Ulasan Na Willa 1 dan Na Willa 2

dzakwanedza
4 min readJan 30, 2024

--

Tulisan ini terbit lebih dulu di blog pribadi aku pada 20 juli 2021. Terlebih tidak pernah aku edit lagi.

Buku ini, sebenarnya udah lama ada di daftar bacaan tahun lalu, tapi baru terealisasikan sekarang, hehehe.

Na Willa 1

Na Willa, seorang bocah kecil yang penuh penasaran, dengan keluguannya berhasil membawa saya masuk ke dunia masa kecil lagi. Na Willa tinggal di sebuah gang, ia mengenalkan saya kepada kawan-kawannya: farida, dul, bud, dan yang lainnya. Kehidupan bocah seusainya yang lekat dengan kata “main” membawa saya bernostalgia ke masa lampau dan kembali mengenang, “Apa yang masih saya ingat ketika masa itu?” Rasanya sulit sekali.

Awalnya, di 30 halaman pertama buku Na Willa pertama — yang bersampul merah — terasa cukup membosankan. Karena saya hanya dibawa ke dalam cerita seorang bocah tanpa intrik. Tampak seperti hanya sebuah prolog berkepanjangan tentang orang-orang seisi gang. Saya baru benar-benar tenggelam pada saat Dul tertabrak kereta api. Di sana cerita baru mulai berdinamika. Saya diajak masuk ke kepala Na Willa dan ikut merasakan bagaimana seorang bocah kecil memandang sebuah tragedi yang dialami oleh kawan sepermainannya. Tidak mungkin seorang bocah tidak penasaran melihat kaki temannya putus dilahap kereta api, bukan? Apalagi ketika bocah itu dengan polosnya bertanya, “Apa kaki Dul yang putus bisa tumbuh kembali?” Rasanya sedih sekali.

Hubungan antara anak dan orang tua — terutama ibu — juga makin terasa. Keluguan Na Willa yang bertanya soal pernikahan kepada Mak — begitu sapaan Na Willa kepada ibunya — ketika kakak farida ingin menikah, dan melihat bagaimana Mak memperlakukan Na Willa yang tidak nyaman dengan sekolahnya karena guru yang tidak kredibel dan kawan-kawan yang merundungnya. Sebagai pembaca, bagian itu benar-benar menyahat hati. Karena tidak banyak orang dewasa yang mampu memahami dunia anak kecil, apalagi ketika sekolah yang akan dijadikannya tempat belajar, justru menjadi peristiwa yang traumatis bagi dirinya.

Membaca Na Willa, bagi saya, menjadi semacam buku panduan orang dewasa untuk mencoba memasuki isi kepala anak kecil yang selalu dibuat penasaran oleh dunia baru di sekitarnya. Novel ringan nan sederhana ini cocok dibaca oleh siapa saja. Membaca Na Willa menjadi menarik karena sebagai orang dewasa, saya diajak untuk memahami dunia anak kecil dan belajar menjadi orang dewasa yang baik untuk anak-anak — yang sering kita anggap dunianya hanya diisi main-main.

Pada buku kedua, sosok Pak — ayah Na Willa — hadir lebih sering dibanding buku pertama. Pak yang dulu — di buku pertama — bekerja sebagai montir kapal, kini diajak oleh kawannya untuk kerja kantoran. Pak jadi punya banyak waktu untuk Na Willa. Dan dalam buku kedua ini kehangatan keluarga Mak, Pak, dan Na willa makin tumbuh. Pak jadi lebih sering mengantarkan Na Wila ke sekolah, Na Willa diajak ke kantor Pak, hingga Pak sering mengajaknya keliling kampung dengan motor vespanya.

Na Willa 2

Ketegangan baru dimulai ketika Pak diharuskan pindah kerja ke ibukota, yang juga mengharuskan membawa Mak, Na willa, beserta kenangan yang sudah terbangun di gang itu. Saat itulah Pak dan Mak mulai banyak perdebatan. Na willa jadi sering mendengar kedua orangtuanya bertengkar di kamar tentang apa yang belum bisa ia pahami. Na willa cuma bisa kebingungan: kenapa Mak dan Pak belakangan kurang akur. Hingga pada suata waktu, Pak bilang kepada Na Willa, kita semua harus pindah ke ibukota. Na Willa yang belum mengerti mengapa ia harus pindah, gamang. Ia berpikir bagaimana membawa semua mainannya ikut pindah, bagaimana membawa ibu guru dan kawan-kawan sekolahnya, bagaimana membawa kawan-kawan di gangnya ikut pindah. Na Willa terpaksa harus memulai kehidupan baru lagi. Pindah ke ibukota yang asing baginya. Orang-orang baru. Rumah baru. Sekolah baru. Semua baru. Dan Hanya Pak dan Mak yang mampu mencoba memahami dunia kecilnya yang asing dan baru itu. Buku yang kedua ini, saya lebih merasakan intrik orangtua yang seringkali berimbas kepada anak, dan merasakan bagaimana seorang anak kecil terpaksa harus berdaptasi dengan perubahan.

Sayangnya di buku kedua ini hanya diceritakan keadaan Na Willa dan keluarganya sampai di ibukota. Tentang masalah-masalah baru yang dihadapinya di ibukota kurang terasa. Tapi, seperti sebelumnya yang saya sudah katakan: membaca Na Willa, rasanya cukup penting untuk dijadikan sebuah panduan memahami dunia anak kecil yang penuh tanda tanya dan rasa penasaran tentang dunia baru yang ada di sekitarnya.

--

--

dzakwanedza

Kitab Cuci Kata (2023) terbit oleh warningbooks tersedia di buku akik