Kenapa kamu sekarang malas naik angkot? Salahkan pada sistem setorannya.

Dwie Bima Mahendra
3 min readJan 7, 2020

--

Foto interior angkot // Sumber : medcom.com

Kapan terakhir kamu naik angkot sekedar buat jalan-jalan? 7 tahun lalu? Atau mungkin tahun 2000an? Kalo kamu lupa, berarti sama kita sama. Kalau pun misalnya kamu sekarang masih sering naik angkot, apakah itu murni karena pilihan? Karena bisa aja kamu terpaksa naik angkot karena gak ada pilihan lain. Sebenarnya alasan angkot sekarang kurang diminati itu bisa dilihat dari sistemnya itu sendiri. Angkot secara umum masih menggunakan sistem setoran.

Sistem setoran sebenarnya udah lama diterapkan di moda angkutan publik. Biasanya, sistem ini diterapkan pada transportasi jenis “sewa” seperti taksi, bajaj, atau juga ojek. Sistem ini bekerja dari target jumlah total ongkos penumpang. Jadi buat supir angkot, semakin banyak jumlah penumpang yang diangkut, maka semakin untung juga buat supir dan juga pemilik angkot.

Sebenarnya gak ada yang salah dengan sistem setoran. Karena sistem ini membuat supir lebih giat buat cari penumpang. Tapi, sistem setoran ini kurang efisien jika diterapkan pada angkutan yang punya rute & jadwal seperti angkot. Sistem setoran pada angkot membuat fungsi jasa mereka jadi tidak terintegrasi. Angkot yang tidak terintegrasi ini secara gak sadar yang ngasih dampak ke penumpangnya sendiri seperti :

Waktu tempuh yang gak pasti.

Kalau ditanya naik angkot itu lama atau engga? Jawabannya tergantung. Kalau angkotnya penuh ya jalannya cepet. Tapi kalau angkotnya sepi, biasanya lebih lama, karena angkot akan lebih sering ngetem (stop di pinggir jalan buat cari penumpang). Nah ini nih yang bikin males, terutama buat orang yang butuh ketepatan waktu seperti berangkat kerja. Orang jadi gak bisa mengandalkan angkot lagi karena waktu tempuhnya gak pasti.

Bingung mau naik angkot yang mana.

Pernah gak sih kamu lagi keluar mall atau pasar terus ngeliat angkot semuanya berderet nungguin di pintu depan. Kalau misalnya angkot punya rute yang beda sih gak papa, tapi biasanya banyak juga yang masih satu rute. Ini bikin orang yang mau naik angkot jadi bingung yang mana. Naik yang paling ujung? Angkotnya belum tentu berangkat duluan. Mau yang depan pintu mall persis? Biasanya udah pake jasa kenek (orang yang nyariin penumpang di tempat ramai) jadi harus nungguin penumpang penuh dulu di mobil. Pastinya kita mau naik angkot yang paling cepat berangkat kan. Tapi masa penumpang juga masih harus disuruh milih mobil angkotnya. Padahal kalau angkot masih satu trayek, mereka lewat jalan yang sama juga kan.

Ongkos yang lebih mahal.

Ini kadang banyak orang yang gak sadar. Karena angkot itu punya trayek-trayek tersendiri, maka sering sekali gak bisa cuman pakai satu trayek, melainkan harus transit ke trayek lain. Transit ini udah umum dilakukan buat pengguna buat angkutan seperti BRT (Transjakarta) atau KRL (Commuter Line). Naik BRT/KRL gak perlu nambah ongkos untuk transit asalkan gak keluar halte atau stasiun. Lalu bagaimana dengan angkot? Naik angkot itu semakin banyak transit, maka ongkosnya semakin mahal. Padahal jumlah transit itu bukan berarti sama dengan jarak perjalanan kan.

Angkot ngetem cari penumpang // Sumber : liputan6.com

Hal-hal yang kaya gini nih suka bikin males naik angkot. Sekarang juga banyak orang yang akhirnya lebih milih bawa kendaraan sendiri atau pesan transportasi online. Angkot sekarang ini kalah efisien terutama dari waktu dan biaya.

Eh, tapi kira-kira kalau angkot menerapkan sistem yang mirip BRT, kira-kira masalah tersebut bisa diminimalisir gak ya? Apakah kamu mau kembali naik angkot dengan sistem BRT?

Angkot dengan sistem yang mirip BRT (Angkot Jak Lingko) // Sumber : cintamobil.com

--

--