Minggu terakhir di bulan November, aku memutuskan untuk pergi ke salah satu Art Space yang baru saja buka di Kota Bandung. Aku pergi ke tempat tersebut karena hanya sekadar tertarik sekaligus ingin refreshing diri karena aku telah menyelesaikan Ujian Tengah Semester (UTS) per-kuliahanku.
Iya. Kota Bandung. Ini adalah kota tempat kelahiranku. Kota yang mempunyai banyak sekali kisah yang sangat indah untuk diceritakan. Bahkan kota ini juga menyimpan banyak sekali kenangan yang mengisi keseharianku,
🎨🎨🎨
Aku telah sampai di Art Space yang bernama Jace Art. Aku juga langsung dibuat jatuh cinta dengannya. Banyak karya indah dan tidak lupa pada tiap karya tersebut mempunyai cerita yang tersimpan.
Pengunjung pada hari itu juga tidak terlalu ramai, jadi aku bisa lebih menikmati karya — karya yang membuat jiwa dan raga kita menjadi tenang.
Saat aku sedang asyik mengamati karya itu, aku merasa ada seorang laki — laki yang berdiri pula tepat di sampingku. Saat aku menengokkan kepalaku, dugaanku ternyata benar.
Hingga laki — laki itu membuka suaranya dan menyapaku duluan, “hai?” sapanya sambil melengkungkan senyuman yang indah.
“hai” balasku dengan senyuman kikuk.
“kamu suka kesini juga?” tanya laki — laki tersebut dengan cepat.
“engga sih, ini pertama kali aku ke Art Space kayak gini. Kalau kamu?” aku berusaha untuk menanggapi perkataan lawan bicaraku yang bahkan aku baru bertemu dengannya beberapa menit yang lalu sekaligus aku juga belum mengetahui namanya.
“yaaaa.. bisa dibilang lumayan sering sih.” Kata laki — laki tersebut sambil tertawa kecil di akhir kalimat dan melengkungkan senyumannya (lagi).
“wahh asik dong yaa!” aku menanggapinya dengan nada yang lumayan ceria tapi dengan sedikit merendahkan suaraku agar tidak menjadi pusat perhatian orang banyak.
“iyaa.”
“anyway.. boleh aku ajak kamu ke café dekat sini?” ajak laki — laki itu tanpa basa — basi.
Aku agak kaget karena perkataan laki — laki tersebut. Tapi aku tetap meng-iyakan ajakannya karena pikirku, ia adalah laki — laki ramah dan asik.
Di dekat Art Space ini memang ada café yang cukup terkenal. Karena katanya makanan dan minuman disini enak dan harganya yang lumayan terjangkau daripada café yang lainnya.
Aku memesan ice cappuccino dan waffle dengan saus cokelat diatasnya. Sedangkan laki — laki tersebut memesan ice Americano dan sandwich.
Selama menunggu makanannya datang, kami berdua banyak mengobrol. Walaupun aku masih agak canggung tapi aku akui laki — laki itu merupakan laki — laki yang baik dan tidak kehilangan bahan untuk percakapan.
“kalau boleh tau nama kamu siapa?” kata laki — laki itu.
“Aileen Kumeera. Tapi biasa dipanggil Alin. Kamu?”
Ia tersenyum sambil mengulurkan tangannya untuk berjabat sebagai tanda pengenalan, lalu “Geishara Clio, biasa dipanggil Geisha.”
“okay Geisha??” kataku.
“okay Alin??” balas Geisha.
Akhirnya kita tertawa layaknya bertemu kawan yang sudah lama tidak kita temui.