tanggal empatbelas.

xár
6 min readFeb 14, 2024

Entah fokusnya mau dibawa kemana saat ini. Entah ke hidangan yang masih utuh, tersaji lezat di atas permukaan meja. Entah ke pemandangan malam yang bersinar cantik, dari gemerlap cahaya kota. Atau entah ke lelaki di hadapannya yang tak berhenti mengoceh, dari sewaktu keduanya pertama kali menginjak kaki pada sebuah café di suatu tepi puncak.

Satu tangan ingin mengambil sesendok kue redvelvet yang berbentuk terlalu menggiurkan. Dan satu tangan lainnya ingin meraih ponsel untuk memotret pemandangan indah di seberangnya sebagai kenangan indah. Walau semua keinginan berakhir diurungkan, tatkala seluruh fokusnya sudah direbut terlebih dulu oleh sebuah nama dan tampang sederhana, semudah mata berkedip.

Apa lagi jika tak lain dari lelaki yang menemaninya sejak matahari terbit sampai malam menjemput. Apa lagi jika tak lain dari lelaki yang menemaninya memilih calon penguasa negara. Menemaninya makan siang. Menemaninya belanja barang kewanitaan. Dan menemaninya di saat angin malam berhembus.

Apa lagi jika tak lain dari Ikaleandra Savian Arkana.

“Le? Halo?? Kok bengong?”

Mungkin Leanna hanya sedikit terlalu fokus sampai tak mendengarkan ocehan yang sedari tadi pria tersebut lantunkan.

Mengerjapkan mata berkali-kali terlalu cepat, ia menjawab, “Sorry sorry.. As you were saying?”

Menaikkan satu alisnya kebingungan, pria itu kembali bertanya, “Kenapa? Something wrong with my face?”

Oke. Bagaimana cara Leanna menjawab bahwa ia terpana dengan wajah temannya itu?

“Engga. Tadi gue tiba-tiba kepikiran tugas yang belom gue kerjain. Jadi tadi lo ngomong apa?”

Tentu dengan mengucapkan kalimat dusta.

“Bisa tiba tiba kepikiran tugas gitu? Emang muka gue se-anak kampus itu kah sampe keinget tugas?” gerutu Ikal.

Lantas, Leanna terkekeh, “Soalnya lo daritadi ngoceh ngeluh gitu. Gue jadi keingetan temen sekelas gue yang tiap hari ngeluh, gara-gara belom kelar ngerjain tugas. Terus gue keingetan deh sama tugas yang belom gue kelarin.”

“Terus gue mirip sama temen lo?” nada bicaranya ketus.

“Engga Ikaall. Mirip cara ngeluhnya aja, soalnya sama-sama lucu.”

Entah ini memang kenyataan atau memang Leanna yang salah lihat, namun kini bibir pria di hadapannya itu mengerut sedih — tanda tersinggung.

Dan selanjutnya adalah pertanyaan yang tak pernah Leanna duga akan keluar dari belah bibir seorang Ikaleandra,

“Lucuan siapa?”

Tuhan.

Leanna ingin menangkup dan mencubit pipi pria tersebut dengan kasar, atas sebuah pertanyaan yang terlalu menggemaskan.

Menggigit bibir upaya menahan gemas, Leanna menyeletuk, “Kenapa nanya gitu sih?”

“Ya pengen tau aja.”

“Ya.. Lo gaada lucu-lucunya sih soalnya demen maksa gue.”

“Gue ga terlalu maksa ah.”

“Maksa.”

“Karena lo selalu iyain.”

“Ya karena gue kasian.”

Jeda. Bukan itu jawaban yang Ikal mau, sebenarnya. Maka ia sedikit tersentak mendapati jawaban tersebut, walau baru saja perempuan itu memberikan jawaban yang serupa kemarin malam via WhatsApp. Awalnya ia biasa saja. Namun mengapa perasaannya seakan disentil, saat ia mendengarkan kalimat tersebut diutarakan secara langsung?

Air wajah berubah serius, Ikal kembali bersuara, “Kalo lo ga kasian sama gue, lo tetep mau ga?”

“Gabisa nolak juga sih, soalnya gue ga enakkan.”

“Jadi kita jalan gini nih karena lo ga enakkan aja?”

Terkejut mendapati intonasi bicaranya Ikal yang merendah, Leanna dibuat kebingungan, “Ya gimana soalnya kan lo maksa minta ditemenin juga?”

Seakan ditampar oleh realita, Ikal terhenyak. Maka ia mengalihkan sorot matanya ke bawah, tak mau melihat lawan bicaranya itu, “Right. Sorry.”

Leanna? Tentu semakin bingung, “Gimana?”

“Maaf udah maksa lo pergi sama gue sampe semalem ini,” ia menyodorkan piring yang tersajikan kue kepada Leanna, tanpa menatap kedua matanya, “Dimakan dulu kuenya. Abis itu langsung pulang.”

Tak suka dengan atmosfir yang berubah canggung, Leanna menggerutu, “Ikal apaansih?? Kok jadi gini?”

Nihil. Tak ada jawaban. Lawan bicaranya bungkam.

Maka dari itu, Leanna menghela nafas pelan, “Tapii yaa kalo lo ga maksa.. Gue bakal tetep mau juga kok jalan sama lo. Toh jalan sama lo seru. I get to know more about that other side of you.”

Seperti anak kecil yang dirayu oleh permen , Ikal kembali menatap wajah Leanna, “Yeah?

Yang ditatap mengangguk, “Yeah. And sometimes I wonder how many sides that you have within yourself.”

Should I show you the other side, then?

Sure. Show me.”

Sudut bibir sedikit menaik tanda tersenyum, Ikal bangkit dari kursi, “Stay here. And eat your cake.”

Leanna mengerutkan kedua alisnya atas aksi Ikal yang tiba-tiba, “Huh? Lo mau kemana?”

“Liat aja,” ucap Ikal sebelum ia pergi menjauh dari meja.

Persetan dengan kue yang belum tersentuh, bola mata Leanna sudah terlebih dulu mengikuti setiap langkah yang Ikal ambil — sampai kedua tungkai Ikal membawa raga di dekat panggung, dimana sebuah band, baru saja usai membawakan sebuah lagu.

Dan Leanna baru paham apa yang pria itu akan lakukan, ketika Ikal berada di atas panggung dengan gitar yang digenggam — menggantikan para anggota band sebelumnya.

Di atas panggung inilah Ikal akan menunjukkan sisi lainnya kepada Leanna, juga kepada wajah asing yang kini mengalihkan semua pusat perhatian mereka kepadanya — seorang pria tinggi, rupawan, yang tengah memegang gitar. Sungguh sebuah pemandangan yang rugi ‘tuk ditinggalkan.

Mikrofon sudah siap di hadapan, maka Ikal dekatkan kepada kedua belah bibir, “Malam semua. Kenalin nama gue Ikal. Sebelumnya gue mau berterimakasih sama bang Idris yang udah ngebolehin gue buat ikutan manggung disini. Dan gue minta maaf banget karena bakal takeover panggung sebentar ya teman-teman. Nah, untuk lagu yang bakal gue bawain, semoga kalian yang kesini bareng sama orang yang kalian sayang, bisa ngerti sesayang apa lo sama mereka karena lagu ini.”

Setelah tepukkan tangan memberi semangat, Ikal menghela nafas. Fokusnya ia alihkan sementara pada gitar. Lalu, satu senar dipetik. Dua senar dipetik. Enam senar diketuk. Terpadu menjadi sebuah senandung pembukaan sebuah lagu romantis.

“It’s you. It’s always you.”

Suaranya. Suara nyanyiannya. Suara lembutnya yang memang tak pernah bosan untuk Leanna dengar. Suara yang selalu sopan menyanjung indra pendengaran. Nada halus, bagaikan angin yang berhembus begitu sejuk. Penuh dengan ketenangan.

“If I’m ever gonna fall in love. I know it’s gon’ be you.”

Jika diperbolehkan menilai, Leanna mengakui bahwa sisi Ikal di atas panggung, sangat berbeda dengan sisi Ikal di luar panggung. Di atas panggung, Ikal terlihat 50x lipat lebih menawan dari biasanya. Ditambah sinar spotlight yang menjadikannya bintang berbinar pada malam ini. Terlalu indah jika dibandingkan dengan cahaya lain. Bahkan sampai membuat rembulan cemburu.

“It’s you. It’s always you. Met a lot of people but nobody feels like you. So, please don’t break my heart. Don’t break me apart. I know how it starts. Trust me I’ve been broken before.”

Tanpa disadari dan tanpa diketahui, Leanna terperangkap dan tersesat pada sosok rupawan yang berdiri menjulang di atas panggung — terhanyut dalam lantunan yang diuraikan.

“Don’t break me again. I am delicate. Please don’t break my heart. Trust me I’ve been broken before. I’ve been broken, yeah. I know how it feels. To be open. And then find out your love isn’t real.”

Tetapi ada sebuah pertanyaan, berputar dalam benak Leanna,

Mengapa dari sekian banyaknya lagu romansa, It’s You nya Ali Gatie lah yang terpilih?

Sungguh terlalu frontal. Namun Leanna tak mau berpikir lebih lanjut atas ketidaksengajaan Ikal dalam memilih lagu, atau bahkan sengaja atas maksud dan indikasi tertentu. Leanna tetap tidak mau berpikir panjang.

Kali ini, Ikal mengalihkan pandangannya ke depan. Tepat menyapa kedua bola mata yang menatapnya begitu dalam.

Ia menatap Leanna balik. Dan kali ini juga, ia tak akan mengalihkan pandangannya dari sosok yang begitu cantik, dari semua wanita yang pernah ia jumpa.

Yang ditatap balik? Tentu terkejut karena ketauan memandang begitu intens. Namun kali ini juga, ia tak akan mengalihkan pandangannya. Dan kali ini saja, biar hati yang mengambil alih.

“I’m still hurting, yeah. I’m hurting inside. I’m so scared to fall in love, but if it’s you then I’ll try.”

Saling menatap kedua iris sampai akhir lagu tiba. Suara tepukkan tangan pun tercipta, disertai dengan sorakkan meriah para penonton, yang jelas menyukai penampilan Ikal lebih dari terpukau.

Maka setelah penutupan dari gitar diberikan, Ikal berucap, “Just wanted to say, Happy Valentine’s Day, Nausha Leanna Finola. Thank you, and goodnight.”

Dan seketika dunia berhenti sejenak untuk sekedar memproses apa saja yang baru pria tersebut ucapkan kepada para penonton.

Ralat. Kepada Leanna. Hanya kepadanya.

Ia mengutuki dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia lupa hari ini adalah tanggal empatbelas?

Tanggal empatbelas Februari yang biasa diperingati sebagai Hari Kasih Sayang.

Tanggal empatbelas yang tercipta begitu banyaknya kenangan manis.

Tanggal empatbelas yang membuatnya dirayakan oleh seorang pria bernama Ikaleandra.

Dan tanggal empatbelas yang mungkin akan bersenyam dalam ruang memori untuk jangka waktu selamanya.

– ;

--

--

xár
0 Followers

kamu akan selalu abadi dalam tulisanku.