Nginep Sambil Cerita

Nina
4 min readJun 16, 2024

Kalina merenggangkan badannya seperti bayi saat bangun dari tidur hingga Narve tertawa kecil melihatnya. Mata Narve kini beralih memandang sudut-sudut rumah Kalina.

"Kalin mau denger cerita kenapa Belanda bisa kalah dong sama Jepang."

Suaranya serak karena bangun tidur, mata Kalina masih terpejam tapi mulutnya sudah berbicara lancar. Narve mengetuk-ngetuk pipi Kalina agar sadar.

"Bangunlah dulu, nanti akan aku ceritakan jika kau bangun!" sahutnya tersenyum kecil.

Kalina langsung berganti posisi menjadi duduk, walau kepalanya masih sempoyong tetapi dia sudah berusaha bangun. Ia menguap dan memicingkan mata menatap Narve.

"Mana?" Kepala Kalina meneleng menunggu cerita Narve.

Narve sontak tertawa, dia menutup mulutnya. "Kau ini lucu sekali, Kalin. Seperti anak umur lima tahun! Padahal kau sudah MULO."

Kalina mengerutkan alisnya. "MULO?"

"MULO itu sekolah pendirian Belanda yang setara dengan sekolah menengah pertama atau SMP, Kalin." Narve meminta maaf pada Kalina karena masih terbiasa membawa nama jaman dulu bukan jaman sekarang. Kalina memakluminya.

"Jadi, tadi kau bertanya apa?"
"Kok bisa Jepang dudukin Belanda?"

Narve mulai bercerita, "Saat itu pada 11 Januari 1942,"

Jepang mengebom Balikpapan kota penting di Borneo atau sekarang bernama Kalimantan yang memiliki SDA ladang minyak bumi terbesar di Asia Tenggara pada saat itu.

Serangan ini berhasil menghancurkan sebagian besar fasilitas minyak bumi milik Belanda. Jepang menyerang Hindia Belanda untuk kepentingan industri Jepang dan merampas SDA Indonesia.

Jepang terus melancarkan serangan-serangan udara dan laut terhadap kota-kota lain di Hindia Belanda, seperti Tarakan, Makassar, Bandoeng, Soerabaja, dan Batavia.

Pada 8 Februari 1942, Jepang mengebom Palembang, ibu kota Sumatera Selatan yang juga memiliki sumber minyak bumi yang besar.

Saat itu surat kabar berita langsung menyebar ke rumah-rumah. Narve kedapatan juga surat kabar itu. Ia mengambilnya dan membaca surat kabar berita bahwa Jepang musuh Belanda sedang gencar mengebom kota-kota milik Belanda.

Narve sudah mendengar suara bom-bom itu dari daerahnya. Berita itu menyebar luas di publik. Siaran radio terus memberikan kabar tentang pengeboman Jepang ke Belanda. Hingga Belanda pun marah pada Jepang dan berencana untuk turun tangan lalu berperang.

Narve berharap pertempuran itu akan merebut kembali tanah mereka. Dua minggu setelah kejadian itu, pertempuran terbesar pun terjadi antara Jepang dan Belanda di Laut Jawa pada 27 Februari 1942.

Pertempuran ini melibatkan armada laut dari kedua belah pihak yang bertujuan untuk menguasai jalur laut di sekitar Jawa. Narve terus mengikuti berita itu setiap hari dari surat kabar dan radio.

"Berita terkini, negara kita Netherlands hanya memiliki sekitar 85.000 tentara, 300 pesawat terbang, dan 50 kapal perang di Hindia Belanda. Sementara dari informasi setempat, Jepang memiliki sekitar 600.000 tentara, 1.000 pesawat terbang, dan 200 kapal perang. Kita dalam bahaya, negara kita diambang kekalahan di tangan Jepang!"

Radio itu terus menginformasikan berita tersebut. Hari itu, Narve mulai gelisah mendengar berita besar yaitu Belanda yang melemah.

Para pihak juga menggalang dukungan dari rakyat Hindia Belanda, terutama dari golongan Eropa dan Indo (campuran Eropa dan pribumi) untuk ikut berperan dalam perlawanan.

Tentu saja, Narve mendukung pihaknya berada di jalur kemenangan. Tak tinggal diam. Dia bahkan meneriakkan semangat kepada rakyat yang ikut berperan dalam perlawanan.

Sayangnya, pertempuran ini berakhir dengan kemenangan telak bagi Jepang yang berhasil menenggelamkan sebelas kapal perang Belanda dan Sekutu. Akibatnya, Jawa menjadi tidak terlindungi dari serbuan Jepang.

Hari-hari berlalu, Narve dan keluarganya akhirnya mengungsi akibat bom-bom itu menyerang daerah mereka. Namun, upaya-upaya Belanda ini tidak cukup untuk menghentikan laju Jepang. Belanda memiliki banyak kelemahan dalam menghadapi Jepang.

Hingga saat itu masyarakat panik bahkan ada sebagian masyarakat rela mengungsi dan pergi dari Soerabaja karena takut akan serangan Jepang.

Akibat dari perlawanan Belanda ini adalah banyaknya kerusakan infrastruktur, korban jiwa sipil dan militer dan kepanikan masyarakat di Hindia Belanda.

Menurut perkiraan di dalam surat kabar yang Narve baca terakhir, sekitar 25.000 tentara Belanda dan Sekutu tewas atau hilang dalam pertempuran melawan Jepang.

Jepang telah lebih dulu mempropaganda para rakyat Indonesia dengan membentuk slogan A3 yaitu Jepang Cahaya Asia, Jepang Pelindung Asia dan Jepang Pemimpin Asia.

Masyarakat Indonesia kala itu banyak yang menganggap Jepang sebagai pembebas setelah sekian lama berada dicengkraman Belanda.

Bom-bom dan suara tembakan menghancurkan rumah-rumah mereka. Narve memutar radio hanya untuk mendengar berita lagi.

"Jumlah korban sipil tidak diketahui pasti, tetapi diperkirakan mencapai ratusan ribu orang. Banyak kota-kota di Hindia Belanda yang hancur akibat pengeboman dan pertempuran dan Indonesia mendukung kedatangan Jepang!"

Setelah mengalami kekalahan demi kekalahan dari Jepang, Belanda akhirnya menyerah kepada Jepang pada 8 Maret 1942. Penyerahan ini dilakukan di Kalijati, sebuah kota kecil di Jawa Barat.

"Penyerahan ini dilakukan oleh Letnan Jenderal Hein Ter Poorten, panglima tertinggi Angkatan Darat Kerajaan Hindia Belanda kepada Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, panglima Angkatan Darat Ke-16 Jepang. Penyerahan ini disaksikan oleh perwakilan dari Sekutu, yaitu Inggris, Amerika Serikat, dan Australia."

Berita dari radio itu kembali menyebar luas pada masyarakat. Angkatan perang milik Belanda pun dibubarkan oleh Jepang karena kesepakatan perjanjian para prajurit Belanda yaitu menjadi tahanan Jepang.

Mendengar itu, tentu saja Narve khawatir. Dia datang menghampiri Ibunya. "Mama? Wordt vader daar ook vastgehouden?!" (Mama? Apakah ayah juga ditahan di sana?!)

Narve mengguncangkan kedua bahu sang ibu di pengungsian. Ibu Narve mengangguk. "Papamu ditahan di sana. Surat dari Batalyon telah sampai kepada Ibu, Narve."

Narve menggelengkan kepala, air matanya mengalir di pipi. "Ik hoop dat vader niet ook wordt vastgehouden, ik smeek je!" (Kuharap Ayah tidak ditahan juga, aku mohon).

Narve sesegukan di pangkuan Ibunya. Ibu Narve mengelus pucuk kepalanya. "Mau bagaimana lagi, ayahmu seorang tentara Belanda. Dia tidak bisa melawan. Beruntung kita masih diberi kesempatan dari Perjanjian Kalijati itu. Para perempuan dan anak-anak MULO seperti kalian diperbolehkan tinggal di sini."

Narve meremas ujung baju sang Ibu. Dia mengangkat kepala dan menatap wajah ibunya yang sangat lokal itu bahkan wajah Narve jauh berbeda darinya.

"Ik haat Japan, hij heeft ons land ingenomen! dat propaganda onze goede naam in de ogen van de mensen ruïneert!" (Aku benci Jepang, dia mengambil negara kita! Propaganda itu merusak nama baik kita di mata rakyat!)

Dengan ditandatanganinya Perjanjian Kalijati, Belanda harus hengkang dan Indonesia resmi
menjadi jajahan Jepang!

--

--