Efren Manalu
4 min readMar 3, 2019

User Centered Design: “Rasa Empati” dalam Design Thinking

Design Thinking adalah metodologi desain yang memberikan pendekatan berbasis solusi untuk memecahkan masalah. Ini sangat berguna dalam mengatasi masalah kompleks yang tidak jelas atau tidak diketahui, dengan memahami kebutuhan manusia yang terlibat, dengan membingkai ulang masalah dengan cara yang berpusat pada manusia, dengan menciptakan banyak ide dalam sesi brainstorming, dan dengan mengadopsi pendekatan langsung dalam pembuatan prototipe dan pengujian. Memahami lima tahap Design Thinking ini akan memberdayakan siapa pun untuk menerapkan metode Berpikir Desain untuk memecahkan masalah kompleks yang terjadi di sekitar kita di perusahaan kita, negara kita, dan bahkan planet kita.

Tahap emphathize sebagai landasan design Thinking

Tahap pertama dari proses Design Thinking adalah untuk mendapatkan pemahaman empatik dari masalah yang Anda coba pecahkan. Ini melibatkan konsultan ahli untuk mencari tahu lebih banyak tentang area yang menjadi perhatian melalui pengamatan, keterlibatan dan empati dengan orang-orang untuk memahami pengalaman dan motivasi mereka, serta membenamkan diri dalam lingkungan fisik untuk memiliki pemahaman pribadi yang lebih mendalam tentang masalah yang terlibat. Empati sangat penting untuk proses desain yang berpusat pada manusia seperti Design Thinking, dan empati memungkinkan pemikir desain untuk mengesampingkan asumsi sendiri tentang dunia untuk mendapatkan wawasan tentang pengguna dan kebutuhan mereka.

Tergantung pada batasan waktu, sejumlah besar informasi dikumpulkan pada tahap ini untuk digunakan selama tahap berikutnya dan untuk mengembangkan pemahaman terbaik yang mungkin dari pengguna, kebutuhan mereka, dan masalah yang mendasari pengembangan produk tertentu.

Tahapan-tahapan proses Emphatize

Proses empathize diawali dengan beginner’s mindset, artinya kita perlu mengosongkan diri seakan-akan tidak tahu apa-apa tentang diri mereka. Pola pikir ini akan membersihkan asumsi-asumsi awal yang akan ‘mengotori’ penilaian kita. Dengan demikian kita dapat melihat kebutuhan calon pengguna secara jernih. Proses berempati itu seperti kita melihat orang lain melalui jendela, bukan melalui melihat mereka melalui cermin. Karena saat melihat orang lain melalui cermin, yang kita lihat adalah diri kita sendiri. Berempati tanpa beginner’s mindsethanya menghasilkan pemahaman terhadap orang lain menurut asumsi-asumsi kita.

Ada beberapa cara yang dapat kita gunakan untuk melakukan proses ini.

Pertama, tanyakan apa, bagaimana, mengapa.

Pertanyan ini dilakukan sambil mengobservasi calon pengguna. Dengan mengajukan ketiga pertanyaan ini, kita akan mampu bergerak dari observasi ke motivasi yang menggerakkannya dengan asumsi yang minimal. Saat observasi, sebaiknya kita membedakan catatan antara “apa” yang sedang dilakukan oleh calon pengguna, dengan “bagaimana” mereka melakukannya, dan alasan “mengapa” mereka melakukannya. Pada tahap “apa” kita mencatat detail tentang apa yang terjadi. Di tahap “bagaimana” kita menganalisa bagaimana mereka melakukannya (apakah mereka mengerjakannya dengan mudah? Atau dengan penuh kesulitan? Bagaimana dengan ekspresi mukanya?). Terakhir, tahap “mengapa” kita mencoba menerka alasan di balik perilaku mereka. Mencoba mengungkap motivasi dan emosi di balik perilaku mereka. Hasil dari proses ini tentu saja boleh dikroscek ke pihak calon pengguna sehingga lebih valid.

Kedua, lakukan interview.

Melakukan interview ke calon pengguna satu per satu dapat kita lakukan untuk mendapatkan pemahaman tentang mereka secara nyata. Berbicara dengan mereka secara langsung mungkin adalah cara terbaik untuk memahami kebutuhan, harapan, keinginan dan tujuan mereka. Tentu saja, pertanyaan-pertanyaannya perlu disiapkan sebaik mungkin sehingga lebih terstruktur. Maka, sebelum interview dilakukan sebaiknya tim melakukan brainstorming terlebih dulu untuk menghasilkan pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan ke calon pengguna.

Ketiga, gunakan Empathy Map

Emphaty Map (Peta Empati) adalah alat yang bisa digunakan oleh tim untuk mengolah berbagai data yang sudah kita dapatkan dari dua proses di atas. Peta empati merepresentasikan sekelompok pengguna atau segmen pasar tertentu. Diciptakan oleh Dave Gray, alat ini kini menjadi populer di kalangan start up.

Pendapat penulis tentang berempati kepada target user

Dengan berempati berati kita harus bisa menempatkan posisi diri kita pada orang lain. Artinya kita bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain dan memahami kehidupan mereka. Kita juga harus mengerti situasi dan kondisi dari target user. Darisanalah kita mendapatkan perhatian dari user dan ketika kita menempatkan diri dan memahami betul posisi dari si narasumber , kita dapat memahami pilihan yang dibuat orang tersebut, kita dapat memahami sifat perilaku mereka , dan kita dapat mengidentifikasi kebutuhan mereka . Ini membantu kita berinovasi , dan membuat produk atau aplikasi sesuai dengan kebutuhan mereka . Jadi, Berempati ketika melakukan Wawancara sangatlah penting digunakan untuk mengumpulkan informasi dari Narasumber untuk mendapatkan informasi secara Maksimal.