Blue Economy Sebagai Upaya Menjaga Laut

Environmental Law Society
5 min readOct 8, 2020

Bianka Renzanova K., Mahasiswa FHUI 2017

Dikaruniai wilayah dan kekayaan laut yang berlimpah ruah menjadikan laut sebagai salah satu penunjang kehidupan yang sangat penting bagi Bangsa Indonesia . Karakter kepulauan dari wilayah Indonesia telah memungkinkan adanya akses yang sangat mudah bagi pengaruh asing, juga fakta bahwa kepulauan Indonesia (Nusantara) menghasilkan banyak komoditas berlimpah telah menarik para pedagang asing untuk datang. Hal ini menyebabkan Indonesia memiliki jalur pelayaran dan perdagangan maritim internasional yang sangat strategis dan menguntungkan. Laut menjadi faktor penting dalam perekonomian Indonesia melihat kondisi geografis Indonesia yang didominasi wilayah perairan dengan banyaknya masyarakat Indonesia yang menggantungkan hidupnya pada kekayaan laut. Menjadi tempat tinggal, jalur transportasi, jalur perdagangan, serta sumber kekayaan untuk memenuhi kebutuhan hidup, dapat dikatakan besar kehidupan dari bangsa ini bergantung pada keberlangsungan lautnya.

Kondisi Laut Saat Ini

Besarnya potensi yang dimiliki Laut Indonesia sebagai sarana dan pemasok kebutuhan bangsa sayangnya menghadirkan potensi yang besar pula untuk terjadinya eksploitasi yang dapat membahayakan keberlangsungan laut itu sendiri. Ekosistem pesisir dan ekosistem laut semakin hari juga semakin terancam akibat berbagai aktivitas manusia yang tidak bertanggung jawab seperti penangkapan ikan yang merusak terumbu karang, penangkapan berlebihan dan penangkapan spesief invasif, pembangunan di wilayah pesisir, ekstraksi habitat seperti terumbu karang dan mangrove, perdagangan biota laut ilegal, dan pencemaran lingkungan. Berdasarkan data yang diperoleh oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (“LIPI”) pada tahun 2018–2019 terkait status ekosistem perairan di Indonesia, 33,82% dari total keseluruhan lokasi ekosistem terumbu karang di Indonesia masuk kategori buruk, status ekosistem padang lamun di perairan Indonesia masih dikategorikan kurang sehat atau moderat, sedangkan ekosistem mangrove mengalami sedikit peningkatan pada rata-rata cakupan kanopinya

Pada awal abad ke-21, penelitian menunjukkan bahwa hanya sepertiga terumbu karang di Indonesia yang masih dapat dianggap ‘dalam kondisi baik sampai sangat baik’ dan sisanya mengalami berbagai tingkat degradasi. Penelitian juga menunjukkan bahwa dalam beberapa dekade terakhir, ekosistem padang lamun menghilang dengan laju yang mengkhawatirkan. Hal serupa juga terjadi pada ekosistem mangrove yang berada dalam kondisi terancam dan mengalami laju kerusakan tercepat di dunia dengan total 40% mangrove telah hilang dalam tiga dekade terakhir. Dengan kondisi tersebut, jelas diperlukan adanya suatu tindakan tegas untuk menjaga kelestarian laut Indonesia, salah satunya adalah penerapan konsep blue economy. Penelitian juga menunjukkan bahwa dalam beberapa dekade terakhir, ekosistem padang lamun menghilang dengan laju yang mengkhawatirkan. Hal serupa juga terjadi pada ekosistem mangrove yang berada dalam kondisi terancam dan mengalami laju kerusakan tercepat di dunia dengan total 40% mangrove telah hilang dalam tiga dekade terakhir. Dengan kondisi tersebut, jelas diperlukan adanya suatu tindakan tegas untuk menjaga kelestarian laut Indonesia, salah satunya adalah penerapan konsep blue economy.

Blue Economy

Istilah blue economy yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 2012 dalam United Nations Convention on Sustainable Development (“UNCSD”) atau Konferensi Rio 20+. Konsep blue economy merupakan bagian dari pengembangan kerangka “green economy” yang merupakan konsep ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, keadilan sosial, serta sekaligus mampu mengurangi risiko dan kerusakan lingkungan, mengingat betapa pentingnya keberlangsungan laut untuk memenuhi kehidupan Bangsa Indonesia.

Sejak pertama kali diperkenalkan hingga saat ini, belum ada keseragaman definisi dan interpretasi dari konsep blue economy di dunia. Namun demikian, Indian Ocean Rim Association (“IORA”) membuat perbedaan yang jelas antara konsep blue economy dan ocean economy juga coastal economy. Konsep ocean economy mencakup kegiatan ekonomi yang bergantung pada laut sebagai input untuk proses produksinya, yang mana kegiatan ekonomi tersebut tidak harus dilaksanakan di daerah pesisir atau laut. Sementara itu, konsep coastal economy menekankan pada lokasi kegiatan ekonomi tersebut yang berada di atau dekat dengan wilayah pesisir. Blue economy sendiri didefinisikan oleh IORA sebagai bagian dari ocean economy, yang mencakup seluruh aktivitas yang berkaitan dengan laut, baik secara langsung maupun tidak langsung mendukung aktivitas yang diperlukan untuk berfungsinya sektor-sektor ekonomi, dengan memperhatikan nilai kerusakan lingkungan dan ketidakseimbangan ekologis yang disebabkan oleh eksploitasi kekayaan laut. Dengan demikian, cakupan blue economy lebih luas dan inklusif dibanding konsep lainnya.

Salah satu ciri blue economy adalah adanya konsep keamanan maritim atau maritime security dalam mencapai tujuan penerapan blue economy itu sendiri. Terdapat empat faktor atau kunci utama yang sangat penting dari konsep keamanan maritim menurut Bueger. Pertama, faktor kekuatan laut, yang besar ditentukan oleh andil badan-badan keamanan laut, baik badan-badan tradisional maupun Angkatan Laut. Badan-badan keamanan tersebut penting adanya untuk melakukan patroli dan perlindungan langsung untuk jalur, batas, dan zona maritim Indonesia. Kedua, faktor keselamatan laut, yang perlu dilindungi dari adanya serangan kapal atau instalasi maritim asing, juga perlunya aksi tanggap atas bencana dan kecelakaan yang terjadi di laut. Ketiga, faktor perkembangan ekonomi, yang mana dalam hal ini memerlukan adanya unsur hukum dan regulasi yang bersifat memaksa yang berkaitan dengan keamanan maritim, seperti peraturan dan tindak tegas pembajakan, penyelundupan, dan lain-lain. Keempat, faktor keamanan manusia, yang dalam hal ini mencakup aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang berkaitan dengan laut, seperti penindakan illegal fishing dan perdagangan manusia.

Penerapan blue economy memberikan manfaat dari segi ekonomi, sosial, dan tentunya lingkungan. Blue economy dinilai sebagai paradigma pembangunan alternatif. Blue economy memberikan pendekatan dalam meningkatkan ekonomi negara bersamaan dengan melakukan konservasi pada laut dan ekosistem yang terdapat di dalamnya. Model pendekatan blue economy tidak lagi mengandalkan pembangunan ekonomi berbasis eksploitasi sumber daya alam dan lingkungan yang berlebihan yang mementingkan keuntungan jangka pendek. Pembangunan ekonomi kelautan dan perikanan akan diarahkan pada pembangunan ekonomi yang seimbang antara pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan dengan upaya pengelolaan lingkungan secara optimal dan berkelanjutan.

Tantangan Bagi Indonesia

Dalam menerapkan blue economy demi keberlangsungan Laut Indonesia, terdapat tiga tantangan yang perlu dihadapi, yaitu:

  1. Kondisi Iklim

Letak geografis Indonesia yang berada di garis khatulistiwa menyebabkan Indonesia memiliki tiga iklim, yaitu iklim musim (muson), iklim tropis, dan iklim laut. Dengan kondisi tersebut, sebagai dampak dari perubahan iklim, hadir berbagai ancaman yang dapat mengganggu kegiatan perekonomian, seperti kenaikan permukaan laut, kenaikan suhu global dan suhu laut, cuaca ekstrem, pengasaman laut, dan perubahan tingkah laku ekstrem dari biota laut. Hal-hal tersebut dapat mengancam keberadaan ekosistem laut juga keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Rusaknya ekosistem laut dan keanekaragaman hayati berdampak pada pemenuhan kebutuhan manusia akan kekayaan hayati laut yang terancam, kegiatan konservasi dan budidaya perairan yang terganggu, juga kegiatan pelayaran dan perdagangan martitim yang terhambat.

2. Praktik Illegal, Unregulated, Unreported, Fishing (“IUUF”) dan Overfishing

Praktik IUUF dan overfishing telah menjadi masalah utama dalam pengelolaan kelautan. Praktik IUUF melibatkan kapal asing yang beroperasi tanpa izin di perairan Indonesia dan nelayan Indonesia yang menggunakan metode penangkapan ikan yang merusak, alat tangkap ilegal, atau yang tidak terdaftar dan yang hasil tangkapannya tidak dilaporkan. Selain IUUF, praktik overfishing juga menjadi salah satu tantangan utama dalam mengelola perikanan nasional. Berdasarkan data yang diperoleh Kementerian Kelautan Perikanan Republik Indonesia (“KPP”) pada tahun 2017, hampir dari setengah stok ikan mengalami overfishing. Hal ini menunjukan bahwa ketersediaan ikan telah jauh berkurang sehingga mengacam produktivitas ketersediaan ikan di masa depan.

3. Sampah Laut

Dengan populasi pesisir berjumlah 187,2 juta jiwa, Indonesia menghasilkan 3,22 juta ton sampah plastik setiap tahunnya yang tidak dapat dikelola dengan baik, sekitar 0,48–1,29 juta ton dari sampah plastik tersebut mencemari lautan. Hal ini tentunya sangat disayangkan. Sampah-sampah tersebut dapat merusak ekosistem laut seperti misalnya ekosistem terumbu karang yang merupakan habitat biota-biota laut. Sampah tersebut juga dapat membahayakan biota laut secara langsung, tidak jarang ditemukan bangkai dari ikan yang terdampar di pesisir yang perutnya dipenuhi oleh sampah plastik yang tidak dapat diurai.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, diperlukan adanya kesadaran dari seluruh lapisan masyarakat, juga peran pemerintah untuk bersama-sama menjaga kondisi perairan Indonesia. Manajemen laut serta penerapan blue economy dengan prinsip maritime security sebagaimana telah disebutkan sebelumnya harus dilaksanakan dan diawasi dengan sebaik-baiknya.

--

--

Environmental Law Society

Escorting The Law for a Just, Cleaner and Better Future. We aim to promote environmental justice and sustainability among law students.