Malam Keakraban

Fari Chusna
3 min readSep 2, 2023

--

Eratkan Hubungan Antara Manusia Melalui Perbincangan yang Mendalam

Hai, Manusia Baik!

Tulisan di bawah ini akan menceritakan tentang memori Makrab ‘malam keakraban’ yang mungkin pernah kita lalui bersama manusia baik lainnya. Ritual sakral dalam menghabiskan malam dalam halaman, tenda, rumah, bahkan lantai tikar dengan mantra-matra penyembuh jiwa. Obrolan basi-basi yang berubah menjadi visi misi nan idealis. Empat kisah akan ku tuturkan dalam keterbatasan ingatan dan pemilihan diksi. Semoga hangat dan akrabnya kita malam itu bisa kita rasakan seolah aku yang lalu hadir di depanmu.

Kisah Klasik untuk Masa Depan

Pertengahan Tahun 2012. Kami akan purna tugas organisasi. Serah terima estafet kepengurusan harus dilaksanakan di tempat tertinggi sisi barat kabupaten, Desa Pamriyan. Malam itu di pelataran SD, seusai nonton bersama kami berbincang tentang kenangan dan rencana. Obrolan itu aku lupa substansinya yang jelas perasaan kita terangkum dalam lirik lagu ‘Sabahat Kecil’ OST Laskar Pelangi, Ipang Lazuardi dalam suasana ‘baru saja berakhir, hujan di sore itu’. Lirik favorit adalah ‘melawan keterbatasan, walau sedikit kemungkinan, takkan menyerah untuk menghadapi’ mengingatkan memori perjuangan menyelesaikan program kerja atau event yang harus kita cari dana juga. Kita yang masih belasan tahun itu berhasil senang, sedih, marah, benci, kangen bahkan mengasihi bersama dan pertanggungjawaban formal yang diterima dalam rapat pleno.

“Bersamamu kuhabiskan waktu
Senang bisa mengenal dirimu
Rasanya semua begitu sempurna
Sayang untuk mengakhirinya

Daerah Rawan Banjir

Bulan Puasa di tahun pertama menjadi mahasiswa, Tahun 2014. Kami merasa masih saling terikat walau sudah mempunyai relasi baru. Mencoba merekonstruksi ulang kemah di tempat tertinggi sisi timur Kabupaten, berharap mendapat matahari terbit terindah. Malam tanggal 27 Ramadhan, yang diawali dengan membangun dua tenda pramuka, berbuka puasa, sholat tarawih dalam gelap, dan ‘deep talk’ ala-ala. Tentu saja, aku lupa pembicaraanya tentang apa yang jelas, kami membicarakan resah, gelisah, gundah, bahagia, tawa, dan angan-angan. Belajar jujur dengan rasa dan berdamai dengan keadaan. Hujan mulai turun, membubarkan diri, tidur sejenak, sampai semakin deras dan mengalir. Kami sahur dalam basah dan dinginnya nuget. Kami ‘muda dan bodoh’ ternyata membangun rumah di jalur air. Kebanjiran, tenda pramuka yang hanyut, sampai matahari terbit yang engan muncul karena mendung terkesan bencana. Tetapi, bencana inilah yang selalu kami bercandakan setiap bertemu. Betapa kami suka berbuat yang tidak-tidak dan menyusahkan.

Angkringan Kopi Jos di Malam UAS.

Jogja, lupa tahunnya, tapi sudah dua puluh tahun usianya. Pertemuan yang tidak terencana dalam persiapan ujian akhir semester besok pagi. Diawali dari makan malam di burjo jakal bawah berakhir di angkringan stasiun tugu. Berbeda dari sebelumnya, kami mulai membicarakan bagaimana kami menjalani hidup dan karir ke depan tentunya bebarengan nostalgia yang tidak akan usai. Membicarakan nilai dan ide orang-orang yang patut untuk diteladani. ‘Hidup mengalir seperti air’, menjalani takdir Allah dengan sebaik-baiknya dan percaya hidup harus terus berjalan. Pembicaraan kami berlanjut di kamar salah satu dari kami sampai subuh. Tentu, tidurku adalah setelah menyelesaikan UAS di bangku kuliah.

Lagan* Bulan Juni

1 Januari 2020. Sebelum badai ‘quarter life crisis with covid’. Kami akan berusia duapuluh lima. Berdomisili dan berkarir di jalan yang tidak saling bertemu. Kami bersepakat menginap untuk menyiapkan pesenan nasi bungkus yang harus siap pukul tujuh. Pekerjaan kami malam tahun baru itu adalah menanak nasi, membuat agar-agar, dan bercengkerama. Tema ‘romansa’ sudah mulai kental selain obrolan receh khas kami. Langkah pelaminan segera ditempuh sahabat kami ‘Lagan Bulan Juni’ ungkapnya. Tawa malam itu ternyata menjadi modal kami untuk menghadapi isolasi, sepi, bahkan krisis diri sampai dunia. Alhamdulillah, kita melewati pandemi dan sudah beraktivitas tanpa masker.

Kita bertumbuh bersama secara fisik dari belia sampai tersisa batin yang terpaut dengan erat saat dewasa semoga sampai tua. Malam dingin yang terhangatkan kata-kata kalian semoga selalu menjadi api unggun yang bisa kita nyalakan saat cahaya meredup. Bentuk kasih sayang Allah untuk menghibur hambanya.

Akhirnya, malam kearaban tidak akan menyisakan kata-kata bijak tapi rasa hangat di hati jika dikenang. Kearaban kita masih ada walaupun sekarang kita saling tidak menyapa. Saat bertemu nanti, mari kita nyalakan api, seolah kita baru berpisah kemarin. Ya, kemarin malam. Selamat malam, manusia baikku!

*lagan: Jw.sinoman, sekelompok pemuda yang membantu orang yang sedang mempunyai hajat sebagai pelayan tamu (terutama di pedesaan)

Kisah Klasik untuk Sekarang

--

--