapi saya lebih nyaman menunjukkan apa yang bisa saya berikan ke perusahaan jika saya diterima. Silahkan ikuti URL ini untuk mengakses penelitian kecil yang telah saya lakukan untuk Go-Jek”.

…Lalu saya klik tombol “Submit Application

Kegagalan Kedua(?)

Ketika saya lagi m̶a̶i̶n̶ ̶m̶o̶b̶i̶l̶e̶ ̶l̶e̶g̶e̶n̶d̶s kerja, tiba-tiba ada telpon masuk dari nomor yang tidak dikenal. Ketika diangkat, taunya dia dari divisi HRD Go-Jek, yang menelpon untuk memberitahu lamaran saya diterima, dan saya lolos ke tahap interview.

Singkat cerita, interview berjalan lancar, dan ada beberapa pertanyaan yang dapat saya kaitkan dengan pembelajaran saya mengenai startup dari buku-buku dan seminar yang berhasil memberikan bobot lebih untuk jawaban saya.

Beberapa minggu kemudian, saya diberitahu bahwa saya diterima, dan saya sudah bekerja di Go-Jek hingga sekarang.

Saya juga sangat bahagia karena saya merasakan langsung kondisi bisnis yang dinamis dan tidak pasti di suatu startup yang selama ini saya cari, dimana hari-hari saya selalu diisi dengan pekerjaan-pekerjaan baru dan beragam, dan saya sudah belajar banyak hal baru ketika magang disini (spoiler buat artikel berikutnya).

--

--

Dimas Radityo

Life is a large-scale experiment; writing articles on Medium is a small experiment within it | Researcher @ Gojek