— rokok dan pematik.

river.
6 min readJun 18, 2023

--

cw // harshword, kissing, seduce, mature.

“Sombongnya, ya.”

Yang dibilang sombong tertawa sedikit sebentar. Baru saja selesaikan pertandingan ice skatingnya dan rokok sebagai hadiah dari para senior. Tambahan segelas bir dingin di depannya.

“Udah dua kali bawa emas, gak ada niat beliin gue rumah?”
“Sinting.” yang menang ngoceh. Dikira harga emas mahal sekali apa?

Lihat sekeliling, ternyata banyak yang datang di hari selasa yang hawanya lebih dingin dari hari biasa. “Ahli seret junior, sogok pakai apa?” tanya si pemenang 3 jam lalu.

“sogok bilang lo ganteng lah.” kali ini sunghoon tidak mengelak. Tau kalau dia setampan itu.

Club ice skating, termasuk baru di kampus. Sudah lewati 2 semester, Park Sunghoon—mahasiswa kuliah pulang, masih mampu bergerak di atas es walaupun tugas kampusnya menumpuk. Dibilang Sunghoon lelah? Tidak salah. Tapi emas sudah di tangan. Senior seperti biasa berikan ucapan manis pada pemuda beralis tebal ini—biar ditraktir. Dan berakhir Sunghoon di sini ditambah para juniornya yang tadi ikut menonton pertandingan Sunghoon 3 jam lalu.

Kembali lihat sekeliling. Tatapnya mulai berhenti sebentar ke pemuda rambut marun, fokus tatap yang duduk di sebelahnya sedang bicara. Sunghoon asli tau dia. Junior satu itu kadang kala hanya diam saja dan jarang juga ikut kegiatan seperti sekarang. Sunghoon sedikit gumam— tidak sangka pemuda bahu lebar itu datang tapi tidak beri selamat kepada Sunghoon.

“Kejamnya.” Refleks bilang, omongannya Sunghoon terdengar sampai ke telinga seniornya—Heeseung, duduk di depan.

“Siapa?” tanyanya. Omong-omong Heeseung anak club basket. Dia ikut kumpul karena Jake—manisnya juga ada di acara Sunghoon. Yang jelas, Heeseung, Jake, Jay dan Riki bukan anak klub ice skating dan jujur Sunghoon kesal karena harus bayar lebih dari jumlah anak ice skating yang sebenarnya.

Riki lihat mata Sunghoon dan langsung peka. “Ohh, Kak Sunoo.” Riki di sini orang berguna. Selain jadi tukang foto Sunghoon di atas es, dia juga berguna dengan masalah kepekaan. Jelas Sunghoon ketahuan.

“Anak semester awal? Tapi—woy! Kok orang-orang putih semua sih?!” Jay si kulit tan tinggalkan komplen. Dibalas kekehan dari Jake. “Sok surfing sih.”

“Wah, sialan.”

“Ngomong kasar ke cowok gue. Hak rokok lo punya gue.” kata Heeseung sambil ambil sebungkus rokok Jay yang masih baru hingga sukses buat sang empu yang punya rokok ngoceh.

Sunghoon? Jangan ditanya, dia sama sekali tidak mau dengar perkelahian antara Heeseung dan Jay yang didukung oleh Riki. Sunghoon sebenarnya kaku sekarang, soalnya sudah ditatap lekat oleh si rambut marun—Kim Sunoo, namanya. Santai, Sunghoon bisa bilang dia mabuk kalau ditanya kenapa tatap Sunoo dengan mata cabulnya. Bercanda.

Benar, Sunghoon mabuk. Beralih bangun, ditahan sebentar oleh Riki. “Mabuk? Mobil lo di seberang jalan. Di depan udah penuh soalnya.”

“Ck, harusnya lo duluan dateng taruh di depan.” Riki meringis. “Gak lagi gue bantuin lo, brengsek.”

“Hm, makasih.” Gumam ‘halah’ yang didapat Sunghoon dari mulut Riki.

Berjalan pelan mau keluar, sempat disapa sebentar oleh para junior sambil berikan ucapan selamat pada Sunghoon. Sunghoon yang notabenenya si ramah, berusaha senyum sedikit walaupun benar dirinya sudah mabuk total. Kadar minum alkohol Sunghoon itu rendah, terus dapat di cekok 3 gelas sama Heeseung, rasanya mau meninggal. Gelas keempat bahkan tidak diminum Sunghoon, takut beneran meninggal.

Sunghoon sandar punggung di dinding samping bar yang gelap. Tutup mata sebentar untuk kendalikan pusing yang mulai datang. “Ahh, sialan.”

Tangan beralih rogoh kantong jaket hitamnya, ambil bungkus rokok lalu taruh satu batang di mulut. Tangan satunya lagi masih sibuk cari si pemeran utama. Hela nafas kasar, “Koreknya di Riki—“

Berniat kembali masuk, Sunghoon agak terkesiap saat di sampingnya sudah ada orang yang barusan ditatap Sunghoon. Rokok masih diam di mulut Sunghoon, hampir jatuh jika tidak fokus pertahankan rokoknya. Sayang ‘kan kalau jatuh.

Sunghoon masih diam, beralih tatap Sunoo yang mulai perlihatkan pematik di tangannya.

“Oh, syukur.” kata Sunghoon pelan. Sedikit dekatkan mulutnya untuk meraih sang rokok agar menyatu dengan sohibnya. Tanpa basa-basi si rambut marun—Sunoo, dengan senang hati para sohib itu akhirnya menyatu.

Sunghoon kembali sandarkan diri dinding, ada temannya sekarang. Masih belum ada yang bicara. Jujur Sunghoon agak terpana dengan wangi sang junior di sebelahnya. Wangi khasnya ditambah sedikit bau alkohol dari Sunoo sukses buat Sunghoon semakin mabuk. Sunghoon hisap rokoknya. “Habis berapa gelas?”

“Dua botol.”

Sunghoon tolol. Ternyata juniornya hebat minum. Dianya juga belum mabuk? Sunghoon sudah perhatikan setelahnya lalu bergumam. “Belum mabuk apa gak bisa mabuk kamu?”

Dibalas dengus geli oleh Sunoo. “Kamu yang lemah.”

“Ck, siapa juga yang mau ke sini. Habis di cekok tau aku.”

“Ya, tau.”

“Gak seru.”

“Kenapa gak seru?”

“Aku yang bayar semua, gila.” Sunoo refleks sedikit tertawa. Sunghoon agak kesal.

“Aku bayar setengah?”

“Hooo??”

Sunghoon beralih tatap Sunoo. Sunghoon dengan senang hati jika diberikan tawaran seperti itu. Uang itu susah dicari, bro.

Keadaannya sekarang juga Sunghoon baru menang, uang pastinya belum cair. Sunghoon terkekeh. “Kamu keren.” katanya sambil tepuk pundak Sunoo, lalu kembali ke posisi semula—kali ini jongkok. Demi apapun, Sunghoon pusing sekali.

Lihat keadaan Sunghoon lagi pegang kepalanya sambil menunduk, Sunoo refleks tendang paha Sunghoon buat si tampan itu refleks duduk di bawah sambil pegang pahanya yang sakit setelah ditendang sembarangan. “Anjing.”

“Jangan muntah di sini, Hoon. Nanti denda, nangis kamu.”

“Gak muntah.” jawab Sunghoon pelan sekali.

Sunoo beralih jongkok, ambil rokok di antara apitan jari lentik Sunghoon. Tatap sebentar, lalu isap sisa rokok Sunghoon. Sunoo tidak sangka saja senior yang banyak lagak ini lemah sekali. Tampang awal memang buat Sunoo kesal, tapi setelah dilihat dari dekat Sunoo jadi tau kenapa banyak temannya yang daftar club ice skating. Kenapa Sunoo juga daftar? Ya, sukalah. Sama ice skatingnya. Woy.

Sunoo masih fokus isap rokok Sunghoon, sisa sedikit sayang dibuang. Sunghoon naikkan kepala, dihadiahi wajah Sunoo yang lumayan dekat. Sembarang embus asap, walau sudah biasa Sunghoon masih sering refleks hindari asapnya. “Aneh kamu.” Final Sunoo.

Sunghoon yang duduk bersila sambil sandaran masih betah dengar Sunoo jika pemuda itu bicara lagi. “Mau ditinggal?” tanya Sunoo dan dibalas gelengan.

“Kamu tinggal di sini sama aku.”

“Tinggal di pinggir jalan?”

“Oh? ini di pinggir jalan, ya?” orang mabuk, wajar.

”Dek Riki. Kamu sama dia ‘kan?”

“Kok kamu panggil Riki pakai ‘Dek’ tapi sama aku gak pakai ‘Kak’?”

“Iya, Kak Sunghoon.”

“Tadi lho maksudkuuu~”

Sunoo sadar omongan tidak jelas ini tidak akan ada ujungnya. beralih Sunoo bangun, buang rokok ke bawah dan diinjak pelan. Sunghoon yang perhatikan pasang wajah cemberutnya. “Kenapa rokokku diambil??”

“Sayang dibuang—astaga. Nanti sebatnya.” kata Sunoo saat lihat Sunghoon beralih ambil satu batang baru lagi dari bungkus rokoknya.

Sunghoon masih tunggu pematik Sunoo. “Sekali lagi.” mau tidak mau Sunoo menurut.

Arahkan pematiknya pada rokok Sunghoon. sepertinya Sunghoon betah sekali menatap Sunoo, yang ditatap juga menantang balik. “Mau jadi pematik jalanku gak, Sunoo?”

“Ngawur.” kekehan Sunghoon terdengar.

“Rokok punya sohib soalnya— ishh, suka sekali tatap begitu! Suka kamu sama aku?!”

“Waah, makin ngawur ternyata.”

“Gakkk, gak ngawurrr.”

“Terus gimana biar gak ngawur?”

Bilangnya tadi tidak ngawur, tapi Sunghoon beralih berpikir. Terserah Sunghoon. Sunghoon berpikir sambil naikkan kepalanya ke atas. Lucu sekali jika dilihat dari mata Sunoo. Telunjuk Sunghoon beralih tunjuk dirinya, “Rokok,” setelahnya tunjuk Sunoo, “pematik,” lalu kedua tangannya disatukan, “Menyatu.”

Sunoo berpikir sebentar, lalu mulai sadar. Wah. Gila, ya, Park Sunghoon ini.

“Baru kali ini aku tau rokok sama pematik bisa jadi perumpamaan buat ngajak nyatu.”

“Aku punya emas, lho.”

“Gak ada hubungan.”

“Adaaaa, aku dapat emas kamu dapat aku—AKHH!!” Sunoo tendang betis Sunghoon sukses buat pemuda mabuk itu merintis kesakitan.

“Kamu yang suka sama aku ternyata.” kata Sunoo.

Kekehan Sunghoon keluar. “Ngawurrr.”

Sunoo berdiri, Sunghoon juga berdiri dibantu tangan Sunoo. “Mobil, di mana?”

Lengan Sunghoon dibawa Sunoo ke pundaknya. Sunghoon bergumam. “Di sebrang kata Riki.”

Sunoo mulai jalan berniat menuju mobil Sunghoon di sebrang. Sunghoon perhatikan Sunoo dari samping. Sial, Sunghoon mabuk sekali. Tangannya naik menuju rahang Sunoo hingga buat Sunoo menoleh dan dengan cepat Sunghoon lahap bibir Sunoo.

Sunoo total terkesiap, refleks mundur ke belakang sampai punggungnya menyentuh dinding. Sunghoon tenggelam, sibuk menggarap pemuda di pelukannya ini. Bibir atas, sudah. Bibir bawah, sudah. Candu sekali. Sunghoon bisa rasakan manisnya bibir Sunoo walaupun awalnya dipenuhi dengan rokok dan alkohol tapi manisnya sama sekali tidak hilang.

Sunghoon melepas ciumannya, Sunoo masih atur nafas sebentar. telunjuk kanan Sunghoon beralih pegang bibir bawah Sunoo, didorong ke bawah dan kembali di lahap lagi. Kali ini lebih dalam. Sunoo merasa geli saat kedua tangan Sunghoon tanpa permisi masuk elus punggung dan pinggang Sunoo. Sinting.

Sunoo lepas ciuman Sunghoon secara paksa. Wajah mereka dekat. Sunoo masih sibuk mengontrol dirinya, sedangkan Sunghoon masih fokus elus tubuh Sunoo. “Sunghoon—”

“Hm.”

“Jangan di sini.”

“Ada orang, ya?” kata Sunghoon sambil tatap Sunoo yang masih berusaha tahan geli saat tangan Sunghoon masih saja mengabsen tubuh Sunoo. Beralih dekatkan wajah, kali ini Sunghoon sibuk cium pelan leher Sunoo yang membuat sang empu sedikit rasakan merinding seketika.
“di ru-rumah—“

“Rumahku, ya?” anggukkan jadi jawaban.

Sunoo pasrah dengan seniornya. Mulai setuju dengan ajakan Sunghoon yang sangat ngawur sekali.

“Bukan sohib, ya. Tapi takdir.”

Sunoo agak bingung. Sunghoon kembali tatap Sunoo dengan posisi masih peluk Sunoo.

“Takdir kalau rokok sama pematik itu harus nyatu. Tapi bahaya, karena buat candu.”

“Terus? Masih mau nyatu kamu sama aku?”

“Ya maulah, sialan.”

“Anjing kamu.”

Yah, Park Sunghoon si senior semester 3 punya perupamaan yang tepat—dia si rokok, akhirnya bertemu takdirnya si pematik, Kim Sunoo si junior semester 2.

Jangan tanya setelah ini bagaimana. Selesai.

--

--