20.46 WITA

Eiren
5 min readApr 18, 2024

--

Sore ini hujan deras mengguyur Malang, aku berjalan tertatih-tatih di tengah kosongnya jalanan yang mulai dibanjiri oleh tetesan air, begitu pun denganku entah semesta yang ingin menyamarkan rasa sakitku atau turut bersedih atas apa yang terjadi padaku sesak menyeruak di dadaku bahkan untuk bersuara pun aku sudah tak sanggup, sakit...

Mengapa dia tak pernah memikirkanku? Apa yang dia pikirkan saat melakukan itu? Apa dia tidak memikirkan konsekuensi atas apa yang dia perbuat? Apa dia tak mengingat janji yang ia katakan padaku? Kenapa kamu Aksa? Kenapa kamu yang melakukan ini di saat kamu tau luka dan trauma tak berujungku.

Tak sanggup untuk berjalan, aku terduduk di jalanan yang sudah di genangi kakiku sudah lemas rasanya aku sudah tak memiliki cukup tenaga untuk sekedar bersuara. “Shreya.” Panggilnya dari belakang aku tak bergeming tak juga menoleh, rasanya apa yang ku dengar tadi sudah cukup menguras emosiku, Tuhan kenapa harus Aksa?

“Shreya, denger dulu penjelasan aku, ngga mungkin aku ngelakuin tanpa ada alasan yang jelas, aku-“ Kalimatnya terpotong pipinya memerah akibat tamparan yang ku layangkan, orang gila mana yang akan menjelaskan alasan kenapa ia menjelaskan perilaku berdebahnya itu bahkan seorang anjing pun akan meminta maaf ketika mereka melakukan kesalahan.

“Apa yang mau kamu jelasin? Manusia mana yang bakal ngebenerin kelakuan bejat kamu? Kamu mikir apasih waktu ngelakuin itu? Kamu mikirin aku ngga? Kamu mikirin hubungan kita ngga? Aku aja mati-matian belain kamu di depan orang tua ku waktu mereka bilang kalau kamu ngga baik, aku yakin kamu beda, aku yakin kamu bisa aku percaya tapi kenapa balasan kamu ke aku gini, aku salah apa sama kamu? PADAHAL BUAT SAMA AKU KAMU NGGA PERLU TIDUR AKSA, KAMU NGGA PERLU SEMBUNYI-SEMBUNYI.” Diam, Aksa hanya diam setelah aku menyelesaikan kalimatku.

“Kenapa diam? Katanya mau ngejelasin alasan kamu ngelakuin itukan? Yaudah apa? Sekarang aku mau denger.” Tuturku, aneh padahal jiwa ku belum siap untuk denger penuturan Aksa tapi ntah keberanian dari mana aku bisa mengucapkan itu.

“Aku laki-laki Shrey, aku punya hasrat seksual, aku punya nafsu, dan aku tau kalau aku ngga bisa ngelakuin itu ke kamu karena kamu sendiri pun belum legal perbedaan umur kita yang bikin aku ngelakuin perbuatan itu.” Alasan macam apa ini, apakah di setiap hubungan harus melakukan hubungan layaknya suami istri?

“HAHAHA... kamu lucu Sa, kalau alasannya karena perbedaan umur kita berdua harusnya dari awal kamu ngga usah deketin aku, ngga usah kamu sok ngeyakinin aku kalau everything is fine karena dari awal kamu sadar kalau yang kamu deketin itu anak umur 16 tahun di umur kamu yang udah 21 tahun.” Air mataku surut digantikan dengan emosi yang sudah ku tahan daritadi ditambah lagi dengan penjelasan Aksa yang membuatku muak.

“Aku ngga pernah bohong waktu aku ngomong aku cinta sama kamu, aku sayang sama kamu, waktu ngomong everything is fine aku ngga pernah bohong Shrey kamu satu-satunya buat aku, aku ngelakuin itu atas nafsu bukan atas cinta perasaan aku ke kamu ngga pernah pudar sedikit pun dari semenjak aku ngejar kamu sampai sekarang di usiaku yang udah 22 tahun.” Bukannya merasa yakin aku malah semakin sakit mendengar penuturan Aksa, kenapa bisa ia seyakin itu mengucapkan kalimat cinta sedangkan tubuhnya tidak sepenuhnya untukku? Aksa jika Tuhan memberiku dua pilihan antara pergi atau bodoh mungkin aku akan memilih bodoh.

“Bangsat kamu Sa.. 1 tahun hubungan kita ngga ada artinya dibandingkan sama nafsu kamu? Jujur sama aku udah berapa kali kamu ngelakuin itu? Dimana aja kamu ngelakuinnya? Dan dengan siapa aja kamu ngelakuin?” Tanyaku, sebenar aku harap-harap cemas menunggu jawaban Aksa, takut kalau aku harus benar-benar meninggalkannya.

“Setiap weekend, biasanya kami ngelakuin di rumah Laura pernah sekali kami ngelakuin di bioskop dan aku cuma ngelakuin sama Laura.” Lirih, Aksa yang selalu menatap mataku dan bersuara tegas kini menunduk sembari menjelaskan dengan suara lirih, aku hampir tak bisa mendengar apa yang ia katakan dan aku berharap tak mendengar penuturannya.

“Laura mantan kamu? Jadi selama ini setiap weekend kamu ngomong mau tenis itu maksudnya ini? HAHAHAHA habis-habisan aku kamu bohongin tapi sayangku masih sama harusnya kamu ngga cuma minta maaf tapi kamu harus sujud bangsat, kamu pintar Aksa itu yang bikin aku jatuh hati ke kamu tapi kenapa giliran begini kamu bodoh.” Kesannya memang tak sopan tapi manusia mana yang tetap sopan saat kebanggaannya jatuh kepelukan setan.

“Aku minta maaf Shreya, aku sadar aku udah ngelakuin kesalahan yang fatal aku bener-bener minta maaf sama kamu, kamu boleh mukul atau bahkan ngata-ngatain aku tapi tolong jangan pergi ninggalin aku. Kamu minta aku sujud kan? Aku bakal sujud Shrey asal kamu ngga ninggalin aku.” Ucapnya sembari bersujud di kakiku yang tak mengenakan alas kaki dan di bawah guyurah hujan yang kian deras di temani dengan tangisanku yang kembali pecah.

“Aksa, di umur ku yang ke 17 tahun besok aku harap kamu benar-benar bisa jadi sosok pemimpin dalam hidupku bahkan aku sudah mutusin bakal nerima tawaran kamu buat nikah setelah aku lulus sekolah tapi mungkin Tuhan masih mau aku ngelanjutin sekolahku, jadi kita selesai disini aja ya Sa.. terima kasih sudah pernah menjadi 911 setelah ayahku, maaf mengecewakan selama kita bersama, dan aku juga minta maaf kalau ngga bisa ngasih apa yang kamu mau apa. Aku ngga bisa sama laki-laki yang tubuhnya sudah pernah di jamah oleh wanita lain, padahal kamu kebanggaanku Sa tapi kamu juga sakit terdalam, setelah ini hiduplah dari kesalahan agar kamu tau kalau wanita bukan objek ataupun alat pemuas nafsu, Aksa Dewangga.” Selepasnya aku beranjak berdiri berjalan tertatih-tatih meninggalkan Aksa yang meraung-raung memanggil namaku.

“Shreya Anggini, sampai kapan pun sayang ini tetap sama untuk kamu bahkan sampai aku menikah pun sayang ini tak akan pernah pudar maaf atas kesalahan dan kekuranganku selama 1 tahun hubungan kita, hiduplah dengan layak dan temukan laki-laki yang sayangnya lebih besar daripada sayangku ke kamu.” Itu adalah ucapan terakhir yang ku dengar, setelahnya aku pindah ke Sumba dan tak pernah sedikit pun aku mendengar kabarnya bahkan orang tuaku pun segan itu menyebutkan namanya.

15 Maret 2018, pukul 20.46 WITA aku dan Aksa resmi menjalin hubungan, Aksa mengajakku menjalin hubungan saat kami sekeluarga berlibur di Bali kebetulan kampung halaman Aksa dekat dengan Bali. Sebenarnya orang tua ku dan Aksa berteman dekat namun mengapa orang tuaku tidak setuju dengan hubunganku dan Aksa karena perbedaan usia kami yang terpaut lumayan jauh bahkan saat aku menerima Aksa sebagai kekasihku aku masih berumur 16 tahun dan Aksa sudah berumur 21 tahun. Sekarang sudah tahun 2024 dan saat aku kembali ke Malang beberapa waktu yang lalu aku dengar Aksa masih melajang hingga kini, aku harap ia segera menemukan pendamping hidup.

Jika boleh jujur sebenarnya aku masih sayang, tapi egoku mematahkan perasaan ingin kembali padahal kalau di pikir-pikir sebenarnya tak apa jika pasanganku memiliki masa lalu yang lumayan bejat tapi apa boleh buat keputusan itu ku ambil saat umurku masih belum genap 17 tahun, tak mungkin juga Aksa masih memiliki perasaan yang sama padaku apalagi dia tak pernah bisa menahan hasrat seksualnya.

Padahal kamu buku yang belum sempat aku selesaikan, tapi tak dapat di pungkiri bahwa penulis buku itu sudah mengakhiri ceritanya karena sifat tak sabar dan tamakku.

Aksa Dewangga, 2019.

— sshrenmye

--

--