Mengenangmu

ᓚᘏᗢ
6 min readJun 11, 2024

--

Cale as Cakra
Fem! reader as Kirana
Alver as Alvin

11 Desember 2023

5 tahun berlalu semenjak insiden mengerikan itu terjadi. Cakra ingat jelas hari dimana takdir tega mengambil wanita yang sudah menjadi separuh hidupnya bahkan tanpa memberi ia kesempatan terakhir untuk sekedar mengucapkan selamat tinggal.

Cakra menghentikan pijakan kakinya tepat disamping gundukan kotak yang berukiran nama KIRANA ANINDYA. Untuk pertama kalinya ia berkunjung ke rumah yang menjadi persemayaman terakhir sang kekasih. Karena selama ini ia percaya Kirana-nya masih ada.

“Kirana kasihku, maaf saya baru bisa berkunjung hari ini. Saya terlalu takut menghadap kenyataan bahwa kamu telah tiada” ujarnya bermonolog didepan makam itu.

Ingatan Cakra berputar ke 5 tahun silam...

09 Desember 2018

“Kamu sedang melihat - lihat apa? Asik sekali saya perhatikan dari tadi” tanya Cakra yang masih sibuk mengemudikan mobilnya.

Mendengar pertanyaan dari tunangannya, Kirana pun sontak menjawab “Ini, rating Hotel di Bali”.

“Hotel? Memangnya mau ngapain disana? Liburan?” tanya Cakra lagi.

Kirana mengalihkan atensinya yang semula pada ponsel menjadi ke Cakra “Bukan, gantiin temenku urusan kerjaan” jawabnya.

“Oh, kamu kesana dengan siapa? Lalu kapan berangkat?” tanya Cakra kembali setelah selesai memarkirkan mobilnya di area parkir pasar malam, ya mereka sedang berkencan.

“Sendiri, berangkatnya lusa” sahut Kirana.

“Mendadak sekali, omong - omong sudah selesai belum? Kalau belum saya tungguin” ucap Cakra yang kini menatap ke kekasihnya.

“Maaf, aku mau ngasih tau tadi tapi Mas Cakra udah nanya duluan. Ini udah selesai kok, tadi lagi booking hotelnya. Ayo, aku udah nggak sabar main sambil jajan” ujar Kirana setelah mematikan ponselnya dan menaruh di tas.

Setelah keduanya keluar dari mobil, mereka berdua berjalan sambil bergandengan tangan. Mungkin orang yang melihat akan mengira mereka pasangan baru kasmaran, walau sebenarnya usia hubungan keduanya sudah menginjak tahun ketiga dan akan melangsungkan rencana ke jenjang yang lebih serius tahun depan.

Malam ini bukan tanpa sebab Cakra mengajak Kirana ke pasar malam, ia ingin merayakan ulang tahun hubungan mereka yang seharusnya 1 minggu lalu dirayakan, tetapi harus tertunda karena Cakra tengah melakukan tindakan operasi pada pasiennya.

Hampir semua wahana permainan sudah mereka jelajahi dan kini keduanya sedang melepas rasa laparnya dengan melipir ke kedai makanan untuk membeli jajanan.

“Sudah puas mainnya?” itu suara Cakra.

Kirana menggeleng “Ada satu yang wajib kalo ke pasar malem dan kita belum naik itu”.

“Apa?” tanyanya bingung, perasaan sudah semua dijajahi batin Cakra.

“BIANGLALA!” sahut Kirana semangat.

Malam hari ini mereka akhiri dengan menikmati waktu berdua dari dalam bianglala melihat pemandangan kota. Rasa penat sehabis bekerja seakan sirna begitu saja, bisa menghabiskan waktu bersama adalah hal yang paling mereka berdua syukuri. Tak jarang Cakra harus balik ke Rumah Sakit karena tuntutan pekerjaannya sebagai dokter, padahal rencana kencan sudah mereka siapkan.

“Mas” panggil Kirana.

“Hmm” dehamnya, Cakra tengah menikmati waktu bisa memeluk Kirana.

“Kalo misalnya kita nggak jodoh, kamu harus janji cari pengganti yang lebih baik dari aku ya” pinta Kirana.

Mata Cakra yang semula terpejam kini menatap kekasihnya “Kamu ini ngomong apa, saya yakin kita bakal berjodoh”.

“Jodoh itu nggak ada yang tau, mungkin sekarang kita berjodoh tapi hari esok? Nggak ada yang tau Mas” ujar Kirana.

Cakra hanya bisa bergeleng keheranan “Kamu mikirnya kejauhan, kita sudah tunangan dan sebentar lagi juga akan menikah. Kamu pasti lagi cape makanya jadi ngelantur begini”.

“Dih, dikasih tau ngeyel. Tapi aku emang lagi cape banget sama kerjaan terus harus gantiin temen jadi double capenya” keluh Kirana.

“Lalu kenapa mau saya ajak kemari? Tau begitu kan kamu istirahat saja” ucap Cakra.

Kirana menghela nafasnya “Kita tuh jarang bisa jalan berdua karena kamu sering dapet panggilan tiba - tiba dari RS. Terus besok lusa aku harus pergi, jadi kapan lagi kan?”.

Cakra hanya bisa tersenyum kikuk “Maaf ya, karena profesi saya kita jarang menghabiskan waktu berdua”.

“Jangan gitu ah, yang penting kan sekarang udah. Aku seneng kok punya calon suami dokter kaya kamu” ungkap Kirana diakhiri senyum manisnya.

Malam itu mereka saling memadu kasih dan sayang, berharap momen seperti ini tidak berakhir begitu saja.

...

11 Desember 2018

“Kamu yakin tidak perlu saya antar ke bandara?” ucap suara di seberang sana.

“Mas jam segini lagi jaga poli kan? Nggak usah, aku udah naik taksi dari tadi kok”.

“Ya sudah kalau begitu, hati - hati disana. Nanti jika sudah sampai kabari saya”.

“Iya - iya” hening, sebelum Kirana melanjutkan kalimatnya kembali “...Mas Cakra, aku pamit ya. Kamu jangan telat makan, semangat PPDS-nya”.

“Hmm, kamu kaya mau pergi lama aja”.

“Nanti kalo udah selesai urusannya aku langsung balik. Aku tutup telponnya dulu ya, udah dekat bandara. Aku sayang Mas Cakra”.

“Saya juga sayang kamu Kirana”.

Sambungan telepon dimatikan, Kirana lekas menaruh ponselnya ke tas dan hendak turun dari taksi yang ditumpanginya. Sementara itu Cakra kembali melanjutkan aktivitasnya di poli orthopedi.

Tak terasa jam sudah menunjukkan waktu makan siang. Cakra mempersilahkan para koas yang sedang berada di stase ini untuk istirahat terlebih dahulu, biar ia yang jaga poli. Sampai saat ini belum ada kabar dari Kirana, Cakra sempat bertanya - tanya apakah sang kekasih sudah sampai atau pesawatnya mengalami delay.

Di luar ramai sekali orang tengah mengobrol, bahkan terdengar dari dalam poli tempat Cakra berada. Ia maklum karena jam istirahat makan siang dan banyak orang berlalu lalang. Sampai ada orang tengah mengobrol tentang berita hari ini di dekat polinya, sangat jelas hingga Cakra bisa mendengar.

“Kamu tau nggak berita barusan? Ada pesawat hilang kontak dari 2 jam lalu, kataku sih mereka kecelakaan”.

“Iya, aku juga lihat berita itu. Kasihan ya pasti keluarga mereka lagi cemas sekarang”.

Ada pesawat mengalami kecelakaan? Apa karena itu bisa saja penerbangan Kirana delay dan dia belum mengabari, pikir Cakra. Ia pun berniat ingin menelpon Kirana, tapi sebelum itu panggilan dari Alvin masuk ke ponselnya. Tumben sekali Alvin menelpon, batin Cakra.

“Halo Alvin, ada apa? Tumben kamu menelpon saya” tanyanya.

“Cakra! Kamu sudah lihat berita? Pesawat yang ditumpangi Kirana mengalami kecelakaan”.

Deg!

Jantungnya terasa berhenti berdetak saat itu, Cakra mencoba mencerna perkataan Alvin lewat telpon barusan. Apa semua itu benar? Tidak mungkin pikirnya.

“Halo Cakra? Kamu masih disana? Cakra?...”

Ia mengabaikan panggilan telepon dari Alvin, masih sulit dipercaya apa yang baru ia dengar barusan. Tidak, Alvin pasti salah mengira itu pesawat yang ditumpangi Kirana. Cakra yakin, setelah ini pasti kekasihnya itu akan menelpon.

Terlalu sibuk dengan pikirannya sampai tak sadar para koas sudah kembali ke poli.

“Berita terkini, pesawat dengan nomor penerbangan JT 112 rute Semarang - Denpasar yang hilang kontak pada pukul 10.16 waktu indonesia barat telah ditemukan di perairan laut jawa. Tim SAR yang telah dikerahkan menemukan beberapa serpihan bangkai pesawat dan potongan tubuh manusia di titik terakhir pesawat menangkap sinyal dari bandara. Saat ini proses evakuasi masih terus berlanjut, dan para keluarga korban telah dihubungi untuk tindakan identifikasi.”

Runtuh pertahanan Cakra sekarang, saat mendengar suara pembawa berita yang berasal dari salah satu ponsel koasnya tengah menayangkan berita hari ini. Tangisannya pecah tak terbendung lagi, membuat para koasnya bingung dan khawatir melihat dokter residen ini.

11 Desember 2023

Sudah hampir 1 jam lamanya Cakra memandangi makam Kirana, tetapi rindu yang dirasakan masih belum sepenuhnya sirna. Begitu menyakitkan baginya ketika seorang yang sangat dirindukan sudah tak bisa ia pandang kembali.

“Saya pikir dengan saya coba melupakan kamu, kenangan tentangmu akan hilang seiring berjalannya waktu. Tapi saya salah, rasa cinta yang saya rasakan masih sama dan kini ditambah rindu yang berketerusan. Kamu tahu Kirana? Rasanya merindukan orang yang telah tiada ternyata jauh lebih menyakitkan. Bukan hanya tak bisa bersama lagi, tapi tak bisa memandangnya kembali. Miris sekali bukan?”.

Hening, Cakra mencoba menahan tangisannya. Ia sudah bertekad tidak akan menangis didepan Kirana.

“Kirana..” panggil Cakra, ada jeda sebelum melanjutkan kembali perkataannya.

“...apa kamu tidak bahagia selama ini? Sehingga takdir merenggutmu lebih cepat dari dekapan saya” lanjutnya.

Mata Cakra sudah berkaca - kaca, air matanya siap jatuh kapan saja.

“Jika diizinkan mengulang waktu, saya ingin mencegah kamu pergi hari itu atau setidaknya menghabiskan saat - saat terakhir kita dan mengucapkan salam perpisahan. Semuanya terjadi begitu cepat, sehingga saya harus mencerna apakah ini kenyataan atau mimpi buruk dari tidur saya saja”.

“Kasihku, apa kabar kamu disana? Apa kamu merindukan saya? Atau hanya saya yang merindu kamu disini? Saya harap kamu sudah tenang disana. Maaf, selama ini saya tidak cukup kuat menerima kenyataan kamu telah tiada. Dari lubuk hati terdalam saya sudah ikhlaskan kamu Kirana, tetapi tolong izinkan saya tetap merindu ya?”.

Semilir angin berhembus membawa harumnya bunga dari peziarah lain, menyadarkan Cakra bahwa ia juga punya yang sengaja dibeli sebelum kemari. Ia menaruh buket bunga tersebut di atas pusara sang kekasih sebelum bangkit dari duduknya.

“Kamu pasti bosan mendengar saya bicara sedari tadi, saya pamit pulang dulu. Nanti saya datang kembali untuk melepas rindu, kalau kamu rindu saya tolong datang sesekali ke mimpi ya. Karena lewat mimpi pun saya sudah sangat bersyukur. Selamat kembali tidur kasihku tercinta, Kirana Anindya”.

Pria itu kemudian berbalik, berjalan meninggalkan area pemakaman tanpa menyadari sedari kunjungan tadi ada wanita yang memperhatikannya sembari tersenyum.

Kini dia sudah bisa terlelap tenang.

End.

--

--