“Magang on Steroids” di Go-Jek

Pembelajaran saya diberikan kepercayaan dan tanggung jawab yang besar ketika magang di perusahaan yang bergerak sangat cepat

Dimas Radityo
5 min readJun 26, 2019

Ketika mendengar kata “intern”, saya langsung memiliki beberapa stereotipe negatif yang muncul di kepala saya, seperti membuatkan kopi; menyortir dokumen; dan pekerjaan-pekerjaan sepele lainnya. Bagi saya, berbagai stereotipe tersebut muncul dari cerita orang tua saya ketika mereka magang, dan juga dari gambaran intern di media.

Tetapi, jika dipandang secara logis, munculnya stereotipe-stereotipe di atas cukup masuk akal; karena biasanya intern masih memiliki pengalaman kerja yang minim, sehingga pasti ada keraguan untuk memberikan mereka kepercayaan dan tanggung jawab untuk membantu dalam berbagai pekerjaan(terutama yang kepentingannya besar).

Berangkat dari artikel saya sebelumnya, saya sendiri sempat mengalami hal-hal tersebut di pekerjaan saya sebelumnya. Pekerjaan-pekerjaan yang saya lakukan cukup repetitif dan relatif mudah, dan saya tidak pernah diberikan tanggung jawab untuk membantu di proyek-proyek perusahaan yang lebih besar, sehingga saya sering memiliki waktu luang. Pengalaman ini membuat saya mempertanyakan apa manfaat bagi saya jika saya terus bertahan di perusahaan tersebut, padahal saya bisa berkontribusi lebih di tempat lain. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak dan melamar sebagai intern di Go-Jek (perjuangannya dapat dibaca di artikel saya sebelumnya):

STEREOTIPE YANG TERPATAHKAN

Ketika saya mulai magang sebagai researcher di Go-Jek, semua stereotipe intern di atas diputarbalikkan. Dalam tim saya, saya diberikan kepercayaan dan tanggung jawab untuk berkontribusi dalam berbagai proyek yang sedang berjalan (kecil sampai besar skalanya). Saya juga merasakan niat yang baik oleh rekan kerja serta supervisor saya untuk mendukung saya berkembang secara profesional di periode magang saya.

Lalu pembelajaran apa saja yang saya dapat di Go-Jek?

1. Manajemen Proyek 101

Sumber: Giphy

Di tim saya, proyek-proyek yang berjalan sekaligus cukup banyak, dengan masing-masing memiliki kebutuhan dan timeline yang berbeda-beda; sehingga tidak langka bagi tiap orang di tim saya untuk menangani lebih dari 2 proyek sekaligus.

Di atas itu, mayoritas durasi proyek juga relatif singkat. Sebagai contoh, proyek yang durasinya sudah memasuki 2 minggu sudah bisa dicap “lama” (pengecualian untuk proyek yang kompleks/besar skalanya).

Untuk menangani kedua kondisi di atas, manajemen proyek menjadi skill yang wajib dimiliki.

Komponen dari manajemen proyek yang saya rasa paling penting adalah manajemen waktu, yaitu mengalokasikan waktu seefisien mungkin agar seluruh proyek yang sedang berjalan terselesaikan tepat waktu. Untuk mewujudkan ini, diperlukan manajemen waktu bagi diri sendiri dan juga untuk berkoordinasi dengan pihak lain di perusahaan.

Untungnya, dari pertama kali saya masuk Go-Jek, saya sudah merasakan kultur perusahaan sangat menghargai waktu. Ketika wawancara untuk posisi ini, dari sekitar 5 perusahaan yang saya datangi untuk wawancara, hanya Go-Jek yang memulai wawancaranya tepat waktu.

Kultur ini memudahkan saya ketika ingin diskusi/meeting dengan karyawan lain di Go-Jek, karena mayoritas pasti akan mulai dan selesai tepat waktu. Bagaimana caranya?

Di Go-Jek, masing-masing karyawan memiliki calendar yang dapat dilihat seluruh karyawan lainnya. Jika ingin berdiskusi atau meeting dengan mereka, kita harus “book” calendar mereka terlebih dahulu. Dari observasi saya, mereka juga sangat konsisten dengan kalendarnya, dimana mereka hampir tidak pernah telat memulai atau mengakhiri suatu aktivitas di calendar mereka.

Saya sangat menghargai kultur dalam menghargai waktu yang dimiliki perusahaan, dan saya sudah mulai menerapkannya ke semua hal yang saya lakukan, di dalam maupun di luar perusahaan.

2. Learning by Doing

Sumber: Giphy

Hari pertama saya mulai magang di Go-Jek (literally pas pertama kali ketemu supervisor), saya langsung ditugaskan untuk melakukan riset untuk memulai suatu proyek yang cukup besar (seberapa besar? jika diimplementasikan, proyek ini akan memberikan cara baru bagi pelanggan untuk menggunakan aplikasi).

Pada saat itu, saya belum ada pengetahuan sama sekali tentang bagaimana cara bekerja di Go-Jek, sehingga saya cukup khawatir; tetapi saya disarankan untuk langsung mencoba memulai penelitiannya saja. Mendengar itu, saya langsung mencoba memulai dengan bekal berupa dokumentasi penelitian-penelitian sebelumnya serta bimbingan beberapa kali dari rekan kerja saya. Kedua hal ini terbukti cukup efektif karena feedback dari supervisor dan tim cukup positif tentang penelitian saya.

Hingga sekarang, saya masih mendapatkan proyek-proyek baru yang cukup asing bagi saya; tetapi saya sudah memiliki mindset untuk mencoba memulainya dahulu daripada terlalu lama berpikir bagaimana memulainya. Karena kalau lama memulai, makin banyak pekerjaan yang numpuk.

3. Memiliki Inisiatif Akan Membuka Banyak Peluang untuk Mengembangkan Diri

Sumber: Giphy

Saya memiliki dua contoh nyata akan hal ini:

Pertama, saya mencoba menyuarakan keinginan saya untuk memiliki setidaknya 70% kepemilikan di proyek besar yang saya bahas pada poin sebelumnya. Hal ini berimplikasi bahwa saya akan menjadi orang utama yang akan berhubungan dengan seluruh stakeholder dalam proyek ini, yang termasuk tim produk dan tim desain. Tetapi, bukannya permintaan saya ditolak karena tanggung jawabnya akan terlalu besar untuk seorang intern; permintaan ini malah dijadikan objective pribadi bagi saya untuk dicapai pada akhir periode magang saya.

Kedua, saya juga menyuarakan ketertarikan saya untuk berkontribusi di proyek-proyek di luar bidang yang saya ketahui. Saya beruntung supervisor saya sangat mendukung hal ini, dan Ia langsung meng-OK kan permintaan saya. Mendengar itu, saya langsung mencoba menghubungi rekan tim saya yang risetnya berfokus di bidang marketing & market intelligence, dan saya cukup kaget responnya positif tentang ketertarikan saya. Kita pun langsung memulai proyek baru di bidang ini.

4. Banyak Orang yang Siap Membantu

Sumber: Giphy

Dari pengalaman saya, seluruh karyawan Go-Jek cukup terbuka untuk membantu jika saya sedang mengalami kesulitan dalam pekerjaan; baik dari permasalahan kecil yang dapat diselesaikan via Slack, atau yang lebih besar yang membutuhkan saya untuk “booking” calendar mereka untuk bertemu langsung.

Senioritas juga tidak tampak disini, karena saya pun pernah dibimbing oleh orang-orang yang jabatannya dan pengalaman kerjanya jauh di atas saya.

Dari sisi interpersonal, setiap 2 minggu ada sesi 1-on-1 dengan supersivor yang berdurasi 1 jam. Sesi ini berfokus untuk membicarakan seluruh aspek pekerjaan (dari aspirasi karir hingga kesulitan yang dihadapi), dan bagaimana supervisor dapat mendukung saya. Setelah pembicaraan tentang pekerjaan selesai, sesi ini akan menjadi “curhat session” dimana saya dapat mengobrol tentang hal apapun di luar pekerjaan.

Secara keseluruhan, saya sangat menikmati sesi ini karena saya menjadi yakin bahwa supervisor saya akan selalu mendukung saya selama saya bekerja di sini, dan saya juga merasa lebih rileks karena sesi tersebut membawa pikiran saya keluar dari pekerjaan, walaupun hanya sejenak.

PENUTUP

Di Go-Jek, menjadi seorang intern itu lebih dari hanya melakukan pekerjaan-pekerjaan sepele; tetapi kita diberikan kepercayaan dan tanggung jawab yang cukup besar untuk membantu di berbagai proyek yang sedang berjalan, dengan banyak pihak dan sumber daya yang tersedia untuk membimbing kita.

Sekarang, periode magang saya sudah selesai dan saya sudah menjadi karyawan tetap di Go-Jek.

--

--

Dimas Radityo

Life is a large-scale experiment; writing articles on Medium is a small experiment within it | Researcher @ Gojek