Catatan 1 : Ketakutan dan Hasrat

Orang miskin dan menengah bekerja untuk uang. Orang kaya membuat uang bekerja bagi mereka — Robert T.Kiyosaki

Feriyanto
2 min readJun 12, 2022

Catatan ini aku buat untuk mengikat dan merefleksikan buku yang sedang aku baca “Rich Dad, Poor Dad” karya Robert T. Kiyosaki.

Photo by Mathieu Stern on Unsplash

Aku baru saja menyelesaikan Bab 1 dari buku ini, “Pelajaran 1 : Orang Kaya Tidak Bekerja untuk Uang”.

Hidup manusia selamanya dikendalikan oleh dua emosi : ketakutan dan hasrat

Rasa takut terhadap hidup tanpa uang memotivasi seseorang untuk bekerja keras, lalu setelah mendapatkan uang, hasrat (ketamakan/nafsu) membuat kita berpikir tentang semua hal indah yang bisa dibeli dengan uang. Begitu seterusnya hingga membentuk pola.

Seseorang yang bekerja karena takut miskin, takut tidak punya uang, lalu ia bekerja dengan harapan mendapat uang agar ketakutan itu mereda, tetapi itu tidak terjadi. Ketakutan terus menghantui, ia kembali bekerja, lagi-lagi berharap uang dapat mengatasi rasa takut itu, sekali lagi itu tidak terjadi. Ketakutan menjadi jebakan yang memaksa mereka untuk terus bekerja keras, menghasilkan uang, berharap ketakutan itu pergi. Uang mengendalikan emosi dan jiwanya.

Begitu uang didapat, ia menggunakannya untuk mendapatkan hal-hal yang membuatnya senang, ia pikir kesenangan itu bisa dibeli. Namun, kesenangan yang dibeli dengan uang umumnya tidak bertahan lama, ia menginginkan uang yang lebih banyak lagi untuk mendapatkan kesenangan yang lebih banyak. Ia terus bekerja keras, mengira bahwa uang akan menenangkan jiwa mereka yang gundah akibat ketakutan dan hasrat. Akan tetapi, uang tidak bisa melakukannya.

Rasa takut ini sebagai imbas sikap emosional yang mengesampingkan berpikir secara rasional. Emosi ini harus dikendalikan dengan tidak langsung bereaksi terhadap apa-apa yang sedang terjadi. Then, how? Memilih apa yang kita pikirkan, bukannya bereksi menurut emosi kita. Tidak hanya bangun setiap pagi untuk bekerja keras karena tidak punya uang untuk membayar tagihan, kita perlu bertanya “Apakah bekerja lebih keras adalah solusi terbaik dari masalah ini?”, “apakah ada cara lain?”. Dengan tidak langsung bereaksi dengan emosi ketakutan, kita dapat memberi waktu sejenak untuk berpikir rasional, mencoba melihat dan menangkap peluang yang ada agar kita tidak bekerja untuk uang, tetapi uang bekerja untuk kita.

Tentu pengetahuan yang akan disampaikan penulis melalui buku ini belum utuh, baru bab 1, sampai jumpa di catatan-catatan selanjutnya!

--

--