Why?

doysikelinci
5 min readAug 18, 2022

--

Terkadang, Biru bingung, mengapa beberapa orang yang ia sayangi tega mengkhianatinya?

Benaknya juga bertanya-tanya mengenai alasan Tris mengkhianatinya. Yaraz menyalahkannya. Semua orang memandangnya bahwa ia adalah pelaku utama dari sebuah kejahatan, padahal dia adalah seorang korban.

Ia selalu menyalahkan dirinya dan kali ini Biru merasa jika hidupnya terasa menyedihkan. Bagaimana tidak?

Ini adalah kali kedua Biru dikhianati oleh orang yang ia sayangi, oleh orang yang ia cintai. Mantan kekasih pertamanya, Targa — sahabat dekat Arga — adalah orang pertama yang mengkhianati rasa cinta yang sudah Biru berikan kepadanya. Kalau ada yang ingin menyalahkannya, maka Yaraz adalah sosok pertama yang menyalahkannya. Yaraz mengatakan jika mungkin alasan Targa berkhianat adalah dikarenakan Biru yang terlalu posesif. Kenyataannya adalah tidak.

Biru membebaskan bagaimana Targa ingin berteman. Biru tidak menuntut waktu kepada Targa. Jika mantan kekasihnya itu ingin bertemu dengan temannya, Biru tidak melarangnya. Maka dari itu, apa yang Yaraz tuduhkan kepadanya sama sekali tidak benar.

Justru, karena Biru terlalu memberikan Targa sebuah kebebasan, mantan kekasihnya itu mengkhianatinya dan menjalin hubungan dengan laki-laki yang Biru kenal baik, yaitu Geo. Ya, Targa diam-diam menjalin hubungan dengan Geo.

Lalu, untuk saat ini, Argatra. Laki-laki yang mendapatkan kepercayaannya butuh waktu yang lama kini mengkhianatinya juga. Mungkin, tidak bisa disebut sebagai pengkhianat, karena hubungan Biru dengan Arga sudah berakhir. Tapi, Biru tetap merasa terkhianati karena Arga sudah menjalin hubungan dengan Tris — sahabatnya, disaat hubungan mereka belum lama putus.

Biru merasa sakit hati dan selalu bertanya-tanya, sebenarnya apa yang salah dari dirinya?

Apakah ia terlalu arogan, atau dirinya terlalu bodoh dalam memberikan kepercayaan kepada orang lain. Alasan ia memilih untuk berpisah dengan Arga adalah restu yang tidak pernah Biru dapatkan dari ibu Arga. Ibu dari mantan kekasihnya itu sering sekali memberikan ancaman ingin membuat keluarganya jatuh.

Hingga akhirnya Biru menyusun segalanya, menyusun rencana seolah-olah ia adalah orang yang jahat. Padahal, Biru melakukan itu untuk keluarganya. Biru lelah, hidupnya selalu seperti ini. Selalu disebut sebagai orang jahat, padahal banyak sekali orang-orang yang lebih jahat kepada Biru.

Helaan nafas keluar dari bibirnya, kemudian menghembuskan nafasnya berkali-kali. “Masalah lo berat ya?” Suara itu membuat Biru mendongak dan menemukan Grey — laki-laki yang sudah ia hindari selama satu bulan ini.

What are you doing here?” Tanya Biru dan menatap Grey dengan tatapan bingung.

Grey hanya menggeleng dan memilih untuk duduk di samping Biru. Grey memandang lurus, kemudian tersenyum kecil.

Biru mengerutkan keningnya saat melihat Grey yang tersenyum tanpa sebab. “Lo lucu. Menganggap kalau semua manusia di dunia itu memiliki sifat yang sama, padahal kenyataannya kami berbeda,” ujar Grey dan hal itu membuat Biru terdiam.

Ya, ia memang salah, karena selalu memandang orang sama. Seperti ia memandang Grey yang mungkin sama seperti Targa ataupun Argatra. Tapi, Biru memang sengaja melakukan itu. Ia tidak ingin kembali tersakiti dengan pola masalah yang sama, dikhianati.

Rasa sakit itu masih terasa dan jika Biru dengan mudah menerima Grey, mungkin rasa sakit itu akan kembali Biru rasakan. Jadi, menghindar dari Grey adalah salah satu jalan untuk menghindari luka yang sama.

“Kenapa lo menghindar?” Grey menoleh dan menatap Biru.

Biru menggeleng. “Gue nggak menghindar.”

Biru hanya diam ketika mendengar Grey yang mendengus kesal. “Lo jelas-jelas menghindar, Altherian,” ujar Grey dengan nada kesal.

“Mau gue menghindar atau nggak, itu bukan urusan lo, kan? Lagipula, dari awal kita memang nggak dekat-dekat banget kok.” Setelah itu, Biru berdiri dan meninggalkan Grey begitu saja.

***

Setelah meninggalkan Grey seorang diri, Biru sampai di rumahnya dengan basah kuyup karena hujan yang tiba-tiba turun di tengah jalan. Biru keluar dari mobilnya, lalu melepaskan jaketnya yang basah terkena air hujan. Ia melangkah menuju ke dalam rumahnya. Namun, langkahnya terhenti ketika ia menemukan sosok tidak asing sedang berdiri di depan teras rumahnya.

“Apa yang lo lakuin di sini, pengkhianat?” Tanya Biru dengan tajam.

Tris — sosok yang disebut sebagai pengkhianat — menoleh ke arah Biru dan memandang Biru dengan sendu. “Bisa kita bicara?” Ajak Tris, namun Biru menggeleng cepat.

“Apalagi yang mau lo bicarain?”

“Gue mau minta maaf.”

Biru mendengus. “Lo minta maaf setelah ketahuan dari gue, kan?” Tanya Biru dan menatap Tris tajam.

No, gue benar-benar mau minta maaf. Maaf kalau ternyata malam itu gue bikin lo sakit hati,” jawab Tris jujur.

Biru tertawa sinis dan menyahut, “Kenapa nggak dari awal setelah kalian pacaran? Kenapa baru minta maaf setelah gue angkat bicara soal alasan gue putus sama Arga, kenapa setelah gue lihat lo sama Arga ciuman, dan kenapa baru minta maaf setelah gue capek disudutin sama Yaraz. Kenapa, Tris?”

Tris tidak menjawab dan memilih untuk menunduk, tidak berani menatap Biru yang tampak marah kepadanya.

“Gue udah memaafkan semua kesalahan lo, Arga, Yaraz, Targa, dan Geo. Tapi, kalau untuk berteman dengan kalian. I’m sorry, gue bukan malaikat,” ujar Biru dan memilih untuk meninggalkan Tris begitu saja. Bahkan tidak ingin berbasa-basi memberikan tawaran kepada Tris untuk masuk ke dalam rumahnya.

Sesampainya Biru di dalam, rasa sesak itu kembali muncul. Rasa sakit akibat dikhianati itu kembali terasa dan luka itu kembali basah. Biru mengadahkan kepalanya dan berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh.

Biru berjalan menuju kamarnya tanpa menyapa kedua orang tuanya yang sedang duduk di sofa ruang tengah sambil menonton televisi. Biru mengabaikan semua orang dan hanya fokus untuk melarikan diri. Begitu sampai di kamarnya, Biru menjatuhkan tubuhnya di kasurnya dan menepuk pelan dadanya untuk menghilangkan rasa sesak itu.

“Kenapa kalian jahat?” Gumam Biru lirih.

Setelah itu, Biru merasakan matanya menggelap dan hal terakhir yang ia dengar hanyalah pintu yang diketuk.

— — —

Hal pertama yang Biru lihat adalah wajah khawatir yang tercetak jelas di wajah ibu dan ayahnya. Meskipun hubungannya dengan sang ayah kurang baik, tetapi raut khawatir itu tidak bisa ditutupi lagi. Biru mengerutkan keningnya bingung, kenapa kedua orang tuanya sangat cemas?

“Apa yang terjadi sama aku?” Tanya Biru pelan.

“Kamu pingsan, Kak,” sahut Larisa dengan nada cemas. Biru membentuk bulat bibirnya dan mengangguk pelan. Mungkin efek dari air hujan yang mengenai dirinya.

“Kamu hujan-hujanan?” Brian memegang kening Biru.

Biru hanya mengangguk lemah. Ia memang terkena air hujan kemarin, tapi itu juga bisa disebut sebagai hujan-hujanan, kan?

“Lain kali jangan begitu,” ujar Brian dan Biru kembali mengangguk.

“Masih sanggup buat keluar kamar? Soalnya kamu harus makan.”

Biru mengangguk. “Aku masih sanggup, Ma. Kalian keluar saja, sebentar lagi Biru keluar,” ujar Biru, lalu menarik selimutnya.

Kedua orang tua Biru akhirnya keluar dan Biru memilih untuk merubah posisinya menjadi duduk. Lalu, tatapannya jatuh ke arah kaca yang berada di samping nakas. Helaan nafas keluar dari bibir Biru saat menemukan wajah pucat miliknya.

Biru bangkit dan pergi menuju kamar mandi untuk menyegarkan dirinya. Namun, langkahnya terhenti saat mendengar ketukan di pintu kamarnya. Biru menghampiri suara ketukan itu dan menyahut, “Siapa?”

“Ini gue, Grey.”

Biru menghela nafasnya, apa yang sebenarnya Grey inginkan?

Tidakkah kemarin sudah menjadi jawaban untuk Grey?

Biru tidak ingin menjalin hubungan dengan siapapun atau berteman dengan siapapun. Ia sudah cukup lelah.

“Pergi, lo bukan tamu gue. Lo cuman tamu kedua orang tua gue. Jadi, jangan ganggu gue.”

Biru menjauhi pintu kamarnya dan menuju kamar mandi untuk membersihkan diri. Terlalu malas untuk meladeni Grey kembali.

— — —

--

--

doysikelinci
0 Followers

a writing account for Kim Doyoung and a shipper of Jung Jaehyun & Kim Doyoung (JAEDO) also a shipper of Lee Jeno & Huang Renjun (NOREN).