hallosipad_
3 min readApr 17, 2023

Rumah Hantu

Setelah menyelesaikan aktivitas makan nya, kini di sinilah mereka, di sebuah wahana yang cukup ramai antriannya, mata Anne terlihat berbinar ketika ia berhasil membeli tiket rumah hantu tersebut, membuat seorang Arsenio Pratama tidak tega jika harus menolak permintaannya yang kedua kali.

“An, antrian nya masih panjang, mau nyari cemilan dulu?” tawar Pak Arsen.

“Mau minum kopi aja, itu di dekat situ ada kedai kopi,” jawab Anne yang dibalas anggukan oleh pria yang di sampingnya.

Pak Arsen pun duduk di salah satu kursi yang ada di sana, sedangkan Anne memilih memesan dua kopi untuk mereka, dari tempat duduknya, Pak Arsen menatap gadis itu dengan tatapan yang sulit di artikan, baru saja ia ingin memotret Anne diam-diam, tetapi rencananya gagal karena gadis itu tiba-tiba berbalik badan dan berpose ke arahnya.

Dan kini wajah pria itu memerah karena salah tingkah.

Anne menghampiri Pak Arsen sambil membawa dua gelas kopi, lalu berkata, “Foto tadi bagus gak? Nanti kirim ya.”

Pak Arsen mengangguk.

Selesai mereka meminum kopi untuk menahan kantuk, kini di sinilah mereka, menatap sebuah wahana rumah hantu yang tepat di depannya.

“Setelah ini giliran kita masuk,” ucap Anne dengan girangnya.

“Kamu gak takut?” tanya Pak Arsen.

Anne menggeleng lalu berkata, “Gak kedengaran teriakan apapun kok, pasti gak serem.”

“Ya bisa aja itu kedap suara,” ujar Pak Arsen menerangkan. Hingga, pada akhirnya kaki mereka melangkah memasuki wahana tersebut.

Seorang Arsenio Pratama hanya menatap sekitarnya dengan wajah datar tanpa sedikit pun rasa ketakutan, sedangkan gadis yang membawanya kemari yang sedari tadi berlagak berani hanya terdiam di belakang nya sambil memegang ujung bajunya.

“Katanya berani,” ejek Pak Arsen.

“Ih! Bapak ngejek saya! Ini tuh gelap banget, saya kira gak segelap ini,” jawab gadis itu.

“Kan emang aturannya gak boleh nyalain flash atuh,” ujar Pak Arsen.

“Bapak, ayo cari jalan keluarnya!” rengek Anne yang semakin ketakutan yang berhasil mengundang tawa pria di hadapannya.

“AAAAA!” teriakan Anne berhasil membuat Pak Arsen menutup telinganya.

Pasalnya, baru masuk ia sudah melihat hantu yang tiba-tiba datang dari atas yang membuatnya berteriak ketakutan karena terkejut.

“Baru segini, ayok jalan lagi,” ucap Pak Arsen.

“Gelap, takut, engap,” jawab Anne.

Pak Arsen sudah menyuruh gadis itu mengikuti langkahnya. Namun, sudah 3 menit seorang Ariadne Putri Pratiwi tidak berani melangkah. Sadar, akan antrian nya yang masih panjang, hantu yang pertama muncul pun berkata, “Tidak apa-apa, ayo jalan saja.”

“Ih om kerjanya harus profesional! Masa bicara sama pengunjung,” ucap Anne sambil menatap wajah Pak Arsen seolah-olah mengadu.

“Kalau gak kayak gitu kamu gak jalan-jalan,” jawab Pak Arsen. Pada akhirnya, pria itu pun berjongkok dan menyuruh Anne naik ke pundaknya.

“Hm?”

“Saya gendong sampe kita keluar,” tawar Pak Arsen yang membuat Anne tak tahan untuk mengembangkan sebuah senyuman.

Udah mah dikatain, ngelihat orang bucin pula, batin hantu yang pertama muncul di hadapan mereka.

Sepanjang perjalanan melewati wahana tersebut, yang Anne rasakan bukalah rasa ketakutan saja, melainkan perasaan salah tingkah dan kegembiraan yang kini ia ikut rasakan.

“Akhirnya berhasil keluar juga!” Anne bersorak gembira, setelah perjalanan panjang bertemu mbak kunti dan hantu-hantu lainnya.

“Tadi sebel banget kaki saya di pegang mbak-mbak suster ngesot!” cerita gadis itu dengan ekspresi menggemaskannya.

“Ngomong-ngomong kamu gak mau turun dari gendongan saya?” Anne yang tersadar akan pertanyaan itu pun langsung turun dan menunjukkan senyumannya.

“Maaf ya bapak, makasih juga,” ucap Anne.

“Sama-sama, kamu mau kemana lagi, hm?” tanya Pak Arsen.

Duh, hm di terkahir itu bikin salting, candu suaranya, batin Anne.

“Kan kita mau ketemu anak-anak PMR yang jaga pelantikan di sekolah, tapi sebelum itu saya mau beli cemilan buat mereka,” jawab Anne.

“Ayok!” ajak Pak Arsen menuruti permintaan gadis itu.

Gak pernah berubah, selalu keibuan, batin Pak Arsen.