Jalan Panjang Mengejar Pemerataan Akses Internet di Puskesmas Seluruh Indonesia

DTO Kemenkes RI
9 min readJun 14, 2024

--

Pada 19 Mei 2024, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI secara perdana mengujicobakan penggunaan jaringan internet berbasis satelit bernama Starlink untuk fasilitas pelayanan kesehatan (fasyankes) di tingkat primer. Adapun uji coba tersebut dilaksanakan di tiga lokasi di wilayah dengan kondisi jaringan internet yang berbeda-beda secara serentak.

Mengapa Starlink? Mengapa sekarang? Uji coba ini bukan sekadar mengejar teknologi canggih, melainkan jadi salah satu solusi untuk mendukung digitalisasi dan integrasi data kesehatan yang lebih luas dan merata. Dalam upaya ini, Kemenkes RI bertekad untuk memastikan bahwa setiap fasyankes, di manapun berada, memiliki akses internet yang andal untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

Namun, kesuksesan uji coba ini tidak diraih dengan mudah. Di balik layar, terdapat banyak tantangan yang harus dihadapi, mulai dari persiapan hingga pelaksanaan. Apa saja rintangan yang muncul? Bagaimana latar belakang dari inisiatif ini, dan apa hasil yang telah dicapai? Apa langkah selanjutnya yang akan diambil oleh Kemenkes RI setelah uji coba ini?

Dalam artikel ini, Technical Advisor Pelayanan Kesehatan Primer dari Digital Transformation Office (DTO) Kemenkes RI, Dewi Nur Aisyah, dan timnya, akan mengungkapkan kisah-kisah menarik dan unik dari balik layar.

745 Puskesmas di Indonesia Sulit dan Tidak Ada Akses Internet

Pada tahun 2021, Kementerian Kesehatan RI melakukan pemetaan terkait kualitas akses internet di Puskesmas di seluruh Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa sebanyak 745 Puskesmas mengalami kesulitan dan tidak memiliki akses internet yang memadai. Angka ini tersebar di 229 kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Kondisi tersebut menyulitkan tenaga kesehatan (nakes) di Puskesmas, terutama yang beroperasi di wilayah Terpencil, Perbatasan, dan Kepulauan (TPK), dalam menjalankan misi digitalisasi kesehatan.

Dewi Nur Aisyah, Technical Advisor dari Digital Transformation Office Kemenkes RI, menjelaskan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi masalah ini selama bertahun-tahun. Namun, tantangan infrastruktur yang kompleks dan geografis yang sulit dijangkau membuat upaya tersebut belum membuahkan hasil yang memuaskan.

“Bukan setahun atau dua tahun, tapi sudah bertahun-tahun kita mencoba menjawab tantangan tersebut. Berbagai koordinasi dan upaya dilakukan lintas kementerian dan lembaga, namun ternyata memang sulit menjangkau wilayah TPK dengan teknologi yang ada saat itu.”

Level Kualitas Internet di Puskesmas Tahun 2023. Sumber: satusehat.kemkes.go.id/data

Jaringan internet berbasis fiber optik yang selama ini ada belum mampu menjangkau seluruh wilayah Indonesia. Bahkan, menurut keterangan Dewi, dalam beberapa tahun terakhir hanya ada penambahan baru di sekitar 90 daerah dari seluruh target prioritas wilayah dan masih menyisakan 745 wilayah Puskesmas lainnya tanpa jaringan internet hingga hari ini.

Permasalahan ini menjadi pemicu untuk mencari solusi inovatif, seperti penggunaan teknologi satelit, yang kini menjadi harapan baru dalam menyediakan akses internet yang lebih luas dan andal di wilayah-wilayah TPK. Langkah-langkah ini sejalan dengan misi Kemenkes RI untuk memperbaiki kualitas layanan kesehatan melalui integrasi data yang lebih baik dan penggunaan teknologi modern.

“Karena mereka (Puskesmas) sudah menunggu bertahun-tahun. Rasanya perlu segera dicari jalan keluar,” ungkap Dewi.

Disambut Warga hingga Diterpa Banjir di Kepulauan Aru

Puskesmas Tabarfane di Aru Selatan Utara, Kepulauan Aru, Provinsi Maluku masuk ke dalam kategori level 4 atau wilayah tanpa akses internet berdasarkan hasil pemetaan yang dilakukan oleh Kemenkes RI pada 2021 lalu.

Sejak berdiri pada 2020 lalu, Puskesmas Tabarfane bahkan harus mengandalkan panel surya dan genset dalam memenuhi operasional dan pelayanan yang mereka berikan ke warga sehari-hari. Karena aliran listrik di wilayah tersebut hanya tersedia dari pukul 6 sore hingga 12 malam.

Puskesmas Tabarfane di Aru Selatan Utara, Kepulauan Aru, Provinsi Maluku

Agus H. Setiawan, Program Manager Pelayanan Kesehatan Primer dari DTO Kemenkes RI, menceritakan pengalaman yang tidak terlupakan dalam upaya mencapai Puskesmas Tabarfane. Perjalanan dimulai dari Jakarta ke Ambon, dilanjutkan dengan perjalanan kembali hingga Dobo, dan akhirnya sampai di Desa Tabarfane setelah menggunakan speedboat selama 2,5 jam.

“Tiba di Pelabuhan Tabarfane, kami disambut dengan hangat oleh tokoh-tokoh setempat dan warga. Karena sulitnya akses kendaraan di wilayah ini, warga setempat turun tangan membantu kami membawa barang-barang perlengkapan yang dibutuhkan untuk uji coba,” ujar Agus.

Tanpa menyia-nyiakan waktu, Agus bersama pelaksana teknis yang lainnya langsung menyambangi lokasi Puskesmas yang letaknya hanya berjarak 200 meter dari bibir pantai. Setibanya di sana, terlihat tenda dan sejumlah kursi telah rapi disusun di halaman Puskesmas.

Proses Instalasi Satellite Dish di Puskesmas Tabarfane

Lalu, seluruh pihak yang terlibat langsung melakukan persiapan dan koordinasi, hingga yang paling penting yaitu untuk mencari lokasi sekaligus instalasi perangkat internet Starlink.

“Setelah mencoba di beberapa titik, akhirnya diputuskan satellite dish diletakkan di atas atap gedung Puskesmas sebagai lokasi yang paling ideal dalam menangkap sinyal.”

Ketika sinyal internet Starlink pertama kali tersedia di Puskesmas Tabarfane, para nakes menyambut dengan senang. Agus menjelaskan, “Pada hari itu, saya ikut membantu nakes untuk menginput data ke ASIK. Selama dua bulan terakhir, data belum dapat dikirim karena kendala jaringan. Harapannya, dengan adanya jaringan internet, pencatatan data dapat dilakukan secara langsung dan data bisa dikirim dengan near real-time.”

Semangat uji coba tidak surut, bahkan ketika banjir rob datang. “Saat uji coba, banjir rob menggenangi seluruh halaman puskesmas. Bahkan ikan-ikan kecil berenang di bawah kaki kita,” cerita Agus. Meskipun demikian, tim berhasil memindahkan lokasi uji coba ke dalam gedung dan melanjutkan uji coba dengan lancar.

Potret kondisi Puskesmas Tabarfane saat Tergenang Banjir

Dari awalnya hampir tidak memiliki akses internet, kini mereka dapat menikmati kecepatan internet tinggi mencapai 269 mbps. Para nakes dapat mengirim data skrining penyakit tidak menular (PTM) ke ASIK dan data tersebut muncul di dashboard ASIK.

Uji coba di puskesmas ini disaksikan langsung melalui video conference oleh Menteri Kesehatan Budi G. Sadikin, Elon Musk, serta para stakeholders lainnya dari Pustu Sumerta Kelod, Denpasar, Bali.

Dari Sisi Jalan di Desa Bungbungan

Uji coba penggunaan jaringan internet berbasis satelit Starlink juga dilakukan di Pustu Bungbungan, Klungkung, Bali. Terletak sekitar dua jam perjalanan dari Bandar Udara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Pustu Bungbungan berada di wilayah dengan kategori level 3, yang memiliki jaringan internet tidak stabil.

Potret kebersamaan Pusdatin-DTO, Starlink, dan para nakes di Pustu Bungbungan saat persiapan acara

Proses instalasi perangkat internet Starlink dilakukan seperti yang dilakukan di lokasi lainnya. Namun, kendala muncul ketika kecepatan internet pertama kali diukur hanya mencapai 17 mbps, jauh di bawah ekspektasi yang dijanjikan oleh Starlink hingga mencapai 300 mbps. Multimedia Specialist DTO Kemenkes RI, Dary Halim, yang turut membantu instalasi, mengungkapkan beberapa dugaan penyebab masalah tersebut.

“Salah satunya adalah kendala pada router yang rusak sehingga pancaran sinyal wifi tidak optimal. Tim Starlink mencoba mengganti router, namun kecepatannya hanya mencapai 98 mbps.”

Kedua router yang digunakan ternyata tidak dapat bekerja secara optimal, dan pengambilan router pengganti dari Nusa Dua dianggap tidak memungkinkan karena keterbatasan waktu. Untuk sementara, solusi menggunakan kabel LAN digunakan untuk menghubungkan sinyal yang ditangkap dari satellite dish ke perangkat komputer utama selama uji coba berlangsung.

Fauziah bersama nakes Pustu Bungbungan saat melaporkan hasil uji coba melalui video conference

Dengan penggunaan kabel LAN, internet di Pustu Bungbungan akhirnya mencapai kecepatan 313.07 mbps, yang merupakan yang tertinggi dibandingkan dengan dua lokasi lainnya.

“Akhirnya bisa dapat kecepatan yang optimal, jadi kita langsung uji coba penginputan data tumbuh kembang balita oleh kader Posyandu. Datanya berhasil diinput ke ASIK dan orang tua balita dapat notifikasi di WhatsApp,” jelas Project Coordinator Pelayanan Kesehatan Primer DTO Kemenkes, Fauziah Mauly Rahman.

Proses Instalasi Satellite Dish di tepi jalan dekat Pustu Bungbungan

Meskipun kegiatan uji coba perdana ini selesai dengan baik, masalah lain muncul setelahnya. Fauziah menjelaskan, “Satellite dish Starlink awalnya dipasang di tepi jalan raya dekat lokasi Pustu karena hanya di situ dapat tangkapan sinyal terbaik dari satelit. Namun, setelah uji coba selesai, perangkat harus dicopot sementara karena potensi gangguan terhadap pengguna jalan dan risiko kerusakan atau pencurian karena jauh dari pemantauan Pustu.”

Ini menunjukkan bahwa meskipun berhasil dalam mengatasi tantangan teknis untuk mendapatkan akses internet yang memadai, masih ada aspek lain yang perlu dipertimbangkan untuk keberlanjutan implementasi teknologi ini di wilayah terpencil.

Uji Coba di Denpasar Dihadiri oleh Elon Musk

Pustu Sumerta Kelod di Kota Denpasar, Bali menjadi titik lokasi utama dari digelarnya agenda uji coba penggunaan jaringan internet Starlink ini. Sejumlah tokoh seperti Menkes RI Budi G. Sadikin, pemilik perusahaan jaringan satelit Starlink Elon Musk, dan sejumlah pejabat negara terkait hadir secara luring di lokasi tersebut untuk menyaksikan secara langsung.

Kedatangan Menkes Budi dan Elon Musk di Pustu Sumerta Kelod. Sumber Foto: Rokomyanlik Kemenkes RI

Associate Product Manager dari DTO Kemenkes RI, Geby Chyntia, yang saat itu bertugas di lokasi tersebut mengungkapkan tidak ada kendala yang berarti untuk menuju Pustu Sumerta Kelod sendiri karena terletak di wilayah perkotaan.

“Perjalanan menuju lokasi pun terbilang cukup lancar. Jarak antara bandara ke Pustu tersebut sekitar satu jam. Pustu ini juga merupakan wilayah level 1 atau terletak di daerah yang memiliki kualitas akses internet yang mumpuni,” ungkap perempuan yang akrab disapa Ge tersebut.

Meski begitu, Ge menjelaskan, untuk memasang instalasi perangkat di lokasi tersebut terbilang tidak mudah karena lokasinya dikelilingi oleh dinding rumah pemukiman warga, maka agak sulit perangkat menemukan titik peletakan yang tepat untuk mendapatkan sinyal terbaiknya.

“Ditambah satellite dish juga memang diharuskan untuk diletakkan di tempat yang dapat terlihat oleh audiens untuk memberi tahu ini loh alatnya. Internet yang kita pakai uji coba pun langsung dihubungkan melalui kabel LAN dan tidak menggunakan wifi, sama seperti yang diterapkan di Pustu Bungbungan,” kata Ge.

Ada satu pengalaman menarik yang disampaikan oleh dirinya saat bertugas di lokasi tersebut, “Karena engineer dari Starlink pun bukan WNI dan tidak bisa berbahasa Indonesia, aku juga intens jadi jembatan komunikasi antara pihak Pusdatin-DTO, nakes, dan Starlink untuk berkoordinasi selama proses persiapan berlangsung.”

Menkes Budi dan Elon Musk saat meninjau proses pemeriksaan USG di Pustu Sumerta Kelod. Sumber Foto: Rokomyanlik Kemenkes RI

Hasil uji coba menunjukkan bahwa jaringan internet Starlink di Pustu Sumerta Kelod berhasil mencapai kecepatan 201 mbps. Demonstrasi pengiriman data kesehatan seperti use case imunisasi dan USG juga sukses dilakukan hingga dapat diterima hasilnya melalui WhatsApp. Hal ini menjadikan Pustu Sumerta Kelod jadi fasyankes tingkat primer pertama yang berhasil mengirimkan data gambar USG ke SATUSEHAT.

Jaisyullah Rafiul Islam, System Analyst DTO Kemenkes RI, menyoroti pentingnya kecepatan internet dalam stabilitas pengiriman data gambar, “Karena ukuran yang diolah sangat variatif, mulai dari 2–8 megabyte per file gambar. Belum lagi pada use case x-ray per satu orang dapat menghasilkan lebih dari satu gambar.”

Hasil uji coba pengiriman data hasil pemeriksaan USG ke dalam SATUSEHAT

Secara rinci, Jais menjelaskan bahwa proses pengiriman data kesehatan berupa gambar pencitraan medis dilakukan dengan bantuan Picture Archiving Communication System (PACS) yang terstandardisasi menggunakan Digital Imaging and Communications in Medicine (DICOM).

“Proses penguraian metadata dilakukan melalui DICOM router sebagai perantara untuk mengirim data gambar yang tersimpan di perangkat keras USG. Selanjutnya, metadata gambar dikirimkan secara online ke SATUSEHAT hingga dapat diakses oleh pengguna,” jelas Jais.

Uji Coba Dilakukan Selama 1 Bulan

Dewi mengungkapkan, kegiatan yang dilakukan serentak pada 19 Mei 2024 lalu di tiga lokasi tersebut hanya merupakan pengenalan dan uji coba perdana. Uji coba Starlink akan diteruskan hingga akhir Juni 2024 nanti untuk lokasi yang sama.

“Jadi, hingga 30 Juni mendatang akan melaporkan secara berkala berapa kecepatan jaringan internet yang dihasilkan pada waktu tertentu, dari pagi hingga sore hari. Kita akan lihat kestabilan dari jaringan tersebut apakah reliabel atau tidak,” terang Dewi.

Dewi Nur Aisyah saat menerima laporan hasil uji coba Pustu Bungbungan melalui video conference. Sumber Foto: Rokomyanlik Kemenkes RI

Waktu uji coba dan evaluasi tersebut juga diterapkan pada dua jenis paket berlangganan yang berbeda. Yaitu, dua minggu untuk paket berlangganan standar dan dua minggu sisanya akan menggunakan tipe paket berlangganan dengan performa tertinggi.

“We are trying to find the best methodology and kit. Untuk menjawab apakah dengan kebutuhan dan aktivitas yang dilakukan puskesmas dan pustu tersebut memerlukan paket berlangganan yang high performance atau cukup dengan yang standar saja,” kata Dewi.

Dari pengujian selama sebulan penuh tersebut, lanjut Dewi, hasilnya akan dianalisis dan diserahkan kepada pimpinan sebagai bahan pertimbangan apakah akan lanjut menggunakan teknologi Starlink untuk pemerataan akses internet di wilayah TPK.

Di akhir wawancara, Dewi mengungkapkan harapannya dengan adanya uji coba ini menjadi peluang dalam menghadirkan akses internet yang merata untuk fasyankes di tingkat primer, terutama di wilayah TPK, sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan untuk masyarakat. Hingga dapat berpartisipasi aktif dalam mewujudkan transformasi digital kesehatan.

“Kalau ingin mewujudkan generasi emas, ya kita harus equal. Tidak hanya untuk daerah perkotaan aja. Bisa jadi ini adalah titik pembuka untuk daerah yang tertinggal seperti di timur Indonesia agar bisa melompat lebih tinggi, berkarya dengan jauh lebih baik lagi. Dari sekecil kontribusi ketersediaan internet yang kita coba hadirkan di fasyankes primer,” tutup Dewi.

(FN)

Artikel ini dikeluarkan oleh Digital Transformation Office (DTO), Kementerian Kesehatan RI. Untuk informasi lebih lanjut dapat menghubungi nomor hotline Halo Kemenkes melalui nomor 1–500–567, situs faq.kemkes.go.id, atau email helpdesk@kemkes.go.id.

--

--