Manifesto Kegamangan: Sebuah Refleksi Perjalanan”

Fachriza Anugerah
4 min readMar 12, 2023

--

Momen perpisahan hari dengan kawannya terang.

Manifesto, mungkin sebuah kata yang terlalu hiperbolis untuk menggambarkan isi tulisan ini. namun manifesto di sini bukan yang dimaksud dengan manifesto layaknya Communism Manifesto oleh Karl Max dan Friedrich Engels. Saya meminjam manifesto dalam pengertian Ayn Rand yang ia nyatakan dalam bukunya The Romantic Manifesto: A Philosophy of Literature. Dan kebetulan beberapa minggu belakang saya memang sedang membaca pikiran-pikiran Ayn Rand. Manifesto yang dimaksud di sini adalah Declaration of my personal objectives and motives, aku tak mewakili apa pun baik organisasi, mazhab pikiran, atau identitas tertentu apa pun selain dari diriku sendiri.

Tulisan ini berisi refleksi kehidupanku yang kini akan memasuki dekade baru. Sebuah perjalanan panjang yang telah berlangsung cukup lama aku pikir. Meskipun kalau dibandingkan dengan usia semesta usiaku yang baru akan mencapai dua puluh tidak ada artinya. Di sinilah ku menyadari bahwa betapa singkatnya kita hidup, dan betapa celakanya kita yang telah terlempar di tengah hidup ini harus tertuntut untuk melakukan begitu banyak hal-hal dan seringkali hal-hal tersebut tidak mudah dalam waktu yang begitu singkat ini. bahkan manusia tertua sekalipun yang berusia seratus tahun lebih masih begitu singkat dibandingkan keberadaan semesta yang telah hadir empat belas miliar tahun lalu menurut para ilmuwan. Ku pikir hal seperti inilah yang membuat manusia kebingungan dan gamang dalam menjalani kehidupan. Ia dihadapkan pada realitas bahwa ia telah terlahir tertuntut melakukan begitu banyak hal-hal dan memahami begitu banyak hal-hal rumit dalam waktu yang begitu singkat.

Aku jadi teringat pada sebuah pepatah Arab, “Al-Waqtu Ka As-Saifi In Lam Taqtha’uhu Qatha’aka”, Waktu bagaikan pedang apabila kamu tidak menggunakannya dengan baik maka ia akan memotongmu. Begitulah setidaknya yang kini ku pahami bahwa manusia meskipun hebat karena dapat melakukan begitu banyak hal dan seringkali tak terbayangkan dapat dilakukan oleh makhluk seperti ini, tetapi mereka juga sering mengalami kebingungan dan kegamangan, dan nampaknya manusia juga ternyata rentan oleh kerusakan-kerusakan. Semakin kompleks tantangan yang ia hadapi maka semakin mudah ia diterpa kegamangan. Manusia dalam perjalanan sejarahnya selalu mencoba untuk mengatasi kegamangan tersebut dan mencari jawaban dari segala permasalahan yang menerjangnya, untuk mendapatkan pemahaman dan kesadaran akan dirinya dan semesta.

Maka dalam tulisan ini saya ingin mendeklarasikan kebingunanku selama dua dekade kehidupan. Sungguh aku tak mengerti apa pun, aku mencari pemahaman itu dari pengajian masjid, pergi ke pesantren, belajar di sekolah, membaca buku, mendaki gunung, menyebrangi laut, menjelajahi hutan, menyusuri lembah, menatap langit, mendengar keriuhan kota, mengalami kehidupan desa, memperhatikan kehidupan di pinggiran jalanan. Terus kucoba untuk memahami kehidupan ini. apa makna kehidupan ini? kemana hidup ini harus dibawa? Bagaimana semestinya menjalani kehidupan? Pertanyaan-pertanyaan tersebut terus membayangi pikiranku. Barangkali aku memang belum memahaminya saja apa-apa telah ku pelajari. Aku berusaha terus menggali dalam diriku. Ku teringat pada pernyataan seorang sufi Jalaluddin Rumi, “Aku mencari tuhan (baca:kebenaran) ku pergi ke gereja ia tak di sana, ku pergi ke kuil ia tak di sana, ku pergi ke sinagog ia tak di sana, ku pergi ke masjid ia tak di sana, lalu ku lihat dalam diriku sendiri ternyata ia berada di sana,” dan ia juga pernah menulis, “Aku tidak tersembunyi, tinggi atau rendah, tidak di bumi, langit, atau singgasana. Ini kepastian wahai kekasih, Aku tersembunyi di kalbu orang yang beriman. Jika kau mencari aku, carilah di dalam kalbu-kalbu ini”. lalu ada salah satu pepatah arab yang membuatku juga terus berpikir “Man arafa Allahu azala tuhmah qaala kullun syain bil hikmah”, siapa yang mengetahui Tuhan (baca: kebenaran) ia hilangkan keburukan sangka dan berkata segala sesuatu memiliki hikmah. Segala hal meski ku ketahui namun belum benar-benar ku pahami, tentu aku memiliki pemahaman tentang kata-kata tersebut dan materi lain yang telah ku ketahui, namun semua itu tetap membuatku bingung.

Namun perlu ku tegaskan bahwa hal-hal telah ku ketahui dan ku pelajari bukan berarti tidak berguna. Semua itu tetap berguna dan bermanfaat bagiku dalam aku menjalani kehidupan ini. namun aku masih belum mengerti saja hakikat dari pembelajaran-pembelajaran tersebut, dan masih terus mempertanyakan semua itu. Ku belum tau apa esensi dan realitas yang dirujuk oleh simbol-simbol tersebut, bahkan ketika aku merasakan menemukan sesuatu di balik simbol-simbol tadi aku masih terus berusaha mengajukannya bantahan dan pernyataan dari sesuatu yang aku temukan, apakah ia benar-benar yang esensial. Pada akhirnya aku menyadari bahwa betapa ringkih dan rapuhnya diri ini, yang berjalan di dalam lorong kehidupan namun tak tau kemana jalan yang harus ia ambil, betapa menipunya dan menyesatkannya jalur-jalur dalam perjalanan kehidupan. aku meyakini bahwa ada begitu banyak jalur dalam kehidupan untuk mencapai pemahaman, namun begitu pun betapa gamangnya diri ini dalam memilih jalan menuju ke sana, betapa skeptiknya diri ini terhadap jalur, apakah jalur tersebut akan membawa kita pada pemahaman.

Pada akhirnya aku harus terus bergerak memilih satu jalan dari setiap persimpangan dan sembari merasa waswas ketika berjalan di atasnya. Karena aku merasakan bahwa diri ini harus terus bergerak jalan, ku merasa bahwa ketika diri ini terlalu lama terdiam pada persimpangan maka aku akan diterpa oleh hujaman-hujaman kegelisahan problematik. Aku melihat diri ini sebagai seorang pejalan dan pengembara kalau tidak disebut sebagai pelarian yang terus diburu oleh sesuatu yang akan menangkapku dan menyulitkan diri. Namun satu hal yang perlu ku nyatakan bahwa aku meyakini akan keberadaan eksistensi pemahaman dan kebenaran (baca: tuhan), aku hanya bingung memilih jalan yang paling mudah menuju pada pemahamannya, meski sepertinya jalan yang paling mudah pun sukar. Teringat pada suatu penyataan tua jawa, Sangkan Paraning Dumamdi, hidup ini adalah perjalanan dari satu titik menuju pada titik awal kembali yakni Tuhan. Semoga saja diri ini berjalan pada jalan yang sampai kepadanya meski di tengah kegamangan. Jalan yang tidak buntu dan jalan yang tidak mengarah pada pemberhentian selain dirinya. Shiraat al-ladziina an’amta ‘alaihim ghayr al-maghduubi ‘alaihim wala ad-dhaaalliin.

Wallahu a’lam bi ash-shawaab……

12 Maret 2023

Muhammad Fachriza Anugerah

--

--