Studi Kasus Proses Perangkat Lunak

Eldwin Fikhar Ananda
3 min readJul 10, 2023

--

Latar Belakang

  1. Ayah Dono mendapatkan client yang minta untuk dibuatkan aplikasi.
  2. Aplikasi tersebut bisa digunakan untuk mencari barang toko.
  3. Client Ayah Dono tidak paham mengenai IT.
  4. Aplikasi tersebut akan dibuat lebih kompleks dan akan segera dipakai.
  5. Ayah Dono menugaskan Dono untuk membuat aplikasi tersebut.

Hal-Hal yang Harus Dipertimbangkan…

  1. Ayah Dono memberi Dono budget hanya 2 juta rupiah.
  2. Dono diberi waktu 1,5 bulan untuk menyelesaikan aplikasi.
  3. Pembuatan aplikasi sepenuhnya di tangan Dono (Ayah Dono tidak ikut campur).
  4. Dono (19 tahun) yang lumayan memahami tentang software backend akan dibantu oleh 3 temannya, yaitu Santi (20 tahun, design enthusiast), Alex (21 tahun, database enthusiast), dan Sulis (21 tahun, junior programmer).

Mengenal Software Process

Kasus di atas bisa diselesaikan melalui software process. Software process bisa diartikan sebegai pengaturan fase di rekayasa perangkat lunak (software engineering) agar fase tersebut bisa terimplementasi yang sesuai dengan kondisi. Terdapat beberapa bentuk software process yang bisa diimplementasikan, seperti waterfall, SCRUM, v-model, dsb. Kita bisa menentukan software process mana yang sesuai untuk menyelesaikan kasus yang telah disebutkan sebelumnya.

Software Process Apa yang Cocok? Mengapa?

Dari banyaknya jenis software process, kita bisa menggunakan metode SCRUM. Metode SCRUM merupakan salah satu model agile, yaitu model yang menekankan pada iterasi (sprint) yang berkelanjutan selama pengembangan dan pengujian aplikasi. Untuk mempermudah pemahaman, kita bisa membandingkannya dengan metode lain, seperti metode waterfall. Berikut beberapa alasan yang mendasari pemilihan metode SCRUM:

Keterlibatan Client

Metode SCRUM memiliki keterlibatan client yang cukup tinggi karena client akan terus dilibatkan pada setiap sprint untuk memberi masukan kepada pengembang aplikasi. Adapun pada metode waterfall, keterlibatan customer cenderung terbatas dan komunikasi yang dilakukan dengan client lebih formal. Frekuensi pemberian feedback pada metode waterfall tidak setinggi metode SCRUM. Client yang tidak memahami IT akan lebih nyaman jika lebih dilibatkan dalam proses pengembangan aplikasi.

Durasi Pengerjaan Proyek Relatif Lebih Singkat

Pada metode SCRUM, pengembang aplikasi bisa menyelesaikan fitur aplikasisatu per satu, sehingga tidak perlu menunggu keseluruhan desain aplikasi selesai. Pengembang bisa beranjak ke sprint selanjutnya untuk melanjutkan proses pembuatan aplikasi. Di sisi lain, metode waterfall mengharuskan pengembang aplikasi untuk menyelesaikan desain terlebih dahulu sebelum melanjutkan ke tahap selanjutnya. Hal ini bisa memakan waktu lebih banyak daripada metode SCRUM. Terlebih dengan kondisi proyek Ayah Dono yang harus diselesaikan dalam waktu 1,5 bulan.

Biaya yang Lebih Efisien

Metode SCRUM memungkinkan pengembang aplikasi untuk melakukan penyesuaian biaya seiring dengan perubahan yang diperlukan. Perubahan yang dilakukan dalam pelaksanaan proyek tidak berdampak signifikan terhadap biaya proyek. Di sisi lain, perubahan biaya pada metode waterfall akan berdampak sangat signifikan terhadap biaya. Hal ini sangat membantu pelaksanaan proyek dengan biaya yang terbatas.

Pendeteksian Error

Pada metode SCRUM, error yang terjadi bisa lebih terdeteksi. Pendeteksian error bisa dilakukan di setiap akhir sprint. Pada metode waterfall, error baru terdeteksi ketika memasuki fase pengujian aplikasi.

Referensi

(2022, 26 Oktober). 7 Software Development Models Comparison: How to Choose the Right One? Inoxoft.com. Diakses pada 07 Juli 2023, dari https://www.geeksforgeeks.org/data-structures/

--

--