Cerita dari Padang Pasir yang Tidak Padang Pasir-Padang Pasir Amat (Bagian 1)

E. Juaryo
4 min readSep 22, 2019

--

Perkenalkan, namaku Erie, biasa dipanggil E atau Kang E. Sejak awal tahun 2011, aku tinggal dan bekerja di Arab Saudi, tepatnya di Riyadh yang juga merupakan ibukota. Aku akan bercerita banyak tentang bagaimana aku bisa sampai bekerja, penyesuaian dengan kultur lokal, kendala bahasa, sampai ke kelakuan-kelakuan orang lokal yang seringkali… hhh.. ajaib. Yuk, mulai.

Sekitar pertengahan tahun 2010, aku dapet konfirmasi kalo aku diterima bekerja di salah perusahaan kopi terbesar di dunia, namanya Bar Stucks. Reaksi pertamaku adalah.. senang, takut, dan bingung. “Apakah ini benar? Atau ini penipuan?” pikirku saat itu. Bagaimana tidak, dengan terbatasnya informasiku tentang bekerja di luar negeri dan proses rekrutmen yang benar-benar singkat, aku jadi kurang yakin. Because this all sounded too good to be true.

Awalnya, aku melihat iklan lowongan pekerjaan di Arab Saudi di koran lokal kotaku. Karena mereka membuka kesempatan walk-in interview, kupikir “Why not?” Pengalamanku sebelumnya saat melamar ke perusahaan lokal dan ditolak satpam “hanya” karena kualifikasi minimum D3 dan aku cuma lulusan SMA cukup menorehkan bekas. Padahal saat itu aku punya pengalaman retail selama 4 tahun, dan surat lamaran kutulis dalam bahasa Inggris, tapi tetap tidak membantu. Pokoknya minimum D3. Titik. Sejak saat itu aku memilih untuk sebisanya melamar via walk-in interview saja.

Jadilah aku datang ke walk-in interview ini, disambut ramah oleh recruiter dari PJTKI, wawancara dalam bahasa Inggris selama 10 menit, lalu dia bilang aku adalah kandidat yang ideal, bahasa Inggrisku bagus, dan dia juga berterima kasih karena aku sudah datang memakai pakaian yang pantas (Lho? Emang yang lain gimana?). Selanjutnya aku hanya tinggal menunggu panggilan ke kantor mereka di Jakarta untuk wawancara ke-2 bersama user.

Aku pulang dengan hati tidak yakin. Masa sih segampang itu? Keknya dulu-dulu kalo melamar kerja itu tahapannya panjang, dan semuanya pasang poker face. Macem gak pernah ada interviewer yang setelah ketemu aku nampak senang, semua pasang tampang B aja, kalo nggak judes. Apakah sebetulnya karena mukaku ngeselin? Hhh.

Anyway, 1–2 minggu kemudian, aku benar-benar dapat panggilan ke Jakarta, dong! Wow. Terkesima.

Pada hari yang ditentukan, aku berangkat ke Jakarta pake kereta. Sesampainya di kantor PJTKI, “Wahduh kok antri bener.. Mana panas..” Yak, aku sebagai orang Bandung memang susah sekali kalo kena panas terik sinar matahari. Mungkin kami memang turunan vampir.

Setelah menimbang-nimbang kalo aku sebetulnya gak tau-tau amat soal perusahaan user-ku nanti (saat itu aku wawancara untuk toko furniture bernama Bottery Parn), dan apakah gaji yang ditawarkan akan cukup untuk hidup di negeri orang, akhirnya kuputuskan untuk.. tidak jadi interview dan malah main aja. Sampai sekarang aku juga masih heran mengapa aku bisa se-sok kece itu.

Tapi memang rezeki tidak akan tertukar ya, seminggu kemudian aku kembali ditelepon oleh PJTKI yang sama, mereka bilang ada lowongan di Bar Stucks, “Mau nggak?” Oh, kalo Bar Stucks aku tau, jadi aku iyakan. Berangkatlah aku ke Jakarta. Ngeeeeeeng~

Kali ini, kantornya tidak terlalu ramai, hanya ada beberapa orang pelamar. Kami diterima oleh resepsionis, dan diminta menunggu. Beberapa saat kemudian, satu per satu dipanggil. Saat giliranku tiba, ternyata aku hanya perlu menghadap… pesawat telepon. Wawancaranya by phone aja dengan user di negeri seberang sana. Sesungguhnya aku lupa saat itu ditanya apa aja, tapi yang jelas, wawancara berlangsung amat singkat. Tak lebih dari 5 menit. Lalu aku pulang dan meneruskan kehidupanku sebagai calo.

Beberapa hari kemudian, aku dikabari “Congratulations! You got the job.” HAH? SEMUDAH ITU?! TAPI BAGAIMANA DENGAN TES PSIKOLOGI? WAWANCARA DENGAN PAKBAPAK/BUIBU HRD YANG JUTEK? SEMUA GAK ADA?! Batinku menjerit karena tidak yakin dan mencari plot twist. Again, this all sounded too good to be true. Lalu, ibu recruiter menerangkan berapa biaya yang harus aku siapkan, juga dokumen-dokumen yang diperlukan. Aku berterima kasih dalam kebingungan.

Aku kebingungan karena memang tidak punya uang, saat itu keluarga kami sedang miskin-miskinnya, dan aku belum juga yakin kalo PJTKI ini lurus. Kan banyak sekali ya cerita soal orang ditipu dan ditelantarkan PJTKI atau malah sesampainya di negeri tujuan malah dapat jauh di bawah upah yang dijanjikan. Don’t get me wrong, aku senang dapat pekerjaan baru, sekaligus takut karena mesti pindah jauh, dan masih belum yakin karena hal-hal di atas itu.

Orang tuaku mendukung aku untuk mengambil pekerjaan ini, aku yang tidak yakin, masih minta pendapat teman-temanku, mereka semua berpendapat sama, ambil pekerjaannya. Tapi aku masih juga belum yakin, sampai akhirnya, aku menginap di rumah temanku, dan ibunya bertanya aku kerja di mana. Kujawab “Aku sekarang jualan online, ini sebetulnya dapet kerjaan di Saudi sih, di Bar Stucks, tapi gak tau deh berangkat apa nggak.” She was like, “Kamu ini, dapat kerjaan kok malah gak berangkat? Orang-orang mah pengen pindah ke luar negeri, apalagi perusahaannya jelas. Kamu kok malah gak berangkat? Berangkat, E. Jangan lupa menyisihkan uang buat modal tiket kamu pulang seandainya gak betah. Tapi berangkat dulu. Omat, be-rang-kat. Ya?”

Luar biasa emang the power of ibunya temen ini ya. Singkat cerita, aku jadi yakin untuk berangkat, dan mencari cara untuk dapet uang yang dibutuhkan. Aku lupa tepatnya, tapi kira-kira aku perlu sekitar 2juta untuk bayar visa dan medical check-up, lain-lainnya seperti paspor aku bikin sendiri. Total dengan ongkos PP Bandung-Jakarta, plus bekal awal tinggal di Riyadh, aku siapkan 5juta. Hasil pinjam sana-sini.

Setelah melengkapi dokumen ini-itu, pembekalan apalah-apalah, PP Bandung-Jakarta, akhirnya hari yang dinanti pun tiba. Dengan diantar seluruh keluarga, aku berangkat ke CGK. Eh nggak ding, aku ke CGK dari Jakarta karena gak sempat pulang ke Bandung lagi setelah pembekalan. Ibuku, adikku, diantar paman ke CGK, beserta baju-bajuku, yang cuma 1 travel bag + 1 ransel doang.

Deg-degan sekali mengingat itu adalah kali pertama aku m̶e̶n̶i̶n̶g̶g̶a̶l̶k̶a̶n̶ ̶p̶a̶c̶a̶r̶, punya paspor, naik pesawat, pindah ke luar negeri, dan long flight pula, nyaris 9 jam. Apakah nanti aku akan mabok?

Lalu apa yang akan aku temukan di sana? Apa benar cewek Arab cantik-cantik? Apa benar Arab Saudi sangat Islami? Apa benar di gurun itu selalu panas? Apa benar kalo banyak senyum itu dianggap murahan? Nantikan di bagian ke-2 ya.

Terima kasih sudah membaca :D

--

--